Yogyakarta, PSKK UGM – Kemiskinan adalah isu yang sangat dinamis, bergantung pada tantangan jaman yang terjadi di saat itu. Di Indonesia, setiap periode pemerintahan memiliki fokus dan karakter masing-masing dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Di masa awal kemerdekaan, misalnya pemerintah menghadapi tantangan berupa agresi militer yang kembali digencarkan bangsa penjajah sehingga situasi politik dan keamanan negara belum stabil. Memasuki periode 1959-1965, di masa kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno, dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang pada perjalanannya akan merumuskan Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun (Penasbede) 1961-1969. Program pengentasan kemiskinan sudah termasuk di dalamnya sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan harga diri bangsa, mempertahankan kemerdekaan, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional dari sebuah negara yang baru saja berdiri.
Berbeda di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Mulai akhir 1966 sampai akhir 1968, pemerintah fokus untuk menstabilkan situasi ekonomi dan politik dengan upaya stabilisasi harga-harga kebutuhan pokok. Program penanggulangan kemiskinan termasuk dalam rencana pembangunan khas Soeharto yang kita kenal dengan sebutan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, yang memiliki perhatian terhadap isu-isu kemiskinan, Eddy Kiswanto, S.Si., M.Si. mengatakan, pada Pelita I-IV, penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui program sektoral dan regional, sementara pada Pelita V-VI, strategi yang digunakan adalah mengatasi permasalahan kesenjangan sosial ekonomi.
Eddy menambahkan, ada tiga pendekatan dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan di era Soeharto, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar, pemberdayaaan masyarakat, dan pendekatan berbasis hak.
Di masa itu juga, penurunan kemiskinan terjadi sangat signifikan. Sepanjang 1976 sampai 1996, jumlah penduduk miskin turun sebesar 31,7 juta atau rata-rata 1,6 juta per tahun. Selama 20 tahun tersebut, angka kemiskinan pada 1996 berada di posisi paling rendah, yaitu 11,7 persen atau sebanyak 22,5 juta penduduk miskin.
“Namun pada 1997 dan 1998, angka kemiskinan kembali naik signifikan. Badan Pusat Statistik pada waktu itu mengklarifikasi bahwa naiknya angka kemiskinan disebabkan oleh perubahan metode perhitungan jumlah penduduk miskin. Menurut BPS krisis ekonomi yang terjadi tidak serta merta menambah jumlah penduduk miskin,” kata Eddy.
Memasuki periode 2000-an, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Di dalamnya ada empat strategi penanggulangan kemiskinan yang diajukan melalui penciptaan kesempatan (create opportunity), pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan peningkatan akses kepada sumber daya ekonomi dan politik, peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan, dan perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang menderita cacat fisik, fakir miskin, keluarga terisolasi, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.
Fokus untuk meneruskan program penanggulangan kemiskinan, beberapa peraturan terkait hal itu dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya, Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 junto Nomor 34 dan Nomor 8 Tahun 2002 sebagai dasar hukum dibentuknya Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Lalu ada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang dibentuknya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang keberadaannya diharapkan dapat melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KPK. Kemudian Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan sebagai penyempurnaan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koodinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Perpres tersebut mengamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat nasional dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di tingkat provinsi. Keduanya masih secara aktif melakukan program-program penanggulangan kemiskinan.
PSKK UGM, lanjut Eddy, sebagai salah satu lembaga kajian juga sedari dulu aktif terlibat dalam program-program penanggulangan kemiskinan pemerintah, khususnya dalam studi pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluation) program. Pada 2005, bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, PSKK UGM melakukan studi monev terhadap Program Kompensasi dan Pengurangan Subsidi (PKPS-BBM). Lalu pada 2007, 2008, 2009, 2013, dan 2016, PSKK UGM melakukan Conditional Cash Transfer (CCT) Survey yang bertujuan untuk mengukur tiga hal, yaitu 1) akses rumah tangga terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, 2) ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan 3) upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan pendidikan.
Ada pula studi tentang Monitoring Information System (MIS) Program PNPM-Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM-GSC) pada 2013 dan 2014, Monitoring Bantuan Siswa Miskin (BSM) 2013-2014, Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015, Evaluasi Dampak Intervensi BCC (Behavior Change Communication) pada Perubahan Perilaku Ibu Penerima PKH 2016, serta Monitoring dan Evaluasi Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT-2017). [] Media Center PSKK UGM.