Pers Rilis HUT 40 Tahun PSKK UGM

18 April 2013 | admin
Media, Siaran Pers

YOGYAKARTA – Rabu (27/3) pukul 08.00 WIB, bertempat di Ruang Auditorium Gedung Masri Singarimbun, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan konferensi pers dalam rangka HUT 40 TAHUN PSKK UGM. Hadir sejumlah rekan-rekan media baik dari media cetak, televisi, radio, maupun online.

Peringatan ini dirancang bukan hanya menjadi ritual tahunan melainkan dapat menjadi titik tolak sebagai upaya PSKK memberikan kontribusi nyata dalam kajian dan penyusunan strategi pencapaian MDGs. Serangkaian kegiatan pun telah dipersiapkan seperti orasi ilmiah tentang MDGs oleh Prof. Nila F. Moeloek selaku Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk MDGs, peluncuran beberapa buku hasil penelitian PSKK, seminar nasional bertema “Menggagas MDGs ke SDGs: Peran Politik, Swasta, dan Civil Society” serta berbagai kegiatan lomba dan bakti sosial.

Di awal sambutannya, Dr. Agus Heruanto Hadna, M.Si., Kepala PSKK UGM menyampaikan profil serta kiprah lembaga. Sebagai sebuah lembaga riset, PSKK terus berupaya menjalankan visi sebagai sumber referensi kebijakan kependudukan di Indonesia. “Kita ketahui, pasca reformasi 1998, isu-isu kependudukan semakin kompleks dan dinamis tapi perhatian pemerintah justru semakin berkurang. Di lain sisi, isu tentang pro natalis atau setuju terhadap tingginya jumlah penduduk juga semakin menguat. Ini tentu tidak benar. Paradigma kami melihat, penting sebenarnya untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia, dan bukan jumlah penduduknya.”

Hadna menambahkan, pada usia ke 40 tahun ini PSKK mengangkat slogan “Riset untuk Edukasi dan Mengabdi”. Slogan ini berlandaskan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, serta pengabdian. Sebagai pusat studi di perguruan tinggi, PSKK memiliki fungsi utama riset. Riset-risetnya lalu diarahkan untuk memperkuat proses pendidikan dan pengabdian masyarakat. Untuk kontribusi bagi edukasi, PSKK memiliki sekolah Magister Studi Kebijakan dan Doktor Studi Kebijakan. Selain itu, lembaga juga memiliki divisi trainning yang kerap mengadakan pelatihan serta seminar.

Untuk bidang pengabdian, PSKK juga melakukan program KKN (kuliah kerja nyata), pendampingan, serta advokasi kebijakan. “Advokasi kebijakan sudah sering kami lakukan, terutama di tingkat pemerintah daerah dan melalui berbagai macam program termasuk corporate social responsibility. Di tingkat nasional, kami juga sering diminta untuk membuat grand desaign tentang kependudukan, dan pembangunan yang lain,” ujar Hadna.

Selain profil lembaga, Hadna juga memaparkan beberapa isu kependudukan di Yogyakarta yang saat ini menjadi perhatian. Yogyakarta tidak hanya menjadi barometer pendidikan tetapi juga barometer kependudukan nasional. Beberapa indikator kependudukan menunjukkan, Yogyakarta selalu lebih rendah dibandingkan dengan level nasional. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan adanya peningkatan angka total kelahiran di Yogyakarta, yakni dari 1,93 menjadi 2,1. Sama halnya dengan tingkat nasional, juga meningkat dari 2,41 menjadi 2,6. Hal ini dinilai sebagai bentuk kegagalan dari program KB (keluarga berencana) dan akan menjadi beban berat bagi pemerintah.

Isu kependudukan lain yang tidak kalah menarik untuk dicermati adalah, meningkatnya jumlah lansia (lanjut usia) di Yogyakarta. Jumlah lansia pada 2010 sebesar 9,5 persen dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Artinya, angka harapan hidup di Yogyakarta termasuk paling tinggi di Indonesia. Pertanyaannya kemudian, apakah sudah tersedia kebijakan pemerintah yang pro pada lansia? Menurut Hadna, kebijakan untuk pelayanan kepada lansia belum cukup memadai. Kebijakan kependudukan yang ada saat ini lebih memberikan perhatian kepada anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah mulai memikirkan bagaimana respon kebijakan bagi lansia.

“Berikutnya adalah persoalan kemiskinan. Topik ini juga menjadi salah satu perhatian studi lembaga kami. Data nasional menunjukkan angka kemiskinan di Yogyakarta paling tinggi di Jawa. Padahal, seperti banyak orang tahu, Yogyakarta merupakan pusatnya perguruan tinggi di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Yogyakarta pun nomor tiga di tingkat nasional. Selain itu, jumlah penduduknya yang rentan terhadap kemiskinan pun juga cukup banyak,” ujar Hadna.

Tingginya angka kemiskinan di DIY bisa saja terjadi karena ada beberapa indikator yang kurang tepat untuk mengukur. Oleh karena itu, Hadna menambahkan, hingga kini PSKK bersama Badan Pusat Statistik (BPS) masih terus melakukan kajian kasus kemiskinan di DIY yang tergolong unik ini. []