ICSC 2018: Skema Perlindungan Sosial untuk Persoalan Kependudukan Masih Terbatas

17 April 2018 | admin
Berita PSKK, Kegiatan, Konferensi / Seminar, Main Slide, Media

Yogyakarta, CPPS UGM – Di beberapa negara berkembang, program keluarga berencana masih terus didorong guna mengatur tingkat fertilitas penduduk. Sementara di beberapa negara lain, dimana program ini cukup berhasil, angka pertumbuhan penduduknya mampu ditekan sehingga mendorong perubahan struktur penduduk. Saat ini struktur penduduknya didominasi oleh penduduk usia lanjut.

Meningkatnya angka penduduk lansia yang disertai dengan turunnya angka penduduk usia muda sebetulnya menunjukkan peningkatan angka harapan hidup, utamanya perbaikan standar hidup sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, perubahan demografi ini menjadi problematis karena memunculkan persoalan-persoalan yang baru.

Wakil Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si. menyampaikan, peningkatan jumlah penduduk lansia, misalnya harus diikuti pula dengan pelayanan kesehatan terhadap lansia yang memadai serta skema pensiun yang lebih baik. Sayangnya, skema perlindungan sosial yang ditujukan guna meminimalisir masalah-masalah kependudukan masih sangat terbatas.

Begitu pula di bidang ketenagakerjaan. Semua pekerja, baik formal maupun informal, baik pekerja migran lokal maupun internasional, juga seharusnya memiliki skema perlindungan sosial yang melindungi mereka dari penyakit dan risiko kecelakaan kerja. Namun hal ini juga berkelindan dengan persoalan lainnya, yakni terbatasnya lapangan kerja di sektor formal. Penduduk yang kurang terampil khususnya, tidak punya pilihan sehingga mau tak mau masuk ke sektor-sektor informal.

Laporan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2017 menyebutkan, pekerja sektor informal di India, Bangladesh, dan Kamboja tercatat lebih dari 80 persen dari total tenaga kerja yang ada. Sementara di Indonesia, pekerja sektor informal adalah sekitar 79 persen dan di Vietnam sekitar 58 persen.

“Kita tahu bahwa sektor informal tidak mampu menyediakan posisi kerja yang stabil, pendapatan yang kurang memadai, sama halnya dengan perlindungan sosial. Akibatnya, banyak pekerja sektor informal yang hidup di bawah standar hidup pada umumnya,” kata Pande.

Selain itu, situasi sosial-politik yang berkaitan dengan perubahan demografis juga ikut mendorong migrasi internasional sukarela dan terpaksa yang kompleks. Migrasi sukarela umumnya terjadi karena minimnya kesempatan kerja di negara asal, sedangkan di negara tujuan menawarkan kesempatan, pendapatan, dan kondisi kerja yang lebih baik. Di saat yang sama, migrasi internasional terpaksa terjadi sebab kondisi khusus, seperti konflik dan bencana alam yang terjadi di negara asal. Mereka bermigrasi mencari tempat yang lebih aman untuk melanjutkan hidup. Terlepas dari itu, baik pekerja migran internasional sukarela maupun terpaksa masih rentan terhadap penyalahgunaan hak asasi manusia dan berhadapan dengan persoalan minimnya perlindungan dari pemerintah, baik dari negara pengirim maupun penerima.

Pande menambahkan, isu-isu kependudukan bergerak semakin kompleks setelah adanya pergeseran konteks sosial-politik yang disebut sebagai “kekacauan dunia” atau a disrupted world. Pergeseran itu terjadi terutama karena perkembangan teknologi informasi dan tata pemerintahan global. Pola dalam pelayanan publik berubah, sama halnya dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang kini cenderung menggunakan teknologi informasi digital. Sebagai contoh, aktivitas ekonomi berbasis daring di negara-negara berkembang mendorong perusahaan-perusahaan swasta mengurangi jumlah pekerjanya. Muncul kemudian persoalan pengangguran yang serius. Di sisi lain, pemerintah masih saja dihadapkan pada persoalan klasik, yaitu lambannya respon kebijkan dari pemerintah, sementara teknologi berkembang dengan pesatnya.

“Situasi dan kondisi hari ini yang begitu kompleks memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis. PSKK UGM kemudian berinisiatif untuk menyelenggarakan International Conference and Summer Course (ICSC) 2018 pada Agustus nanti,” kata Pande yang juga merupakan ketua penyelenggara ICSC 2018.

Mengambil tajuk “Population and Social Policy in A Disrupted World”, PSKK UGM akan menyelenggarakan konferensi yang memfasilitasi para ahli, peneliti, dan praktisi bereputasi untuk mendiskusikan kajian-kajian mereka dalam bidang kependudukan dan kebijakan sosial. Konferensi ini akan diselenggarakan pada 6 Agustus, sedangkan kegiatan Summer Course yang bertajuk “International Labour Migration in the Shifting World: New Insight and Policy Challenges” akan diselenggarakan selama sepuluh hari mulai tanggal 7 sampai 17 Agustus. Informasi selengkapnya mengenai kegiatan ini bisa Anda akses di halaman http://icsc2018.id/. [] Media Center PSKK UGM.