[POLICY NOTE] Tenaga Fungsional Peneliti Aparatur Sipil Negara Non Dosen di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri

16 September 2016 | admin
Esai & Opini, Media

Policy Note

Tahun 2002, secara khusus, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam regulasi ini, perguruan tinggi merupakan salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi bertanggung jawab meningkatkan kemampuannya dalam kegiatan penelitian. UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah mengatur bahwa penelitian merupakan salah satu kewajiban yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, selain pendidikan dan pengabdian masyarakat. Kegiatan penelitian juga merupakan salah satu upaya penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan tinggi, yaitu menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2012).

Di lingkup perguruan tinggi, kegiatan penelitian selama ini merupakan salah satu tugas utama dosen sebagai tenaga pendidik profesional dan seorang ilmuwan (pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2012). Namun dalam implementasinya, perguruan tinggi menemui beberapa persoalan untuk dapat melaksanakan peran penelitian dengan baik. Pertama, dosen mempunyai beban mengajar yang cukup banyak karena terbatasnya jumlah dosen. Di UGM misalnya, meskipun secara keseluruhan formasi dosen cukup banyak, tetapi masih dirasa kurang karena banyak dosen studi lanjut atau sebagian mengampu jabatan struktural, baik di lingkup internal UGM maupun lembaga pemerintahan. Hal ini berimplikasi pada keterbatasan waktu bagi dosen yang ada untuk melaksanakan kegiatan penelitian. Kedua, tidak semua dosen memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk melakukan penelitian sesuai dengan kaidah atau metode ilmiah yang benar. Hal ini berimplikasi pada rendahnya kualitas penelitian yang dihasilkan, baik secara metodologis maupun substansi.

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, kerja-kerja penelitian juga dilakukan oleh tenaga peneliti Pegawai Negeri Sipil non-dosen yang ada di perguruan tinggi yang tersebar di fakultas maupun pusat studi. Namun dalam status kepegawaian mereka  tidak memiliki jabatan fungsional sebagai peneliti sebagaimana status peneliti di lembaga pemerintah lainnya. Dalam status kepegawaian posisi mereka selama ini adalah sebagai tenaga kependidikan. Di UGM jumlah peneliti yang berstatus sebagai tenaga kependidikan di beberapa pusat studi saja mencapai 35 orang. Jumlah ini belum termasuk tenaga peneliti yang sama yang tersebar di seluruh fakultas di UGM. Sementara itu, mengacu pada Penjelasan Pasal 69 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2012, peneliti tidak termasuk dalam tenaga kependidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pengakuan terhadap tenaga peneliti PNS non-dosen.

Apabila tidak disikapi secara tepat, maka ketidakjelasan posisi para tenaga peneliti PNS non-dosen ini akan menurunkan kualitas kinerja mereka sebagai tenaga peneliti di perguruan tinggi. Status mereka sebagai tenaga kependidikan memungkinkan mereka untuk setiap saat dipindah ke unit-unit di universitas menjalankan tugas-tugas administratif ketimbang tugas penelitian. Sesuatu yang sangat bertentangan dengan jiwa dan kapasitas mereka selama ini yang selama bertahun-tahun menjalankan tugas penelitian. Penurunan kinerja mereka sebagai peneliti dikhawatirkan akan berimplikasi pada menurunnya kualitas kinerja universitas dalam bidang penelitian. Oleh karena itu, pengakuan terhadap keberadaan tenaga fungsional peneliti menjadi satu kebutuhan penting untuk menggerakkan kegiatan penelitian di lingkungan perguruan tinggi dalam rangka mewujudkan universitas riset berkelas internasional (world class research university).[]

Dr. Agus Heruanto Hadna
Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada
hadna@pskk.dar7.com