Yogyakarta (Antara) – Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Mulyadi Sumarto mengingatkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memerhatikan dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.
“Ukuran kesejahteraan petani Indonesia menjadi tolak ukur, apakah bangsa ini sudah menuju sejahtera atau belum,” katanya dalam `Policy Corner` bertema `Evaluasi 2 Tahun Kinerja Jokowi-JK` di Kampus Program Doktoral Studi Kebijakan UGM Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan poin kelima dari Nawacita pemerintahan Jokowi-JK mengusung semangat dan tekad untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Kualitas hidup tersebut, kata dia, harus menjangkau mayoritas penduduk Indonesia, yang notabene berprofesi sebagai petani.
“Pada poin kelima Nawacita seharusnya kesejahteraan petani menjadi program prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Bukan hanya dengan memberikan berbagai program bantuan bagi masyarakat miskin, tetapi juga harus meningkatkan kesejahteraan petani melalui kenaikan nilai tukar petani,” katanya.
Menurut dia, persentase nilai tukar petani pada dua tahun kinerja Jokowi-JK tidak berbeda dengan kinerja pemerintahan SBY-Boediono pada tahun terakhir.
Tercatat, persentase nilai tukar petani periode Oktober 2014-September 2015, rata-rata mencapai 101.45, dan dalam tahun kedua Jokowi-JK pada Oktober 2015-September 2016 menjadi 101.96.
“Terlihat memang ada kenaikan dari tahun kedua Jokowi-JK dibanding tahun pertama, namun kenaikan itu sesungguhnya sama persis jika dibandingkan dengan kinerja pemerintahan SBY-Boediono pada Oktober 2013 – September 2014 yang nilainya mencapai 101.96. Jadi tidak ada peningkatan dibanding pemeritahan sebelumnya,” paparnya.
Oleh karena itu, tambah dia, pemerintah seharusnya memfokuskan diri untuk meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, apalagi mengingat jumlah mayoritas angkatan kerja Indonesia bekerja sebagai petani.
“Daripada pemerintah terlalu jauh melihat land reform bagi petani, untuk jangka pendek pun pemerintah harus memikirkan kesejahteraan petani. Itu yang lebih penting,” tandas Mulyadi.
Data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus menurun dari 39,22 juta pada tahun 2013, menjadi 38,97 juta pada 2014. Tahun 2015, jumlahnya menurun lagi menjadi 37,75 juta atau sekitar 40 persen. ***2*** (KR-RHN)
*Sumber: Antara Yogyakarta