PSKK UGM – Bekerja sama dengan Cardno Emerging Market-Mahkota dan TNP2K, PSKK UGM melakukan studi yang mengkaji kebijakan afirmatif untuk percepatan pembangunan ekonomi daerah di kabupaten tertinggal. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan untuk percepatan pengentasan daerah tertinggal, namun hingga akhir 2019, ada beberapa kabupaten yang masih terkategori kabupaten tertinggal.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, pemerintah menetapkan 62 kabupaten sebagai daerah tertinggal, yang tersebar di wilayah Sumatera (7 kabupaten), Nusa Tenggara (14 kabupaten), Sulawesi (3 kabupaten), Maluku (8 kabupaten), dan Papua (30 kabupaten). Untuk menangani hal tersebut secara cepat, maka pada 2021, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Studi PSKK UGM dalam percepatan pembangunan ekonomi daerah di kabupaten tertinggal ini bertujuan untuk (1) menggali konsep dan pembelajaran berbasis bukti terkait dengan pembangunan ekonomi lokal dalam meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan; (2) melakukan analisis kebijakan fiskal dan nonfiskal dalam implementasi sinergi (kabupaten dan desa) pada kabupaten tertinggal; (3) mengembangkan strategi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang ada di kabupaten tertinggal.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Melalui pendekatan kuantitatif, studi PSKK UGM ini menganalisis sejumlah data di 59 kabupaten, yaitu data fiskal daerah, data kemiskinan, data ekonomi makro, data program pembangunan Kawasan perdesaan, dan data kemajuan wilayah. Metode kualitatif dilakukan dengan pendekatan studi kasus di 12 kabupaten. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan FGD (focus group discussion), yang dilakukan secara daring. Desk riview dilakukan untuk menggali lebih dalam teori dan informasi tentang pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah tertinggal.
Studi ini menghasilkan sejumlah temuan. Pertama, kebijakan afirmatif yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dinilai sudah memadai, yang tampak dari sejumlah kebijakan infrastruktur, pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan sosial. Kedua, kebijakan afirmatif di beberapa daerah melalui pemberian status Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) memiliki dampak cukup signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan, menaikkan pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus menaikkan status Indeks Desa Membangun (IDM). Ketiga, meskipun terdapat praktik baik di sejumlah wilayah, tapi masih ditemukan adanya praktik buruk dalam upaya pengentasan kemiskinan di beberapa wilayah sehingga tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Tujuan utama kebijakan afirmatif khusus daerah tertinggal adalah keluarga miskin bisa mandiri dan berdaya secara sosial-ekonomi (well-being). Dalam konteks ini, studi PSKK UGM menolak pengentasan kemiskinan hanya dalam makna penurunan angka kemiskinan karena strategi ini hanya jangka pendek dan tidak menjamin keberlanjutannya. Untuk mewujudkan tujuan ini, maka terdapat tiga strategi yang ditawarkan studi ini; yaitu (1) menciptakan pertumbuhan ekonomi; (2) memperkuat distribusi potensi sosial-ekonomi; (3) menjamin terpenuhi kawasan hunian yang aman, nyaman, dan stabil secara politik.***