REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Satu dari tiga anak Indonesia tergolong kekurangan gizi dan mengalami malnutrisi, sehingga perlu perhatian serius dari pihak terkait. Artinya, ada satu dari tiga anak di bawah usia lima tahun tergolong stunting dan kekurangan gizi.
Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Purwatiningsih mengatakan, meski data Kementerian Kesehatan mencatat, bahwa angka stunting turun menjadi 29 persen berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di 496 Kabupaten/Kota dengan sampel 165 ribu balita, namun isu malnutrisi pada anak tetap harus menjadi fokus perhatian.
Selain itu, meski angka kemiskinan Indonesia turun dari 32,53 juta individu atau 14,15 persen pada tahun 2009, menjadi 11,47 persen atau 28,55 juta individu pada September 2013, harus juga menjadi perhatian. “Pasalnya, jumlah balita pendek akibat kekurangan gizi mengalami peningkatan, yakni 37,2 persen dibandingkan dengan data 2010, yakni 35,6 persen,” ujar Sri, Jumat (4/11).
Menurut Sri, persoalan malnutrisi atau gizi buruk pada anak sangatlah kompleks karena banyak faktor yang berkaitan. Sementara, masyarakat seringkali memahami gizi buruk sebagai akibat dari kurangnya asupan makanan, seolah-olah di saat sudah memberikan makanan, maka persoalan gizi buruk teratasi.
“Padahal, ini juga berkaitan dengan praktik hidup sehat, kemudian bagaimana lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Apakah sudah memiliki akses air bersih? Apakah sanitasinya sudah layak atau belum?” ungkap Sri.
Ia menambahkan, bahwa praktik hidup sehat dan lingkungan yang bersih berperan penting untuk mencegah penyebaran penyakit, khususnya yang berisiko kematian pada bayi dan anak seperti diare, pneumonia, dan demam berdarah.[]
*Sumber: Republika | Foto: Makanan bernutrisi membantu anak-anak terhindar dari kasus malnutrisi./thegate.ca