DEPOK, KOMPAS — Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah perlu diberikan agar peserta didik memperoleh pengetahuan yang benar terkait perkembangan seksual. Mereka diharapkan mampu menata perilaku seksual agar lebih sehat dan bertanggung jawab.
Hal itu terungkap dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (9/8).
Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Julianto Witjaksono memaparkan, banyak remaja berhubungan seksual sebelum menikah. Data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, umur pertama kali berhubungan seksual sebelum menikah sudah ada di rentang 10-14 tahun. Adapun angka usia menikah pertama di kelompok umur 10-14 tahun 4,8 persen.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, ada indikasi peningkatan perilaku seks pranikah pada remaja di banyak tempat. ”Menurut informasi dari guru-guru di sejumlah daerah, aktivitas seksual pranikah banyak dilakukan anak sekolah,” ujarnya.
Julianto menambahkan, angka kelahiran menurut umur (ASFR) pada kelompok umur 15-19 tahun pun tinggi. Padahal, usia terlalu muda untuk hamil berisiko terhadap kesehatan, baik ibu maupun janin yang dikandung.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, ASFR remaja berusia 15-19 tahun di desa naik dari 27 per 1.000 perempuan pada 2007 menjadi 69 per 1.000 perempuan pada 2012. Di perkotaan, ASFR kelompok berusia 15-19 tahun naik dari 26 per 1.000 perempuan tahun 2007 menjadi 32 per 1.000 perempuan pada 2012.
Sekolah
Menurut Sulistiyo, pendidikan kesehatan reproduksi perlu ada di sekolah. Salah satu tujuannya menghindarkan siswa dari segala bentuk pelecehan. Pendidikan kesehatan reproduksi itu tak disampaikan dalam mata pelajaran khusus, tetapi terintegrasi dengan pelajaran dan aktivitas kesiswaan yang relevan.
Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Peserta Didik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Arfah Laidiah menegaskan, pendidikan kesehatan reproduksi bukan mengajarkan remaja berhubungan seks, melainkan menyampaikan informasi benar terkait perkembangan seksual remaja sesuai usia. Remaja diharapkan bisa menata perilaku seksual dengan baik, sehat, dan bertanggung jawab. Hal itu butuh kesiapan guru di sekolah dan orangtua di rumah.
Utusan Khusus Indonesia untuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Nila Moeloek menilai, pendidikan kesehatan reproduksi penting. Hal itu bertujuan menyiapkan generasi bangsa berkualitas.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, proporsi perempuan usia subur berisiko kurang energi kronis 38,5 persen pada ibu hamil kelompok umur 15-19 tahun. Gangguan gizi itu bisa berdampak pada perkembangan kognitif bayi, anak jadi pendek, dan muncul penyakit tak menular. (ADH)
*Sumber: Harian KOMPAS, 11 Agustus 2014 | Foto: Istimewa