Bulaksumur Message
Seminar Nasional HUT ke-43 PSKK UGM
“Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia: Perspektif Kerakyatan”
Gedung Masri Singarimbun, PSKK UGM, Bulaksumur – Yogyakarta
Sabtu, 9 April 2016
- Indonesia belum bebas dari kemiskinan. Penduduk miskin masih sebesar 11,22 persen atau 28,5 juta orang. Selain angka kemiskinan yang relatif masih tinggi, ketimpangan ekonomi juga masih tinggi, dan cenderung meningkat. Misalnya, Jika pada tahun 2002, konsumsi dari 10 persen penduduk terkaya sama dengan konsumsi dari 42 persen penduduk termiskin, maka di tahun 2014 konsumsi tersebut pertama sama dengan konsumsi dari 76 persen penduduk termiskin.
- Sejumlah kebijakan telah dikembangkan untuk mengatasinya, baik kebijakan yang bersifat tidak langsung, seperti menekan angka korupsi, dan menciptakan lapangan kerja baru, maupun yang bersifat lebih langsung, seperti memberikan jaminan sosial, atau memberikan akses kepada orang miskin berbagai bentuk pelayanan publik yang dibutuhkan. Namun, karena angka kemiskinan dan ketimpangan masih juga menggejala, maka diperlukan stretagi baru untuk membuat upaya penanggulangan kemiskinan dapat berlangsung secara lebih efektif.
- Strategi baru ini lebih dibutuhkan karena Indonesia telah berada di fase perubahan sistem kebijakan yang mendasar, yaitu dari sistem yang terpusat (sentralis), ke sistem baru yang desentralis. Di sini, desa semestinya ditempatkan sebagai titik kunci dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Sejak 2014, melalui UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat wilayah pemerintahan desa mempunyai peran yang sentral dan strategis dalam pembangunan. Hal ini sejalan dengan visi dan semangat Pemerintahan Jokowi untuk “membangun dari pinggir”, dengan mengutamakan pembangunan di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
- Pendekatan dari bawah ini harus dilakukan sejak melakukan pengukuran terhadap kemiskinan sampai ke pengembangan aksi-aksi penanggulangan kemiskinan. Penentuan parameter dan indikator kemiskinan harus dlilakukan dengan melibatkan perspektif dari warga miskin dan komunitasnya. Selanjutnya aksi penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan mendorong kreativitas warga miskin untuk mengembangkan aksi-aksi konkrit yang sesuai dengan kapasitas mereka, juga dengan mengembangkan semangat tanggung-renteng diantara warga-warga desa dalam mengatasi kemiskinan di desa mereka. Dengan demikian, orang miskin bukan lagi diperlakukan sebagai obyek kebijakan, tetapi subyek kebijakan.
- Untuk bisa demikian, ada 3 hal yang perlu mendapat penekanan:
- Diperlukan sinergi dan koordinasi, baik secara vertikal maupun horizontal antar pemerintah daerah.
- Diperlukan dorongan untuk memanfaatkan program-program dana desa yang memberi fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya kelompok miskin.
- Diperlukan poverty mainstreaming dalam perumusan kebijakan pembangunan di masing-masing desa.
MARI KITA KEMBALI KE DESA. DI DESA KEMISKINAN MENGGEJALA. DI DESA PULA KESADARAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAPAT KITA BANGKITKAN. DENGAN KEKUATAN DESA, KEMISKINAN KITA HAPUSKAN, DAN DENGAN ITU INDONESIA HARUS BEBAS DARI KEMISKINAN.
Yogyakarta, 9 April 2016
Semua peserta seminar sehari
Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia: Perspektif Kerakyatan
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada