Yogyakarta, PSKK UGM — Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai macam program diluncurkan. Sejumlah dana atau anggaran pun telah digelontorkan untuk menurunkan angka kemiskinan. Namun, persentasi penurunan angka kemiskinan dinilai masih lamban. DIY menghadapi persoalan utama, yaitu ketersediaan serta pemanfaatan data yang tidak jelas.
Menurut Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si. ada beberapa perdebatan paling mendasar dalam program penanggulangan kemiskinan di DIY. Misalnya, parameter dan indikator, cara pengukuran dan perhitungan, jumlah, distribusi dan karakteristik penduduk miskin, dinamika kemiskinan, serta program penanggulangan yang benar-benar tepat sasaran.
Beberapa tantangan dan kendala semacam ini sebenarnya juga dialami oleh daerah-daerah lainnya. Untuk itu, pemerintah pusat kembali melakukan kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) serta didukung penuh oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Kegiatan PBDT 2015 bertujuan untuk mempertajam ketepatan sasaran, yakni dengan mengurangi exclusion error (kesalahan karena tidak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data) dan inclusion error (kesalahan karena memasukkan rumah tangga yang tidak miskin ke dalam data) serta mengakomodasi perubahan karakteristik rumah tangga.
“Data yang tersedia di dalam PBDT sumbernya sama untuk semua program perlindungan sosial sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih lagi. Selain itu, PBDT juga akan melibatkan partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam uji publik, yakni melalui Forum Konsultasi Publik (FKP),” kata Made.
Melalui kegiatan ini, pemda dan masyarakat bisa mengajukan usul untuk menyempurnakan ketepatan sasaran BDT. Penyempurnaan tersebut misalnya perbaikan nama dan alamat, mencoret nama yang telah pindah maupun yang telah meninggal, mencocokkan peserta program dengan PBDT 2011, dan menambahkan rumah tangga yang tertinggal atau belum tercatat di dalam data.
Bagi Made, kegiatan pemutakhiran ini terang membawa beberapa konsekuensi. BPS sebagai pengumpul data tidak lagi sepenuhnya memiliki tanggung jawab terhadap kualitas data maupun penentuan calon RTS atau rumah tangga sasaran. Hal ini lalu menjadi tanggung jawab pemda dan masyarakat. Selain itu, pemda juga “harus” menggunakan dan memanfaatkan data tersebut dalam kebijakan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing.
Seperti dua sisi mata uang, kebijakan ini memiliki kekuatan sekaligus kelemahan. Jika dilihat dari aspek kekuatan, pemda kabupaten/kota di DIY akhirnya bisa memiliki angka kemiskinan lokal yang “lebih tepat” dalam konteks lokal. Ketersediaan BDT juga bisa meminimalisir tumpang tindih data antardepartemen dan antar-SKPD baik secara vertikal maupun horizontal. Sementara soal anggaran pendataan yang biasanya melekat dalam kegiatan-kegiatan SKPD kemudian bisa dihilangkan dan digunakan untuk program penanggulangan kemiskinan.
Di sisi lain, Made menambahkan, ini bisa menjadi kelemahan karena penggunaan BDT kemungkinan akan memunculkan ketidakluwesan dalam kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di tingkat daerah. Dalam penentuan angka kemiskinan pun akan menjadi kewenangan pemerintah pusat karena adanya sentralisasi data.
“Hingga kini belum ada kepastian pelaksanaan PBDT secara periodik. Kapan akan dilakukan kembali sangat tergantung pada pemerintah pusat. Padahal, dinamika kemiskinan itu terjadi sedemikian cepat sehingga sulit untuk diintervensi oleh masing-masing pemda,” jelas Made lagi.
Kendati demikian, PDBT merupakan satu langkah yang sangat strategis untuk mendapatkan data tunggal yang valid sebagai dasar kebijakan dalam perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan di DIY yang lebih cepat dan terarah. Made berharap, terobosan dalam kiat pemutakhiran data ini bisa secara signifikan membantu penurunan angka kemiskinan. [] Media Center PSKK UGM | Photo pencairan dana PSKS di Kantor Pos Besar DIY/Jurnal Asia