KONFERENSI AKADEMIK CALL FOR PAPERS ‘Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini – Care Dynamics in Contemporary Indonesia’

11 November 2022 | media_cpps
Berita PSKK, Informasi, Main Slide
KERANGKA ACUAN
KONFERENSI AKADEMIK CALL FOR PAPERS
“Dinamika Perawatan di Indonesia Masa Kini”
Care Dynamics in Contemporary Indonesia

 

A. Gagasan

Hubungan perawatan merupakan hal penting dalam kehidupan sehari-hari manusia di sepanjang perjalanan hidupnya. Setiap orang di satu waktu pasti menggantungkan dirinya pada perawatan orang lain, dan sebagian besar orang menyediakan perawatan –untuk anak-anak, pasangan, orang tua, kakek-nenek, atau teman– pada titik tertentu dalam kehidupan mereka. Penyediaan perawatan ini menjadi berarti bagi reproduksi sosial, yaitu, penciptaan, sosialisasi, dan pemeliharaan angkatan kerja produktif di masyarakat. Namun, seringkali kerja merawat ini tersembunyi dan diremehkan, baik secara ekonomi (semisal, tidak dibayar atau dibayar dengan sangat murah) maupun secara sosial (semisal, lantaran ketergantungan selalu distigma).

Konferensi akademik selama dua hari ini bertujuan untuk menjelaskan praktik-praktik perawatan dalam konteks Indonesia. Kami tertarik pada kajian perawatan yang lebih luas dan utuh: praktik merawat untuk anak-anak, orang sakit, orang dengan kebutuhan khusus, dan orang lanjut usia, serta pendampingan terhadap kelompok yang dianggap rentan. Perawatan di sini mencakup perawatan informal, formal/dibayar, dan perawatan oleh sukarelawan/kader, perawatan yang disediakan di rumah tangga atau lembaga (seperti tempat penitipan anak, panti perawatan, rumah sakit, atau rumah perawatan paliatif). Berikut ini adalah rumusan masalah secara umum yang ingin diulas dalam konferensi:

Siapa memberikan perawatan untuk siapa, dan mengapa? Sebagian besar masyarakat melihat keluarga sebagai lokus perawatan ‘alamiah’, dan perempuan sebagai seseorang yang secara ‘alamiah’ memberi perawatan. Namun, setiap kelompok etnis mempunyai preferensi berbeda tentang siapa di antara kerabat mereka yang harus memberi perawatan. Peran ayah, suami, dan anak laki-laki dalam merawat seringkali diabaikan namun juga semakin terdepan, terutama sebagai respon atas keterlibatan perempuan dalam tenaga kerja upahan dan semakin menyusutnya ukuran keluarga. Begitu pula, kepercayaan terhadap perawatan berbayar atau sukarela semakin berkembang, meski keterjangkauan dan penerimaannya berbeda-beda bergantung pada kelas sosial-ekonomi.

  1. Bagaimana perawatan dinegosiasikan di dalam keluarga dan masyarakat lebih luas? Secara khusus, berbagai individu bisa menyediakan perawatan, tetapi hanya sebagian kecil saja yang secara aktif merawat. Apakah resiprositas, kepribadian seseorang, atau tawar-menawar dan dinamika kuasa bisa menjelaskan siapa yang pada akhirnya menyediakan perawatan? Bagaimana penilaian masyarakat terhadap mereka yang bergantung pada orang lain seperti tercermin di dalam sistem upah, status, pelatihan, dan keamanan tenaga kerja perawatan atau sukarelawan? Agensi seperti apa yang dimiliki oleh penerima perawatan dalam menentukan pengaturan perawatan mereka?
  2. Berapa ‘biaya’ dalam merawat, dan bagaimana hal itu bisa dibagi? Merawat bisa menjadi begitu mahal bila terkait dengan waktu, kekuatan fisik, dan sumberdaya ekonomi, dan seseorang yang bertugas merawat bisa saja kehilangan kesempatannya dalam pekerjaan berbayar, bersosialisasi, atau mengembangkan diri mereka sendiri. Paling buruknya, hal ini bisa mengakibatkan pelecehan atau eksploitasi. Keberadaan dukungan tetangga dan sukarelawan, atau bantuan kelompok-kelompok swabantu (self-help), perawatan tangguh, dan pemerintah bisa membantu mengurangi beban yang muncul selama perawatan. Beberapa dukungan ini sayangnya tidak terdistribusikan secara merata dan barangkali tidak selalu diterima oleh perawat utama atau penerima perawatan.
  3. Apa peranan emosi dalam merawat? Emosi merupakan hal utama dalam merawat. Afeksi atau kewajiban mungkin memaksa seseorang untuk merawat. Bahkan dalam konteks kerja merawat yang berbayar, praktik dari merawat bisa menciptakan ikatan emosional antara perawat dan seseorang yang dirawat. Kebencian, kemarahan, dan kejijikan menjadi emosi negatif yang umum dalam merawat dan mereka yang dirawat mungkin mengalaminya sebagai perasaan direndahkan, dihina, dan tidak dimanusiakan. Kondisi tertentu, seperti demensia atau inkontinensia, barangkali memperuncing ketegangan yang melekat dalam hubungan perawatan. Memahami dimensi emosional dalam perawatan dapat menyediakan panduan penting bagi preferensi seseorang maupun keberlanjutan dan penerimaan atas kerja merawat.
  4. Bagaimana perawatan dipengaruhi oleh krisis dan bencana? Saat ini kita menyaksikan bencana epidemiologis – COVID 19 – dan Indonesia begitu familiar dengan bencana alam (semisal gempa bumi atau banjir) maupun dampak dari krisis ekologis (seperti degradasi lahan, hilangnya akses air, kekeringan, polusi udara hingga kebakaran hutan). Krisis yang lain seperti krisis ekonomi atau konflik juga dapat berpengaruh pada bagaimana perawatan diberikan atau makin dibutuhkan. Bencana dan krisis ini menunjukkan perlunya perhatian terhadap isu terkait daya lenting dalam pengaturan perawatan, siapa yang paling rentan saat menghadapi pemenuhan kerja perawatan di tengah dampak ekologis tersebut, dan bagaimana kebutuhan dari seseorang yang membutuhkan perawatan bisa diakomodasi selama bencana terjadi.

Kami menyambut makalah yang didasari pada penelitian empiris kualitatif dan dari disiplin antropologi, sosiologi, psikologi, atau kajian kebijakan sosial. Bahasa utama dari konferensi ini adalah Bahasa Indonesia; makalah bisa dipresentasikan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Kami menjelajahi kemungkinan penerbitan edisi khusus terkait konferensi ini di salah satu jurnal akademik di Indonesia.

B. Format Kegiatan

Kegiatan ini merupakan konferensi akademik dengan mengundang publik yakni akademisi, peneliti, mahasiswa/i, birokrat, maupun aktivis yang tertarik pada tema perawatan untuk mengirimkan abstrak dan makalah. Setiap peserta konferensi membayar biaya registrasi sebesar 50.000 rupiah per hari, dan bertanggungjawab atas biaya perjalanan dan akomodasinya sendiri. Sejumlah kecil beasiswa untuk perjalanan dan akomodasi akan tersedia bagi penyaji makalah yang terpilih. Harap tunjukkan apakah Anda ingin mengajukan permohonan beasiswa saat mengirimkan abstrak.

Konferensi ini diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Calon peserta mengirimkan abstrak sebanyak 300 kata dan mengisi biodata diri di laman:  http://ugm.id/DinamikaPerawatan.  Abstrak ini kemudian diseleksi untuk bisa disampaikan ke dalam konferensi, calon peserta akan dihubungi melalui email untuk keterangan lebih lanjut. Selama konferensi, peserta tidak perlu mengirimkan full draft makalah kepada panitia. Namun, dalam proses selanjutnya, peserta dengan topik terpilih bisa menuliskan hasil presentasinya menjadi makalah akademik untuk diterbitkan sebagai kajian tematik (edited volume) melalui Jurnal Populasi PSKK UGM dan Jurnal Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Peserta konferensi mendapatkan fasilitasi berupa coffee break dan makan siang selama dua hari penyelenggaraan konferensi. Pada hari pertama, panitia juga menyediakan makan malam bersama di lokasi penyelenggaraan konferensi PSKK UGM.

Konferensi ini diselenggarakan di Gedung Masri Singarimbun Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.  Pada 11 Januari 2023, konferensi ini dibuka dengan sesi keynote speech oleh Dr. Eva van der Ploeg, kemudian dilanjutkan sesi seminar panel yang dipandu moderator pada 11-12 Januari 2023. Sesi seminar panel ini dilangsungkan selama dua hari, dan ditutup oleh Roundtable Discussion untuk mendiskusikan temuan menarik selama dua hari seminar. Harapannya, konferensi ini bisa menghasilkan rekomendasi kebijakan dan kajian lanjutan. Konferensi terbuka untuk umum. Kapasitas konferensi tatap muka sebesar 60 orang. Konferensi bisa diikuti secara daring, melalui Zoom dan Youtube livestream.

C. Jadwal Penting

(http://ugm.id/DinamikaPerawatan)

E. Kepanitian Bersama

Penyelenggaraan konferensi oleh Universitas Southampton; Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) dan Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM); Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Atmajaya, serta Economic and Social Research Council (ESRC) UK Government Funding.