Filantropi Berkelanjutan Jadi Cara Berfilantropi Masa Kini | Majalah CSR

08 Mei 2018 | admin
Arsip Media, Berita PSKK, Main Slide, Media

Jakarta – Majalahcsr. Potensi filantropi sangat besar untuk mengarahkan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menjadi sesuatu yang lebih panjang dengan bekerjasama dengan pihak lain di suatu daerah.

Aktivitas filantropi yang disertai pemberdayaan masyarakat akan berkontribusi signifikan pada pengurangan kemiskinan dan perbaikan taraf hidup masyarakat. Tanpa ada pemberdayaan masyarakat, aktivitas filantropi bukan membantu masyarakat miskin keluar dari kemiskinan, melainkan justru melestarikan kemiskinan.

Apabila filantropi dilakukan hanya dalam bentuk pemberian uang atau barang kepada orang yang dianggap membutuhkan, aktivitas itu tidak akan berdampak signifikan terhadap pengentasan rakyat dari kemiskinan. Sebaliknya, apabila dikemas dalam sebuah kegiatan pemberdayaan, aktivitas filantropi tersebut sangat mungkin bisa meningkatkan perekonomian warga yang menjadi sasaran.

”Kegiatan filantropi itu seharusnya bukan hanya charity (amal), tetapi juga pemberdayaan,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam diskusi ”Filantropi untuk Pemberdayaan Umat” di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang dilansir oleh Kompas, Kamis (1/3).

Acara yang digelar atas kerja sama UGM, Muhammadiyah, dan Tahir Foundation itu dihadiri sejumlah pembicara, yakni Menteri Sekretaris Negara Pratikno, pengusaha Dato’ Sri Tahir, dan Rektor UGM Panut Mulyono. Acara yang dipandu oleh jurnalis televisi Najwa Shihab ini dihadiri pula Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

Pratikno menyatakan, lembaga-lembaga di luar pemerintah, termasuk para pelaku filantropi, memiliki peran penting untuk ikut menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Dikatakannya bahwa energi pemerintah terbatas, sehingga filantropi menjadi sesuatu yang penting.

Menurut Mu’ti, aktivitas filantropi juga harus dilakukan dengan motivasi yang tulus dan tidak disertai niat-niat tersembunyi. Jika tidak, kegiatan filantropi bisa sekadar menjadi ajang pamer kekayaan.

Dato’ Sri Tahir mengatakan, aktivitas filantropi harus dilakukan berdasarkan komitmen pribadi yang kuat. Karena itu, dia menyebut, kegiatan filantropi berbeda dengan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan. ”Filantropi itu bukan CSR dan bukan sedekah. Filantropi itu adalah komitmen terhadap hati nurani kita sendiri,” katanya.

Apabila didasari komitmen pribadi yang kuat, kata Tahir, aktivitas filantropi bisa dilakukan secara berkelanjutan. Dirinya menyatakan bahwa filantropi yang dikerjakannya tidak tergantung pada apakah tahun ini untung atau rugi.

Co-chair Filantropi Indonesia, Erna Witoelar menjelaskan bahwa filantropi tidak hanya sekedar hibah, karena sekarang sudah mengarah ke blended invesment. “Misalnya Medco di Papua melakukan kombinasi antara hibah dan investasi produknya,” ujar Erna, Rabu (7/3).

Contoh lainnya adalah Yayasan Unilever melalui program CSR-nya membuat perusahaan untuk mengelola sampah. Yayasan Adaro yang tadinya memberi jamban kemudian membuat perusahaan untuk membuat jamban yang dijual di daerah sekitar.

“Biasanya hal ini terjadi saat suatu yayasan mempunyai filantropi dan csr,” jelas Erna.

Saat ini diakui Erna bahwa sesuai perkembangan jaman, generasi kedua dari beberapa yayasan misalnya Tanoto Foundation atau Tahir Foundation sudah banyak yang berubah untuk blended investment, atau filantropi yang berkelanjutan.

Kerja sama

Dengan komitmen itu pula, Tahir Foundation memutuskan bekerja sama dengan Muhammadiyah dan UGM untuk memberdayakan masyarakat. Dalam kerja sama yang dimulai tahun ini, Tahir Foundation akan menyalurkan dana filantropi sebesar Rp 250 miliar selama lima tahun atau Rp 50 miliar per tahun. Dana itu akan dipakai untuk pemberdayaan di bidang kesehatan, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja.

Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Muhadjir Darwin mengatakan, dalam kerja sama ini Tahir Foundation sebagai penyedia dana, sementara Muhammadiyah dan UGM sebagai perumus dan pelaksana program pemberdayaan masyarakat. Program ini akan menyasar masyarakat di sejumlah wilayah dengan kondisi geografis berbeda, misalnya nelayan, warga kurang mampu di perkotaan, ataupun masyarakat yang masih tinggal di pedalaman.

”Program ini nantinya harus inovatif sehingga bisa menciptakan kegiatan produktif yang sustainable (berkelanjutan) di masyarakat,” ujar Muhadjir yang terlibat langsung dalam kerja sama itu.

Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah siap bekerja sama dengan Tahir Foundation dan UGM untuk mengembangkan pemberdayaan masyarakat yang benar-benar efektif. Dengan pengalaman yang dimiliki ketiga lembaga, kerja sama itu diharapkan bisa menghasilkan program pemberdayaan yang berskala luas dan memberi dampak signifikan.

Panut menambahkan, program pemberdayaan itu akan melibatkan para mahasiswa, baik dari UGM maupun perguruan tinggi Muhammadiyah. Keterlibatan para mahasiswa tidak sekadar sebagai pelaksana, tetapi juga sebagai peneliti yang menjadikan program pemberdayaan ini sebagai bahan kajian untuk tugas akhir. []

*Sumber: Majalah CSR Indonesia