SKRI 2013: Memantau Program Perlindungan Sosial Pemerintah

06 Juli 2013 | admin
Kegiatan, Media, Pelatihan / Lokakarya

Yogyakarta, PSKK UGM – Sabtu, 22 Juni 2013, tepat pukul 00.00 WIB, pemerintah akhirnya resmi menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi. Untuk jenis premium (gasoline RON 88) naik menjadi Rp. 6.500, sementara untuk jenis solar (gas oil) naik menjadi Rp. 5.500. Tarif baru ini diatur dalam Peraturan Menteri Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013.

Menurut pemerintah, kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM diambil guna menyehatkan perekonomian negara. Pada APBN 2013, ekitar Rp. 193,8 triliun atau 11,5 persen dialokasikan untuk subsidi BBM. Padahal, lebih dari 50 persen subsidi tersebut dinikmati oleh 20 persen orang kaya di Indonesia. Hanya sedikit yang akhirnya benar-benar dinikmati oleh masyarakat khusunya kelas menengah ke bawah. Pemerintah merasa perlu adanya realokasi APBN.

Meski demikian, akhirnya ada dampak krusial yang harus dihadapi. Untuk tahun ini, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia atau Bappenas memperkirakan, pengurangan subsidi BBM akan memicu peningkatan signifikan dari inflasi perangkap kemiskinan hingga 9 persen. Tanpa ada penyesuaian kebijakan lebih lanjut, angka kemiskinan dari 11,66 persen akan naik hingga 12,2 persen yang artinya, ada 30 juta orang menjadi miskin.

Sekian langkah-langkah lalu diambil guna mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Ada dua program besar yang diperkenalkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K, yakni Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S), dan Program Kompensasi Khusus. Program ini menyasar Rumah Tangga Miskin (RTM) dan rentan.

Untuk bisa mengakses program-program perlindungan sosial ini, masyarakat penerima bantuan (berdasarkan Basis Data Terpadu) menerima kartu perlindungan sosial terpadu atau KPS. “Menurut rencana, awal Juni PT. Pos Indonesia melakukan distribusi KPS kepada rumah tangga sasaran tetapi sempat molor waktunya. Lalu, ada 25 persen rumah tangga atau lebih kurang 15,5 juta rumah tangga miskin di seluruh Indonesia yang akan mendapatkan kartu perlindungan sosial ini,” ujar Junedi Sikumbang, Analis Data TNP2K saatTraining of Trainer Survei Kesejahteraan Rumah Tangga Indonesia (SKRI) 2013 beberapa waktu lalu (19/6).

Menurut Junedi, KPS akan mengalami tumpang tindih dengan program pemberian kartu BSM (Bantuan Siswa Miskin) yang di waktu sebelumnya sudah didistribusikan. Sebagai informasi, kartu BSM memang hanya ditujukan kepada rumah tangga miskin yang memiliki anak usia sekolah. Oleh karena itu, pemerintah merancang prosedur standar pengaduan serta sistem pengambilan kartu agar memiliki kualitas yang lebih baik dalam menentukan sasaran rumah tangga miskin.

Selanjutnya, TNP2K merasa perlu untuk melakukan survei monitoring atau pengawasan, serta evaluasi terhadap pelaksanaan program. “Rencananya kan mulai survei pada 19 Juni tetapi akhirnya harus molor juga waktunya. Kita akan mengamati 12 kota di Indonesia, yakni Medan, lima kota di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Banjarmasih, dan Makassar,” ujar Junedi.

Berlangsung selama enam hari, mulai 19 sampai 24 Juni, pelatihan asisten lapangan SKRI 2013 ini diikuti oleh lebih dari 150 orang, yang merupakan enumerator (pewawancara), serta data editor. Proses pelatihan serta pendalaman materi ini diberikan agar para asisten lapangan dapat memahami sekaligus menjalankan survei dengan baik. Survei pemantauan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan rumah tangga, serta para pemangku kepentingan masyarakat. Berlaku sebagai penanggung jawab SKRI 2013, Dr. Sukamdi, Peneliti Senior PSKK UGM. [] Media Center 2013.