Yogyakarta – Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM mengadakan riset terkait pengentasan kemiskinan ekstrem di daerah sub urban, Kabupaten Kampar, Riau.
Dalam pemaparan hasil riset bertajuk “Monitoring dan Evaluasi Kemiskinan Ekstream daerah Sub Urban di Kabupaten Kampar”, tim peneliti PSKK UGM, Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. dan Dr. Hakimul Ikhwan, M.A. menyampaikan bahwa lumbung kemiskinan ekstrem di Kabupaten Kampar ada pada wilayah-wilayah kecamatan yang berdekatan dengan Ibu Kota Kabupaten Kampar mencakup Kecamatan Kampar, Kecamatan Salo, Bangkinang, dan Kampa.
“Kawasan pinggiran kota di tiga kecamatan mencakup Kecamatan Kampar, Salo, dan Bankinang bukanlah kawasan perluasan perkotaan. Artinya, keberadaan sub urban bukan karena aktivitas di Pusat kota Kabupaten Kampar yang dialihkan ke pinggiran,” jelas Dr. Agus.
Pada tahun 2010, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kampar mencapai 10,47 persen, dan mengalami penurunan menjadi 7,82 persen pada 2021. Rata-rata penurunan persentase penduduk miskin selama periode 2010–2021 yakni sebesar -2,34 persen per tahun. Namun meski demikian, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kampar tahun 2021 masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin Provinsi Riau yang ada di angka 7,12 persen.
“Artinya jika dilihat secara relatif persentase penduduk miskin menurun namun secara riil hanya berkurang sedikit tetapi tidak signifikan karena pertambahan jumlah penduduk lebih cepat ketimbang kecepatan penurunan jumlah penduduk miskin,” ujar Dr. Agus Joko Pitoyo.
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pada 2023, pemerintah Kabupaten Kampar setidaknya telah melakukan 19 program. Namun, hasil analisis PSKK UGM menunjukkan bahwa masih ada sejumlah aspek yang perlu ditingkatkan dalam program-program tersebut.
“Program penanggulangan kemiskinan ekstrem di wilayah sub urban Kabupaten Kampar telah tersusun dengan baik dan telah terpetakan dan terkonvergensi pada level dinas (OPD), namun program-program yang bersumber dari swasta dan mitra pembangunan belum terpetakan dan belum terkoordinasi dengan baik,” ujar Dr. Hakimul Ikhwan.
Dr. Hakimul Ikhwan juga menjelaskan bahwa upaya pengurangan kantong-kantong kemiskinan ekstrem di Kabupaten Kampar umumnya masih bersifat business as usual, belum ada terobosan khusus yang dilakukan terutama terkait sinergitas dan kolaborasi pentahelix dengan mitra pembangunan dan lembaga filantrofi lainnya.
Selain itu, menurut Dr. Hakimul, jenis program yang dilakukan masih cenderung berfokus pada pemberian bantuan langsung, namun kurang disertai dengan program-program yang sifatnya pemberdayaan dan pendampingan penduduk miskin sehingga dapat melakukan transformasi sosial, ekonomi dan kultural secara berkesinambungan. Hal ini menyebabkan program kurang bisa menjangkau kebutuhan pemberdayaan bagi penduduk miskin dan penduduk miskin relatif masih terpinggirkan.
“Untuk program penanggulangan kemiskinan sekurang-kurangnya harus mencakup lima komponen, yakni pertama, komponen pengembangan masyarakat berupa serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat. Kedua, komponen BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dengan adanya dana simultan keswadayaan yang diberikan kepada masyarakat miskin untuk modal,” papar Dr. Hakimul.
“Komponen berikutnya yakni peningkatan kapasitas masyarakat miskin dengan fokus pada pelatihan dan pengembangan skill. Keempat, bantuan pengelolaan dan pengembangan produk melalui pendampingan secara simultan, konsultan manajemen, pengendalian mutu dan akses pasar. Dan komponen kelima yaitu penyesuaian program dengan kebutuhan masyarakat miskin (yang dirancang bukan secara top down tetapi bottom up),” pungkas Dr. Hakimul Ikhwan.
Penulis: Nuraini Ika
Foto: Arsip Media