TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat, Sudibyo Alimoesa mengatakan, Indonesia akan memeroleh bonus demografi yang akan dialami pada kisaran tahun 2025-2035 mendatang.
Hal itu dikatakannya saat Seminar Pembangunan Kependudukan dalam Pembangunan pasca 2015 yang berlangsung di aula gedung C Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip, Senin (24/3/2014).
Seminar ini juga dihadiri oleh ketua Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI), Prof Prijono Tjiptoherianto dan Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah, Ibram Syahboedin.
Menurut Sudibyo, perubahan struktur umur penduduk pada kisaran tahun tersebut menurun. "Pada tahun 2025-2035 jumlah penduduk usia produktifnya cukup tinggi, sehingga generasi tersebut harus disiapkan mulai sekarang," katanya.
Dia menunjukkan, jendela peluang bonus demografi berada pada saat titik terendah angka fertilitas. Dia menyebutkan, penurunan fertilitas hingga 46,9 berada pada 2028-2032.
Menurutnya, persiapan menghadapi bonus demografi tersebut dilakukan melalui peningkatan kualitas remaja saat ini. Pada 2013 terdapat 114 juta pekerja. "Dari jumlah itu, sekitar 5 persen memeroleh pelatihan, 86,5 persen tidak terampil, 9,7 persen sedikit terampil dan hanya 3,8 persen yang terampil dalam bekerja," katanya.
Lebih parah lagi, sebanyak 80 persen dari kelompok penduduk keluar sekolah sebelum SMA. "Indonesia bisa terancam kehilangan bonus demografi jika kualitas remajanya diabaikan," tegasnya.
Sementara itu, Ibram Syahboedin menunjukkan, proyeksi penduduk di Jawa Tengah pada 2025 mencapai 35.958,6 juta jiwa. Jumlah tersebut jika disajikan dalam piramida penduduk membentuk nisan. Artinya, kata dia, penduduk produktif jumlahnya cukup tinggi.
Adapun, Prof Prijono menegaskan, dinamika kependudukan harus diletakkan dalam kerangka dasar pembangunan nasional. Menurutnya, masalah kependudukan juga seharusnya menjadi acuan GBHN dan Repelita.
"Presiden perlu dibantu oleh para ahli bidang kependudukan dan memiliki keahlian makro dari sudut kependudukan. Presiden juga perlu memiliki penasehat di bidang kependudukan," katanya.
Penasehat tersebut, kata dia, bersama lembaga dari berbagai sektor melakukan kajian, analisis, dan menyusun kebijakan yang diperlukan. "Dengan begitu Indonesia diharapkan dapat merubah paradigma pembangunan dengan lebih mengedepankan aspek kependudukan," katanya. (*) Abdul Arif
*Sumber artikel: TribunNews.com, 24 Maret 2014 | Sumber foto: