Yogyakarta, PSKK UGM – Kemiskinan adalah persoalan bangsa yang klasik sekaligus mendesak untuk ditangani. Ada banyak persoalan kemiskinan yang memerlukan penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, serta menyeluruh. Pemerintah pun telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan.
Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Sebuah tim kerja lalu dibentuk, yakni Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tim ini dikoordinasikan langsung oleh Wakil Presiden Prof. Boediono. “Ada beberapa tugas yang diemban TNP2K tapi yang utama adalah memastikan angka kemiskinan turun pada kisaran angka 8 hingga 10 persen pada tahun 2014,” ujar Elan Satriawan, Ph.D., Koordinator Kelompok Kerja Monitoring dan Evaluasi TNP2K dalam sambutannya saat Pelatihan Asisten Peneliti Survei Kualitas Pendidikan Anak (SKPA) 2013 di Hotel Jayakarta, Jumat (15/3) lalu.
SKPA 2013 merupakan survei yang dilakukan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada dan didukung sepenuhnya oleh TNP2K. “Survei kualitas pendidikan anak adalah bagian dari strategi TNP2K untuk memastikan apakah reform atau perubahan terkait program penanggulangan kemiskinan, Bantuan Siswa Miskin (BSM) khususnya, menghasilkan sesuatu yang kita harapkan,” jelas Erlan di hadapan 123 orang asisten peneliti yang terdiri dari 93 enumerator atau pewawancara, dan 30 data editor.
BSM adalah program nasional yang bersifat bantuan langsung kepada siswa miskin. Bantuan diberikan atas dasar kondisi ekonomi siswa, bukan karena prestasi akademiknya. Program ini bertujuan untuk membantu siswa miskin memperoleh akses pendidikan yang layak, menurunkan angka putus sekolah, membantu siswa memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran, mendukung program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, serta membantu kelancaran program sekolah.
Kebijakan sebelumnya mengatur agar BSM disalurkan melalui sekolah-sekolah. Sementara untuk menentukan anak-anak yang berhak menerima bantuan dilakukan oleh kepala sekolah. Hasil pengamatan serta evaluasi TNP2K kemudian menunjukkan exclusion error. Mereka yang seharusnya menerima bantuan ternyata tidak menerima. Selain itu, banyak penerima BSM belum memiliki pemahaman cukup tentang hak mereka, termasuk jumlah uang yang berhak diterima. Pembenahan lalu dilakukan, yakni dengan mengirim Kartu BSM kepada rumah tangga atau siswa yang diidentifikasi dari Basis Data Terpadu TNP2K.
“Harapannya, setelah survei dilaksanakan dan laporan diterima di akhir tahun, kita akan mengetahui apakah reform atau perubahan terkait BSM menghasilkan sesuatu yang kita harapkan. Lalu, apakah reform ini memang efektif meningkatkan akses masyarakat miskin dan sangat miskin atas pendidikan. Oleh karena itu, kerjasama dan komitmen teman-teman asisten peneliti sangat instrumental di sini,” ujar Erlan lagi.
Sementara itu, Kepala PSKK UGM, Dr. Agus Heruanto Hadna, M.Si. juga menambahkan, perlunya komiten dan kejujuran para asisten peneliti saat mengumpulkan data-data di lapangan. Saat tidak jujur maka data yang dihasilkan pun tidak baik. Lebih jauh, implikasinya pada pengambilan kebijakan. “Ini adalah pekerjaan yang mulia, memonitor bantuan-bantuan yang sering kita keluhkan karena tidak tepat sasaran. Maka, saatnya tugas Anda untuk benar-benar mencari dan mengidentifikasi data di lapangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kejujuran juga dalam melakukan survei ini.”
SKPA 2013 terbagi dalam tiga tahapan survei dan mulai dilaksanakan pada Maret 2013. Selain melibatkan lebih dari 100 asisten peneliti lapangan, survei ini dikoordinasikan oleh tim peneliti PSKK UGM yang terdiri dari Drs. Sukamdi, M.Sc. selaku Ketua Tim Peneliti (PI), Eddy Kiswanto, S.Si, M.Si. selaku Wakil Ketua Tim Peneliti, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si., Sri Purwatiningsih, S.Si., M.Kes., Dra. Wini Tamtiari, M.Si., Agus Joko Pitoyo, S.Si., MA, Jevri Ardiansyah, S.I.P., serta Vina Noor ARP, S.Si. []