SPRT 2015: Kajian dan Verifikasi Terhadap Pemutakhiran BDT

07 Oktober 2015 | admin
Kegiatan, Media, Pelatihan / Lokakarya

Yogyakarta, PSKK UGM – Setelah beberapa waktu sempat tertunda, Badan Pusat Statistik akhirnya merilis angka kemiskinan Indonesia periode September 2014 sampai Maret 2015. Hasilnya cukup mengejutkan. Naiknya harga sejumlah komoditas pasca kenaikan harga bahan bakar minyak disebut melahirkan 860 ribu orang miskin baru dalam kurun waktu enam bulan. Angka kemiskinan pada Maret 2015 naik jika dibandingkan dengan September 2014 sebesar 11,22 persen atau 28,59 juta jiwa.

Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si. mengatakan, harapan pemerintahan Jokowi saat ini adalah bisa menurunkan angka kemiskinan sampai 4 persen selama periode lima tahunnya. Berharap dari 10,96 persen turun menjadi 7 persen. Namun, baru beberapa bulan, angka kemiskinan justru naik lagi.

Ada berbagai macam program pengentasan kemiskinan yang diluncurkan. Sejumlah dana atau anggaran juga telah digelontorkan untuk menunjang jalannya program.

“Namun, persentase penurunan angka kemiskinan masih lamban. Untuk itu ada hal-hal di lapangan yang perlu kita lihat, yang rupanya memengaruhi angka kemiskinan,” kata Made saat membuka Training Asisten Lapangan Survei Pendapatan Rumah Tangga (SPRT) 2015 di Hotel Grand Tjokro, Jumat (18/9) lalu.

Dalam kesempatan yang sama, Analis Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Junedi Sikumbang juga menyampaikan, pemerintah memiliki beragam program-program perlindungan sosial mulai dari Bantuan Siswa Miskin, Program Keluarga Harapan, Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Jaminan Kesehatan Nasional, Program Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin), serta beberapa program lainnya.

Agar program-program tersebut bisa berjalan, maka dibutuhkan Basis Data Terpadu (BDT) sebagai dasar penetapan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan baik dalam skala nasional maupun daerah.

“Salah satu mandat TNP2K adalah mengelola BDT yang bersumber dari Pendataan Progam Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Ada 25 juta rumah tangga dalam data ini yang kemudian diolah TNP2K dan diberikan peringkat atau desio, khususnya bagi rumah tangga yang pendapatannya 40 persen terbawah,” kata Junedi.

Mengingat dinamisnya perubahan yang terjadi di masyarakat, maka pemutakhiran terhadap BDT pun perlu dilakukan. Pemutakhiran dilakukan guna mempertajam ketepatan sasaran, yakni dengan mengurangi exclusion error (kesalahan karena tidak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data) dan inclusion error (kesalahan karena memasukkan rumah tangga yang tidak miskin ke dalam data) serta mengakomodasi perubahan karakteristik rumah tangga.

Junedi menambahkan, baru-baru ini BPS telah selesai melakukan pemutakhiran data yang secara nasional kini berjumlah 28 juta rumah tangga. Terkait hal itu, TNP2K bekerja sama dengan PSKK UGM melakukan kajian atau verifikasi terhadap pemutakhiran data yang sudah dilakukan BPS. Kajian dilakukan di 10 provinsi dengan mengambil sampel 4.500 dari data yang dikumpulkan oleh BPS.

“Data ini menjadi masukan bagi perbaikan-perbaikan data agar program-program selanjutnya bisa lebih tepat sasaran, efektif, serta efisien.  Maka, kami mengharapkan teman-teman asisten lapangan nanti bisa benar-benar idealis dalam mengumpulkan data,” kata Junedi lagi.

Sementara itu, Made kembali menambahkan, ada perubahan yang cukup signifikan dalam pemutakhiran BDT kali ini, yakni adanya partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam uji publik, yakni melalui Forum Konsultasi Publik (FKP).

Perubahan ini tak ayal membawa beberapa konsekuensi. BPS sebagai pengumpul data tidak lagi sepenuhnya memiliki tanggung jawab terhadap kualitas data maupun penentuan calon RTS atau rumah tangga sasaran. Hal ini menjadi tanggung jawab pemda dan masyarakat. Selain itu, pemda juga “harus” menggunakan dan memanfaatkan data tersebut dalam kebijakan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing.

Meski demikian, Made menilai pemutakhiran BDT ini merupakan satu langkah yang sangat strategis untuk mendapatkan data tunggal yang valid sebagai dasar kebijakan dalam perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan agar lebih cepat dan terarah.

“Semoga terobosan dalam kiat pemutakhiran data ini bisa secara signifikan juga membantu penurunan angka kemiskinan di Indonesia,” kata Made lagi. [] Media Center PSKK UGM