WE Online, Jakarta – Hampir semua pihak sepakat kemacetan dan lalu lintas di Jakarta adalah persoalan yang pelik sehingga tidak mudah diselesaikan, namun tidak semua menyadari salah satu akar dari permasalahan tersebut adalah bagaimana jumlah penduduk bisa terkendali.
Ketika semua pihak memandang hal yang penting diatasi adalah masalah korupsi, kecurangan politik, maraknya pelecehan dan kekerasan pada anak, iklim dunia usaha yang belum kondosif, konflik horizontal antar masyarakat serta kemiskinan maka hampir tidak ada yang peduli terhadap pengendalian jumlah penduduk yang juga berkolerasi dengan semua masalah diatas.
"Setiap tahun penduduk Indonesia bertambah empat juta jiwa, kondisi ini sangat memprihatinkan," kata Kepala BKKBN Fasli Jalal dalam sebuah kesempatan di Jakarta awal Mei 2013.
Dia menjelaskan, Data sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa.
Jumlah ini meleset dari rencana pemerintah saat melihat hasil sensus penduduk di tahun 2000. Padahal, kata dia, tingginya jumlah penduduk berdampak pada banyak hal.
"Di antaranya ketersediaan lahan, ketersediaan energi hingga ketersediaan lapangan pekerjaan dan ketersediaan pangan," katanya.
Banyak masalah sosial yang dihadapi dengan jumlah penduduk yang tidak terkendali, contohnya penurunan angka kemiskinan.
Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penuduk (LPP) 1,49 per tahun.
Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Tanah Air pada 2045 menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.
Data dari sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik disebutkan provinsi yang berada di pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.
Jawa Barat ada pada peringkat pertama dengan jumlah penduduk 43.053.732 jiwa, disusul oleh Jawa Timur dengan 37.476.757 jiwa, Jawa Tengah 32.382.657 jiwa, Banten 10.632.166 jiwa kemudian DKI Jakarta dengan 9.607.787 jiwa dan DI Yogyakarta 3.457.491 jiwa.
Peningkatan pertumbuhan penduduk ini juga menjadi kekhawatiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sebuah kesempatan di pertemuan forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik, APEC di Bali 2013 lalu, ia memperingatkan bahaya ini yang bisa memberikan pengaruh secara kawasan.
Presiden mengatakan APEC akan dihadapkan oleh tantangan baru, antara lain pertumbuhan penduduk yang dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan ekonomi di kawasan.
"Populasi global telah tumbuh dari hanya lebih dari 5,5 miliar orang pada 1994 menjadi lebih dari 7 miliar saat ini. Pada 2045 akan ada 9 miliar orang di seluruh dunia," kata Presiden saat itu.
Menurutnya, peningkatan populasi di kawasan Asia Pasifik dikhawatirkan akan memberikan beban yang besar pada kebutuhan kawasan APEC seperti pasokan energi, makanan dan air.
Visi Calon Presiden Dalam pemilihan presiden yang akan digelar pada 9 Juli 2014 mendatang, secara resmi telah ada dua pasangan calon presiden masing-masing Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa dan Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Namun sayangnya, secara umum, belum tampak pengarusutamaan pengendalian laju pertumbuhan penduduk baik melalui program keluarga berencana maupun program peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dalam visi maupun misi kedua pasangan capres tersebut.
Dalam visi dan misi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, berdasarkan dokumen Komisi Pemilihan Umum yang dipublikasikan melalui situs www.KPU.go.id disebutkan visi adalah terwujudnya Indonesia yang berdaulat mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Sementara dari dokumen di laman yang sama, visi dari pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa adalah membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat.
Dari program Prabowo-Hatta yang bertajuk Agenda Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia, masalah kualitas sumber daya manusia, baru ditekankan mengenai pelaksanaan reformasi pendidikan ditambah point ke lima dari delapan poin agenda tersebut yaitu meningkatkan kualitas pembangunan sosial melalui program kesehatan, sosial, agama, budaya dan olahraga.
Sementara dari program Jokowi-JK yang bertajuk Nawa Cita,dari sembilan program, belum ada yang mengait dengan penanganan laju pertumbuhan penduduk. Pada point ke lima hanya ditegaskan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan pada point ke delapan mencantumkan program revolusi karakter bangsa.
Ancaman nyata Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia merupakan ancaman nyata bila hal tersebut tidak dikelola dengan baik. Jumlah penduduk yang banyak dengan kualitas yang minim justru akan menimbulkan beban dan bukan menjadi potensi.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebetulnya telah menetapkan program jangka menengah untuk mengendalikan jumlah penduduk.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menekan angka kelahiran total secara nasional sebesar 2,37 per perempuan usia reproduktif dengan salah satunya adalaha menargetkan tingkat pemakaian kontrasepsi sebesar 60,5 persen.
Namun upaya tersebut tidak akan optimal tanpa adanya dukungan penuh pemerintah baik pusat maupun daerah. Tanpa adanya program pengendalian pertumbuhan penduduk pada pemerintahan mendatang maka bisa dipastikan jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat sehingga memberikan dampak negatif pada semua sektor bila tidak dikelola dengan baik.
Kini masa depan Indonesia, lima tahun mendatang, ada ditangan siapapun pasangan capres-cawapres yang memenangi pilpres mendatang. Mereka juga akan memberikan andil, bagaimana Indonesia nanti saat peringatan seratus tahun kemerdekaan pada 2045, menjadi negara maju dengan jumlah penduduk yang proporsional disertai kemampuan sumber daya manusia yang tinggi atau menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak tapi tak berkualitas sekaligus menjadi negara terbelakang yang miskin.[] (Ant/Panca Hari Prabowo)
*Sumber: Warta Ekonomi, 25 Mei 2014 | Foto: VivaNews