PSKK UGM – Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Prof. Dr. Setiadi, M.Si. dikukuhkan menjadi guru besar bidang Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya UGM pada Kamis, 2 Maret 2023 di Balai Senat, Rektorat UGM.
Media
Yogyakarta – Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) bekerja sama dengan Program Studi Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana (MDKIK SPs) Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Seminar “Penguatan Inisiatif Lokal dalam Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran”.
Pembicara pada seminar ini:
1. H. Sugiri Sancoko, S.E., M.M. (Bupati Kabupaten Ponorogo)
2. Prof. Jian Bang Deng (Akademisi The Graduate Institute of Future Studies, Tamkang University, Taiwan)
3. Devriel Sogia, S.T., M.M. (Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Amerika dan Pasifik, BP2MI dan Mahasiswa Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, SPs, UGM)
📆Hari, Tanggal : Jumat, 13 Januari 2023
⏰Pukul : 08.00 – 11.30 WIB
📍Tempat pelaksanaan : Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA, Gedung Masri Singarimbun PSKK UGM Lantai 2, Jl. Tevesia, Bulaksumur, Sleman.
Berlangsung selama 3 jam 30 menit, acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta yang hadir secara daring dan luring via zoom meeting.
Konferensi Internasional ‘Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini’ Link Materi & YouTube Streaming
Yogyakarta – PSKK UGM mengadakan Konferensi Internasional bertajuk “Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini” selama dua hari yaitu pada Rabu-Kamis, 11-12 Januari 2023 pukul 08.00-19.00 WIB. Kegiatan ini merupakan konferensi akademik dengan mengundang publik yakni akademisi, peneliti, mahasiswa/i, birokrat, maupun aktivis yang tertarik pada tema perawatan.
Berlangsung selama dua hari di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto PSKK UGM dan dihadiri lebih dari 100 peserta, acara ini merupakan kerja sama PSKK UGM dengan Economic and Social Research Council; Universitas Atmajaya; dan MDKIK SPs UGM.
Hari, Tanggal: Rabu-Kamis, 11-12 Januari 2023
Pukul: 08.00 – selesai
Keynote Speaker: Dr. Eva van der Ploeg (Research Phychologist & Demantia Expert)
Berikut link mater, YouTube Streaming, dan Zoom Meeting.
PSKK UGM – Perkembangan internet dan teknologi digital telah membawa perubahan besar di bidang kependudukan dan kebijakan. Untuk merespon hal ini, CPPS UGM, sebagai lembaga penelitian yang menaruh perhatian besar terhadap isu kependudukan dan kebijakan, secara rutin PSKK UGM telah menyelenggarakan PodCast PopCorn (Population Corner), sebuah acara bincang-bincang yang disiarkan langsung di YouTube @CPPSUGM.
PSKK UGM – Isu-isu sosial menjadi perbincangan hangat saat ini. Mulai dari stunting, pernikahan dini, hingga urbanisasi dan perkembangan perkotaan. Maka dari itu Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (PSKK UGM) menyusun Grand Design Pembangunan Kependudukan (GPDK) untuk mengatasi isu sosial tersebut.
Analis Kebijakan Ahli Muda Wilayah I Subdit Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kementerian Dalam Negeri, Destriana Faried, mengajak masyarakat untuk bisa mengurangi isu kependudukan.
“Jangan sampai angka kematian, stunting, dan pernikahan dini semakin tahun semakin tinggi dan mempengaruhi pembangunan daerah,” ujarnya dalam Seminar Nasional GPDK di Hall Room University Club Hotel, UGM pada Jumat (16/9/2022).
Perubahan penduduk merupakan hal penting dalam pembangunan. Maka, kesejahteraan penduduk harus terintegrasi dengan baik. “Namun, realitanya belum semua daerah fokus pada isu kependudukan. Dari tahun ke tahun isu kependudukan semakin meningkat karena kurangnya perhatian,” ungkap Peneliti PSKK UGM, Sukamdi .
Masih banyak problematika dalam penyusunan GPDK. Salah satunya perspektif pemahaman antar stakeholder berbeda. Sehingga belum menjadi isu strategis.
Menurut Ketua Program Studi Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (DKIK) Sekolah Pasca Sarjana UGM, Agus Heruanto, penyusunan GPDK akan semakin cepat jika didukung oleh Collaborative Governance (CG) demi meningkatkan kualitas penduduk.
“CG merupakan kebijakan publik yang dikelola dengan melibatkan kelembagaan, sumber daya, dan aset publik,” katanya.
Kendala dalam penyusunan GPDK, kata dia, dapat teratasi melalui pembuatan forum stakeholder oleh CG. Tujuannya adalah membangun kepercayaan serta penyamaan perspektif antar stakeholder, membangun dukungan politik dan kepemimpinan lain, serta menyepakati konsep dan strategi penyusunan GPDK.
Penyusunan GDPK di tiap daerah telah memiliki landasan hukum. Tujuannya sebagai rujukan pencapaian visi misi pembangunan daerah.
***
Sumber: https://repjogja.republika.co.id/berita/ril8vr291/grand-design-pembangunan-kependudukan-dinilai-bisa-atasi-isuisu-sosial
PSKK UGM – Pendidikan merupakan variabel penting dalam pembangunan kependudukan dan sebagai salah satu faktor utama untuk melihat kualitas penduduk suatu bangsa. PSKK UGM telah melakukan sejumlah penelitian untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pada 2022, ada dua riset PSKK UGM yang berfokus pada isu pendidikan; yang didanai oleh PT Palladium International Indonesia di bawah payung Program Kemitraan Australia-Indonesia Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI).
Studi pertama berfokus pada kemampuan literasi anak, yang secara khusus melihat dampak kebijakan pembelian buku bacaan anak terhadap peningkatan keterampilan literasi siswa sekolah dasar (SD) di Kabupaten Bulungan (Kalimantan Utara).
Lebih detail, studi ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis implementasi kebijakan pembelian buku bacaan menggunakan anggaran BOSDA di Kabupaten Bulungan; dan (2) menganalisis pengaruh praktik implementasi kebijakan pembelian buku bacaan terhadap peningkatan kemampuan literasi siswa.
PSKK UGM – Bekerja sama dengan Cardno Emerging Market-Mahkota dan TNP2K, PSKK UGM melakukan studi yang mengkaji kebijakan afirmatif untuk percepatan pembangunan ekonomi daerah di kabupaten tertinggal. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan untuk percepatan pengentasan daerah tertinggal, namun hingga akhir 2019, ada beberapa kabupaten yang masih terkategori kabupaten tertinggal.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, pemerintah menetapkan 62 kabupaten sebagai daerah tertinggal, yang tersebar di wilayah Sumatera (7 kabupaten), Nusa Tenggara (14 kabupaten), Sulawesi (3 kabupaten), Maluku (8 kabupaten), dan Papua (30 kabupaten). Untuk menangani hal tersebut secara cepat, maka pada 2021, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Studi PSKK UGM dalam percepatan pembangunan ekonomi daerah di kabupaten tertinggal ini bertujuan untuk (1) menggali konsep dan pembelajaran berbasis bukti terkait dengan pembangunan ekonomi lokal dalam meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan; (2) melakukan analisis kebijakan fiskal dan nonfiskal dalam implementasi sinergi (kabupaten dan desa) pada kabupaten tertinggal; (3) mengembangkan strategi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang ada di kabupaten tertinggal.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Melalui pendekatan kuantitatif, studi PSKK UGM ini menganalisis sejumlah data di 59 kabupaten, yaitu data fiskal daerah, data kemiskinan, data ekonomi makro, data program pembangunan Kawasan perdesaan, dan data kemajuan wilayah. Metode kualitatif dilakukan dengan pendekatan studi kasus di 12 kabupaten. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan FGD (focus group discussion), yang dilakukan secara daring. Desk riview dilakukan untuk menggali lebih dalam teori dan informasi tentang pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah tertinggal.
Studi ini menghasilkan sejumlah temuan. Pertama, kebijakan afirmatif yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dinilai sudah memadai, yang tampak dari sejumlah kebijakan infrastruktur, pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan sosial. Kedua, kebijakan afirmatif di beberapa daerah melalui pemberian status Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) memiliki dampak cukup signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan, menaikkan pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus menaikkan status Indeks Desa Membangun (IDM). Ketiga, meskipun terdapat praktik baik di sejumlah wilayah, tapi masih ditemukan adanya praktik buruk dalam upaya pengentasan kemiskinan di beberapa wilayah sehingga tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Tujuan utama kebijakan afirmatif khusus daerah tertinggal adalah keluarga miskin bisa mandiri dan berdaya secara sosial-ekonomi (well-being). Dalam konteks ini, studi PSKK UGM menolak pengentasan kemiskinan hanya dalam makna penurunan angka kemiskinan karena strategi ini hanya jangka pendek dan tidak menjamin keberlanjutannya. Untuk mewujudkan tujuan ini, maka terdapat tiga strategi yang ditawarkan studi ini; yaitu (1) menciptakan pertumbuhan ekonomi; (2) memperkuat distribusi potensi sosial-ekonomi; (3) menjamin terpenuhi kawasan hunian yang aman, nyaman, dan stabil secara politik.***
Yogyakarta – PSKK UGM bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Fakfak, Papua Barat menyusun Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Kemiskinan tahun 2022-2027. Kabupaten Fakfak termasuk salah satu kabupaten yang tergolong dalam wilayah yang menjadi prioritas pengentasan kemiskinan ekstrim.
Sementara itu, berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah pusat memiliki komitmen untuk pengentasan kemiskinan di wilayah Papua dan Papua Barat.
Penyumbang terbesar kondisi kemiskinan penduduk Fakfak ternyata tidak terkait dengan ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan makan dan sandang, tetapi keterbatasan akses menjadi faktor utama penyebab kemiskinan.
Penyusunan Rencana Aksi Daerah ini bermaksud untuk menjabarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) sebagai pedoman bersama antara pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat untuk mengatasi akar permasalahan kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Fakfak sesuai dengan karakteristik dan sumberdaya yang tersedia.***
.KERANGKA ACUAN
KONFERENSI AKADEMIK CALL FOR PAPERS
“Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini”
Care Dynamics in Contemporary Indonesia
A. Gagasan
Hubungan perawatan merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari manusia di sepanjang perjalanan hidupnya. Setiap orang di satu waktu pasti menggantungkan dirinya pada perawatan orang lain, dan sebagian besar orang menyediakan perawatan –untuk anak-anak, pasangan, orang tua, kakek-nenek, atau teman– pada titik tertentu dalam kehidupan mereka. Penyediaan perawatan ini menjadi berarti bagi reproduksi sosial, yaitu, penciptaan, sosialisasi, dan pemeliharaan angkatan kerja produktif di masyarakat. Namun, seringkali kerja merawat ini tersembunyi dan diremehkan, baik secara ekonomi (semisal, tidak dibayar atau dibayar dengan sangat murah) maupun secara sosial (semisal, lantaran ketergantungan selalu distigma).
Konferensi akademik selama dua hari ini bertujuan untuk menjelaskan praktik-praktik perawatan dalam konteks Indonesia. Kami tertarik pada kajian perawatan yang lebih luas dan utuh: praktik merawat untuk anak-anak, orang sakit, orang dengan kebutuhan khusus, dan orang lanjut usia, serta pendampingan terhadap kelompok yang dianggap rentan. Perawatan di sini mencakup perawatan informal, formal/dibayar, dan perawatan oleh sukarelawan/kader, perawatan yang disediakan di rumah tangga atau lembaga (seperti tempat penitipan anak, panti perawatan, rumah sakit, atau rumah perawatan paliatif). Berikut ini adalah rumusan masalah secara umum yang ingin diulas dalam konferensi:
Siapa memberikan perawatan untuk siapa, dan mengapa? Sebagian besar masyarakat melihat keluarga sebagai lokus perawatan ‘alamiah’, dan perempuan sebagai seseorang yang secara ‘alamiah’ memberi perawatan. Namun, setiap kelompok etnis mempunyai preferensi berbeda tentang siapa di antara kerabat mereka yang harus memberi perawatan. Peran ayah, suami, dan anak laki-laki dalam merawat seringkali diabaikan namun juga semakin terdepan, terutama sebagai respon atas keterlibatan perempuan dalam tenaga kerja upahan dan semakin menyusutnya ukuran keluarga. Begitu pula, kepercayaan terhadap perawatan berbayar atau sukarela semakin berkembang, meski keterjangkauan dan penerimaannya berbeda-beda bergantung pada kelas sosial-ekonomi.
- Bagaimana perawatan dinegosiasikan di dalam keluarga dan masyarakat lebih luas? Secara khusus, berbagai individu bisa menyediakan perawatan, tetapi hanya sebagian kecil saja yang secara aktif merawat. Apakah resiprositas, kepribadian seseorang, atau tawar-menawar dan dinamika kuasa bisa menjelaskan siapa yang pada akhirnya menyediakan perawatan? Bagaimana penilaian masyarakat terhadap mereka yang bergantung pada orang lain seperti tercermin di dalam sistem upah, status, pelatihan, dan keamanan tenaga kerja perawatan atau sukarelawan? Agensi seperti apa yang dimiliki oleh penerima perawatan dalam menentukan pengaturan perawatan mereka?
- Berapa ‘biaya’ dalam merawat, dan bagaimana hal itu bisa dibagi? Merawat bisa menjadi begitu mahal bila terkait dengan waktu, kekuatan fisik, dan sumberdaya ekonomi, dan seseorang yang bertugas merawat bisa saja kehilangan kesempatannya dalam pekerjaan berbayar, bersosialisasi, atau mengembangkan diri mereka sendiri. Paling buruknya, hal ini bisa mengakibatkan pelecehan atau eksploitasi. Keberadaan dukungan tetangga dan sukarelawan, atau bantuan kelompok-kelompok swabantu (self-help), perawatan tangguh, dan pemerintah bisa membantu mengurangi beban yang muncul selama perawatan. Beberapa dukungan ini sayangnya tidak terdistribusikan secara merata dan barangkali tidak selalu diterima oleh perawat utama atau penerima perawatan.
- Apa peranan emosi dalam merawat? Emosi merupakan hal utama dalam merawat. Afeksi atau kewajiban mungkin memaksa seseorang untuk merawat. Bahkan dalam konteks kerja merawat yang berbayar, praktik dari merawat bisa menciptakan ikatan emosional antara perawat dan seseorang yang dirawat. Kebencian, kemarahan, dan kejijikan menjadi emosi negatif yang umum dalam merawat dan mereka yang dirawat mungkin mengalaminya sebagai perasaan direndahkan, dihina, dan tidak dimanusiakan. Kondisi tertentu, seperti demensia atau inkontinensia, barangkali memperuncing ketegangan yang melekat dalam hubungan perawatan. Memahami dimensi emosional dalam perawatan dapat menyediakan panduan penting bagi preferensi seseorang maupun keberlanjutan dan penerimaan atas kerja merawat.
- Bagaimana perawatan dipengaruhi oleh krisis dan bencana? Saat ini kita menyaksikan bencana epidemiologis – COVID 19 – dan Indonesia begitu familiar dengan bencana alam (semisal gempa bumi atau banjir) maupun dampak dari krisis ekologis (seperti degradasi lahan, hilangnya akses air, kekeringan, polusi udara hingga kebakaran hutan). Krisis yang lain seperti krisis ekonomi atau konflik juga dapat berpengaruh pada bagaimana perawatan diberikan atau makin dibutuhkan. Bencana dan krisis ini menunjukkan perlunya perhatian terhadap isu terkait daya lenting dalam pengaturan perawatan, siapa yang paling rentan saat menghadapi pemenuhan kerja perawatan di tengah dampak ekologis tersebut, dan bagaimana kebutuhan dari seseorang yang membutuhkan perawatan bisa diakomodasi selama bencana terjadi.
Kami menyambut makalah yang didasari pada penelitian empiris kualitatif dan dari disiplin antropologi, sosiologi, psikologi, atau kajian kebijakan sosial. Bahasa utama dari konferensi ini adalah Bahasa Indonesia; makalah bisa dipresentasikan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Kami menjelajahi kemungkinan penerbitan edisi khusus terkait konferensi ini di salah satu jurnal akademik di Indonesia.
B. Format Kegiatan
Kegiatan ini merupakan konferensi akademik dengan mengundang publik yakni akademisi, peneliti, mahasiswa/i, birokrat, maupun aktivis yang tertarik pada tema perawatan untuk mengirimkan abstrak dan makalah. Setiap peserta konferensi membayar biaya registrasi sebesar 50.000 rupiah per hari, dan bertanggungjawab atas biaya perjalanan dan akomodasinya sendiri. Sejumlah kecil beasiswa untuk perjalanan dan akomodasi akan tersedia bagi penyaji makalah yang terpilih. Harap tunjukkan apakah Anda ingin mengajukan permohonan beasiswa saat mengirimkan abstrak.
Konferensi ini diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Calon peserta mengirimkan abstrak sebanyak 300 kata dan mengisi biodata diri di laman: http://ugm.id/DinamikaPerawatan. Abstrak ini kemudian diseleksi untuk bisa disampaikan ke dalam konferensi, calon peserta akan dihubungi melalui email untuk keterangan lebih lanjut. Selama konferensi, peserta tidak perlu mengirimkan full draft makalah kepada panitia. Namun, dalam proses selanjutnya, peserta dengan topik terpilih bisa menuliskan hasil presentasinya menjadi makalah akademik untuk diterbitkan sebagai kajian tematik (edited volume) melalui Jurnal Populasi PSKK UGM dan Jurnal Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Peserta konferensi mendapatkan fasilitasi berupa coffee break dan makan siang selama dua hari penyelenggaraan konferensi. Pada hari pertama, panitia juga menyediakan makan malam bersama di lokasi penyelenggaraan konferensi PSKK UGM.
Konferensi ini diselenggarakan di Gedung Masri Singarimbun Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada. Pada 11 Januari 2023, konferensi ini dibuka dengan sesi keynote speech oleh Dr. Eva van der Ploeg, kemudian dilanjutkan sesi seminar panel yang dipandu moderator pada 11-12 Januari 2023. Sesi seminar panel ini dilangsungkan selama dua hari, dan ditutup oleh Roundtable Discussion untuk mendiskusikan temuan menarik selama dua hari seminar. Harapannya, konferensi ini bisa menghasilkan rekomendasi kebijakan dan kajian lanjutan. Konferensi terbuka untuk umum. Kapasitas konferensi tatap muka sebesar 60 orang. Konferensi bisa diikuti secara daring, melalui Zoom dan Youtube livestream.
C. Jadwal Penting
(http://ugm.id/DinamikaPerawatan)
E. Kepanitian Bersama
Penyelenggaraan konferensi oleh Universitas Southampton; Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) dan Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM); Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Atmajaya, serta Economic and Social Research Council (ESRC) UK Government Funding.
PSKK UGM– Dr. Evita Hanie Pangaribowo (CPPS UGM researcher) was visiting Bangkok – Thailand from 9 to 14 October 2022 to attend the in-person training of “Using National Transfer Account (NTA) Evidence for Population and Development Policy Advancement in Asia-Pacific”.
The overall aim of the workshop is that all participating countries have the capacity to construct NTA and to make use of the NTA evidence for policy guidance. Most countries in Asia, such as Bangladesh, India, Malaysia, Pakistan, Indonesia, and the Philippines are experiencing a demographic dividend as their populations become increasingly concentrated in the working ages. For these countries, it is important to examine conditions and policies that affect the size of the dividend and convert the transitory age distribution benefit into a long-term boost for rates of economic growth. Using NTA, countries can have in-depth analysis to create policies which support the next demographic dividend, for example through women participation, education, and healthier older citizens.
Through the training, core and more advanced technical know-how can be shared and discussed. A further aim is to build a larger pool of regional experts who are able to share knowledge and increase the utilization of the NTA evidence to support policy development and planning. During the training, Dr. Pangaribowo together with other Indonesia delegates (Ministry of Finance, BPS, BAPPENAS, Lembaga Demografi UI, and CEDS Universitas Padjajaran), constructed general Life Cycle Deficit accounts for Indonesia using various macro data (System of National Accounts, Government revenue/expenditure by program) and micro data (Household Survey on Income and Expenditure – SUSENAS and SAKERNAS data). The workshop brings several follow up activities in the near future.
As a representative from academics side, Dr. Pangaribowo and other universities will take part in translating the results obtained from the NTA to a policy brief to communicate it with the policy makers as well as strengthening communication with central and local government on the dynamic population and its future implications on the economy. Although the NTA at regional level is not possible to construct at this time, communication with the local government is important not only to raise awareness about the demographic dynamic and the multidimensional aspects brought by aging, but also it can serve as the stimulus for the central government to keep NTA updated.