Yogyakarta, PSKK UGM – Proses persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga medis merupakan salah satu faktor tingginya angka kematian ibu maupun bayi. Menurut data “Fakfak dalam Angka 2013”, angka kematian bayi (AKB) pada saat proses persalinan di Kabupaten Fakfak, Papua Barat mencapai 46 kasus pada 2012. Sementara untuk angka kematian ibu (AKI) pada saat proses persalinan mencapai 5 kasus.
Secara umum, angka kematian bayi di Kabupaten Fakfak relatif sudah baik karena berada di bawah angka nasional. Namun, belum semua kelahiran di Kabupaten Fakfak ditolong oleh tenaga medis, terutama pada masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan. Sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan jasa mama biang (dukun bayi) untuk membantu proses persalinan.
“Di Kampung Pikpik, Distrik Kramongmongga misalnya, selain bidan desa, proses persalinan juga dibantu oleh mama biang atau dukun kampung yang oleh masyarakat setempat dipercaya memiliki kemampuan untuk membantu persalinan. Kemampuan itu diyakini merupakan bakat turunan dari orang tuanya yang dulu juga dikenal sebagai mama biang,” ujar Sri Purwatiningsih, M.Si., Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada saat menyampaikan hasil Studi Parameter Kemiskinan Kabupaten Fakfak 2012, Senin (24/3).
Menggunakan jasa dukun bayi dinilai sebagai pilihan alternatif saat masyarakat kurang memiliki akses terhadap penyedia layanan kesehatan. Kurangnya akses bisa saja terjadi karena masih sedikitnya sarana maupun tenaga kesehatan yang tersedia. Di Distrik Teluk Patipi misalnya, menurut data Dinas Kesehatan tahun 2011, terdapat satu puskesmas, dan empat puskesmas pembantu. Untuk tenaga kesehatan, ada satu dokter umum, satu dokter gigi, 27 perawat, dan sembilan bidan. Sarana maupun tenaga kesehatan tersebut digunakan untuk memfasilitasi masyarakat di 19 kampung yang terpencar di beberapa wilayah dengan jarak yang cukup berjauhan.
“Tak heran jika bantuan pelayanan kelahiran terhadap ibu hamil kemudian ditangani oleh bidan kampung atau dukun bayi. Ya itu adalah jalan yang diambil masyarakat saat tenaga kesehatan di kampung tidak tersedia,” ujar Sri lagi.
Terkait dengan angka kematian ibu dan bayi, Pemerintah Kabupaten Fakfak telah menempatkan persoalan ini sebagai salah satu prioritas dalam mengentaskan kemiskinan terutama di bidang kesehatan. Sri menambahkan, ada beberapa persoalan kesehatan yang juga perlu untuk diperhatikan pemerintah setempat, yakni persentase rumah tangga dengan balita kekurangan gizi, serta akses air bersih dan sanitasi yang higienis.
Sampai saat ini, persentase balita kekurangan gizi di Kabupaten Fakfak mencapai 22,17 persen. Angka ini memang berada di bawah angka provinsi namun, jelas masih saja jauh di atas angka nasional, yakni 18,4 persen. Sementara untuk akses masyarakat terhadap air bersih, baru mencapai 49,5 persen.
Survei Parameter Kemiskinan
Tiga indikator kualitatif dalam aspek kesehatan—persentase rumah tangga dengan balita kekurangan gizi, kelahiran tidak ditolong oleh tenaga medis, dan rumah tangga tanpa akses sanitasi—merupakan salah satu rekomendasi tambahan PSKK UGM dalam Survei Parameter Kemiskinan Kabupaten Fakfak. Indikator kualitatif tersebut ditambahkan agar pengukuran kemiskinan di Kabupaten Fakfak menjadi lebih akurat.
Usulan parameter PSKK UGM sebenarnya tetap mengacu pada aspek-aspek penyusunan kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), seperti aspek pendapatan, kesehatan, pangan, pendidikan, sandang, dan papan. Namun, parameter tersebut disusun dan disesuaikan lagi dengan sensitivitas lokal. Selain itu, ada tambahan tiga indikator kualitatif kesehatan, dan dua indikator kualitatif sosial.
“Parameter ini lebih sensitif terhadap persoalan kemiskinan, dan kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat Kabupaten Fakfak. Hasil studi ini diharapkan bisa menjadi pedoman penentuan program penanggulangan kemiskinan bagi semua instansi di Kabupaten Fakfak,” ujar Sri lagi. [] Media Center PSKK UGM | Sumber foto: Istimewa