Yogyakarta, PSKK UGM – Selama lima hari, yakni mulai 27 sampai 31 Januari 2014, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyelenggarakan pelatihan bagi 185 asisten lapangan. Pelatihan ini merupakan bagian dari rangkaian Survei Kualitas Pendidikan Anak (SKPA) yang dilaksanakan sejak Februari 2013. Bekerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), survei kali ini bertujuan untuk memantau proses penyaluran dana manfaat program Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Eddy Kiswanto, M.Si., Peneliti PSKK UGM yang juga merupakan wakil peneliti utama (Co-PI) mengatakan, ada tiga tahap dalam rangkaian survei ini. Pada tahap pertama atau baseline, tim peneliti melakukan survei terhadap rumah tangga calon penerima BSM. Kemudian pada tahap selanjutnya di bulan Oktober, midline adalah survei terhadap rumah tangga penerima kartu BSM. Jadi, melihat bagaimana distribusi penyaluran kartu BSM.
“Kita kini sudah sampai pada tahap endline. Melalui survei ini, kita ingin melihat distribusi penyaluran dana BSM. Bagaimana proses penyaluran dana sampai ke rumah tangga? Lalu, apa saja manfaat yang diterima oleh rumah tangga?” ujar Eddy saat pembukaan pelatihan asisten lapangan SKPA Tahap Endline di Hotel Griya Persada, Kaliurang, Senin lalu (27/01).
Idealnya, dana BSM yang diterima oleh masing-masing rumah tangga digunakan untuk kebutuhan pendidikan anak. Eddy menambahkan, ada mekanisme penyaluran BSM yang berbeda. Jika sebelumnya dana BSM disalurkan melalui sekolah, maka saat ini dana tersebut langsung dilimpahkan kepada rumah tangga yang anaknya terdaftar sebagai penerima BSM.
“Maka, tidak bisa kemudian dikontrol satu per satu penggunaan dananya. Nah, di sinilah saya kira survei kita kali ini merupakan survei yang sangat strategis. Kita akan melihat bagaimana penyaluran dan pemanfaatan dana tersebut,” jelas Eddy lagi.
Sementara itu, Mohammad Herman dari Tim Monitoring and Evaluation TNP2K dalam kesempatan yang sama menyampaikan, di awal Desember lalu, Program for International Student Assessment (PISA) merilis hasil survei tentang kemampuan siswa dan sistem pendidikan. Survei yang dilaksanakan pada 2012 ini melibatkan 510 ribu siswa berusia 15 sampai 16 tahun dari 65 negara dunia, sebagai responden. Ada tiga bidang yang dilihat dalam melihat kemampuan siswa, yakni matematika, sains, dan membaca.
Temuan survei PISA cukup menarik. Indonesia berada di peringkat 64 atau kedua dari bawah untuk kemampuan matematika. Hanya kurang dari satu persen siswa Indonesia yang memiliki kemampuan bagus di bidang matematika. Peringkat ini sangat jauh dari negara tetangga, Singapura yang menempati peringkat kedua untuk kemampuan matematika. Meski begitu, pada poin penilaian yang lain, sebagian besar responden di Indonesia menyatakan “bahagia di sekolah”. Persentasenya mencapai 96 persen dan menempatkan Indonesia di peringkat pertama.
“Jadi sangat jauh ya rentang atau gap antara Indonesia dengan negara-negara lainnya di Asia. Bahkan untuk Vietnam, kemampuan akademik siswa-siswanya berada di peringkat delapan. Indonesia hanya menang satu peringkat di atas Peru,” ujar Herman.
Cukup ironis, kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah namun para siswa merasa bahagia. Ini menunjukkan, ada yang salah di dalam sistem pendidikan yang berjalan selama ini. Herman menambahkan, semoga ini bisa menjadi motivasi dalam menyukseskan program BSM. Ke depan, tidak hanya memberi peluang bagi siswa untuk dapat mengakses pendidikan ke level yang lebih tinggi, harapannya program BSM juga bisa turut memperbaiki kualitas pendidikan baik di dalam bidang matematika, membaca maupun sains.
“Dan melalui survei ini pula, harapannya kami bisa mendapatkan banyak masukan. Maka, kualitas data lapangan di dalam survei ini sangat penting. Hasil analisisnya akan menjadi masukan sekaligus acuan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan langkah,” jelas Herman lagi. [] Media Center PSKK UGM.