Yogyakarta – Pakar dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) mengusulkan agar negara memberi jaminan sosial bila ratas di tingkat pusat berujung pada pembatasan pemudik untuk kembali ke kampung halamannya, di tengah masa social distancing yang berlaku di Indonesia. Utamanya para pekerja minim upah dan UMKM.
Ketua PSKK UGM Joko Pitoyo menjelaskan, setidaknya ada dua alasan yang membuat pekerja informal memilih pulang kampung. Pertama, karakteristik masyarakat Indonesia yang terikat dengan tanah tumpah darah, yakni kampung halamannya. Sebab, di tempat itu mereka merasa aman dan ada ikatan emosi.
Kedua, adanya jaring pengaman ekonomi, yaitu mereka bekerja di perantauan dan mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk ditabung atau dikirim ke sanak saudara di kampung halamannya.
“Namun, ketika terjadi seperti ini [pandemi COVID-19], mereka kehilangan mata pencahariannya. Pekerja informal tidak punya ruang melakukan ekonomi produktif, bahkan ada yang digusur,” ungkapnya, Senin (30/3/2020).
Menurut Joko, dalam kondisi sekarang ini, posisi mereka serba sulit. Pasalnya, di perantauan kondisi ekonomi mereka serba terbatas dan tidak dapat diharapkan. Di sisi lain, ketika pulang ke kampung halaman, mereka dianggap membawa bibit virus. Bahkan, sudah banyak tempat-tempat yang melakukan lockdown dan karantina wilayah secara swadaya.
“Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah mereka pulang dan mencegah penyebaran virus yaitu memberikan pekerjaan atau sebuah jaminan sosial [jamsos],” tuturnya.
Ia menambahkan, masyarakat di kampung halaman seharusnya tidak boleh melarang perantau untuk pulang. Hanya saja, yang harus benar-benar dilakukan bagi para perantau adalah mengikuti prosedur dengan cara isolasi diri selama 14 hari. Baru setelahnya, mereka bisa kembali beraktivitas seperti masyarakat pada umumnya.
Sumber: suarajogja.id | Photo: flickr.com (mudik/istimewa)