Yogyakarta, PSKK UGM – Kompleks Candi Borobudur yang meliputi Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan kawasan di sekitarnya terdaftar dalam World Heritage List No. 592 pada 1991. Seiring ditetapkannya kompleks candi sebagai warisan budaya dunia oleh Organisasi PBB untuk Pendidikan. Keilmuan, dan Kebudayaan UNESCO, maka upaya pelestarian, perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan kawasan menjadi tanggung jawab pemerintah. Upaya pemeliharaan dan perawatan ini tidak lepas dari pengawasan UNESCO sehingga pemerintah wajib memberikan laporan secara berkala. Laporan diberikan kepada UNESCO sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah selaku pengelola selama enam tahun sekali. Untuk mengisi formulir dalam laporan berkala atau periodic reporting, perlu dilakukan berbagai kegiatan pemantauan (monitoring) di Kompleks Candi Borobudur.
Balai Konservasi Borobudur (BKB) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki beberapa kegiatan pemantauan, antara lain 1) pemantauan keterawatan batu candi, 2) pemantauan stabilitas struktur dan bukit Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon, 3) pemantauan dampak lingkungan, 4) pemantauan geohidrologi, dan 5) pemantauan kawasan Candi Borobudur.
Hal itu disampaikan oleh Drs. Marsis Sutopo. M.Si., Kepala BKB saat membuka Workshop Pengolahan Analisis Data Demografi di Magelang, Senin (30/5). Marsis juga menambahkan, kegiatan pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluation) sebetulnya telah dilakukan sejak 2010, namun saat itu belum ada dasar hukum yang menjadi pedoman dilaksanakannya kegiatan tersebut. Baru pada 2014, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan sekitarnya yang mengatur pelaksanaan pengendalian dan pemanfaatan tata ruang di Kompleks Candi Borobudur.
“Hingga 2015, kegiatan monitoring ini masih menemui kendala dalam pelaksanaannya. Belum ada kajian guna menentukan data apa saja yang diperlukan, metode pengambilan data, hingga bagaimana menganalisis data hasil monitoring,” kata Marsis.
Selain itu, keterbatasan kompetensi sumber daya manusia di dalam Tim Monitoring Kawasan Borobudur juga menjadi kendala tersendiri, terutama dalam menganalisis data yang diperoleh dari lapangan. Oleh karena itu, BKB mengundang peneliti dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM), yakni Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. dan Eddy Kiswanto, M.Si. sebagai narasumber dalam kegiatan workshop. Tujuannya tak lain untuk memberikan masukan kepada Tim Monitoring Kawasan Borobudur terkait metode perolehan, pengolahan, dan analisis data terutama data demografi kependudukan.
Marsis menambahkan, contoh analisis yang diperlukan, antara lain tentang tekanan pertumbuhan penduduk terhadap lahan, persepsi masyarakat terhadap pelestarian cagar budaya dan Kawasan Borobudur menurut tingkat pendidikan, maupun analisis data terkait lainnya.
“Faktor demografi merupakan variabel penting untuk dibahas karena selama ini data demografi yang didapat dari observasi lapangan belum bisa dianalisis sebagaimana mestinya,” kata Marsis lagi.
Sementara itu, Eddy dalam kesempatan itu menyampaikan, ada tiga hal yang perlu untuk diperhatikan di dalam mengolah data demografi. Pertama, sumber data antarwilayah haruslah sama, baik itu data dari Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Badan Pusat Statistik (BPS), maupun survei lainnya. Kedua, data yang ditampilkan bisa diperbandingkan antarwilayah dan rentang tahun-tahun tertentu. Kemudian yang ketiga, bagaimana cara menampilkan data.
“BKB, terutama tim pemantauan perlu memastikan bahwa sumber data yang digunakan adalah data valid sehingga saat ditampilkan data tersebut konsisten,” kata Eddy.
Hal itu penting, mengingat data Laporan Tahunan Monitoring dan BPS dirasa kurang valid bagi Eddy. Jumlah penduduk Desa Borobudur pada 2013 sebanyak 8.807 jiwa, hanya bertambah 3 jiwa pada 2014 menjadi 8.810 jiwa. Sementara jumlah penduduk perempuan dari 2013 ke 2014 juga tetap, yakni sebanyak 4.402 jiwa. Berbeda jika dibandingkan dengan data penduduk 2012 sebanyak 8.276 jiwa. Ada penambahan penduduk sebanyak 531 jiwa pada 2013 atau dengan persentase pertumbuhan penduduk 6,3 persen.
Eddy menambahkan, perlu penyediaan data yang lebih valid oleh Tim Pemantauan BKB. Caranya, bisa dengan melakukan pemberdayaan aparat desa. “Misalnya, melaluI aktivitas pendampingan terhadap para aparat desa dalam menyediakan data dasar kependudukan. Aktivitas ini bisa menjadi bagian dari program CSR atau tanggung jawab sosial pengelola Kawasan Borobudur.” [] Media Center PSKK UGM | Photo/dok.Balai Konservasi Borobudur