Metrotvnews.com, Jakarta: Dalam persidangan uji materi UU 1/1974 tentang Perkawinan di Mahkamah Konstitusi, saksi ahli sepakat menyebut perkawinan yang terjadi pada usia belia erat dengan kemiskinan.
Adapun aturan yang dibahas dalam uji materi ini adalah Pasal 7 UU Perkawinan yang memberi batas usia perkawinan untuk lelaki adalah 19 tahun, sedangkan perempuan 16 tahun. Regulasi itu disebut dapat membuka ruang bagi terjadinya perkawinan pada usia muda.
Profesor Muhadjir Darwin dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai rentang umur itu masih dalam kategori usia anak. Konferensi internasional, kata dia, menetapkan usia di bawah 18 tahun masih tergolong anak-anak.
"Kalau dinikahkan sebelum dewasa, ada implikasi sosial yang akan menghantui, seperti retan trafficking, pendidikan, dan kemiskinan," ujar Profesor Muhadjir dalam sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2014).
Ia menilai pernikahan anak ini erat kaitannya dengan faktor pendapatan. Tujuan penikahan semacam ini untuk membantu beban keluarga. Ia menyimpulkan, ada hubungan yang kuat antara pernikahan anak di bawah umur dengan kemiskinan. "Perkawinan anak bisa melanggengkan kemiskinan," papar dia.
Hal serupa juga diungkapkan Direktur Institut Kapal Perempuan, Misiyah. Ia mengatakan pernikahan di bawah umur dapat menutup akses pendidikan, khususnya pada perempuan. Pada akhirnya, kaum hawa hanya akan bekerja disektor informal dengan upah rendah dan rentan kekerasan. Mereka akhirnya berpotensi mengalami kemiskinan.
"Mereka akan menempati posisi kerja di sektor informal, seperti pelayan toko, pembantu rumah tangga, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan. Upahnya antara Rp9.000 dan tidak lebih dari Rp20.000 dengan jam kerja panjang lebih dari 10 jam kerja," beber Misiyah. [] Yogi Bayu Aji
*Sumber: Metrotvnews.com | Foto: Humas Mahkamah Konstitusi