PSKK UGM – Dalam lima tahun terakhir, Indonesia memasuki momentum kebijakan penting terkait perubahan iklim, penanganan bencana, dan perlindungan sosial. Kebijakan ini sejalan dengan kerangka SGDs, terutama point ke 8 (mendukung ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan) dan point ke 13 (memerangi perubahan iklim dan dampaknya).
Pemerintah Indonesia mengembangkan suatu pendekatan baru dalam menyelesaikan masalah sosial-ekonomi akibat perubahan iklim dan bencana dengan menggunakan skema perlindungan sosial yang disebut kebijakan Perlindungan Sosial Adaptif (PSA).
Untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan kebijakan PSA di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan lokakarya pada Kamis, 9 Juni 2022.
Lokakarya PSKK UGM mengusung tema, “Sinergi Kebijakan Perlindungan Sosial, Perubahan Iklim, dan Bencana – Rancangan, Tantangan, dan Implementasi Kebijakannya” dengan mengundang sejumlah ahli terkait kebijakan PSA.
PSKK UGM membentuk lokakarya ini untuk memfasilitasi pertemuan akademisi, pembuat kebijakan, dan lembaga internasional untuk merumuskan strategi yang akurat guna mewujudkan kebijakan PSA di Indonesia.
Pada kesempatan ini, PSKK UGM mengundang sejumlah ahli, seperti Dinar D. Kharisma, Ph.D (Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bappenas), Dr. Annisa G. Srikandini (Social Policy, Specialist, UNICEF), dan Ir. Cut Sri Rozanna, MA (Program Director, Social Protection Program, GIZ).
PSKK UGM juga menghadirkan Prof. Dr. Ahmad Maryudi (Ahli Perubahan Iklim UGM), Dr. Dyah R. Hizbaron (Ahli Studi Bencana UGM), dan Dr. Mulyadi Sumarto (Ahli Perlindungan Sosial UGM).
Perubahan Iklim dan Pentingnya Memperkuat Kebijakan PSA di Indonesia
Pada 2018 dan 2019, Pemerintah Indonesia mengawali distribusi PSA melalui pemberian bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) kepada rumah tangga miskin korban bencana erupsi Gunung Sinabung, Sumatera Utara dan gempa bumi di Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Ide pengembangan kebijakan PSA ini dianggap relevan bagi masyarakat Indonesia karena sejumlah wilayah di Indonesia rawan terhadap perubahan iklim dan bencana alam.
Perubahan iklim dan bencana telah mengakibatkan kematian dan kesulitan sosial-ekonomi yang kompleks, sehingga kebijakan PSA dianggap mampu menjadi salah satu media untuk mereduksi kompleksitas dampak perubahan iklim dan bencana.
Saat ini, kebijakan PSA di Indonesia lebih berfokus pada upaya penyelesaian masalah sosial- ekonomi akibat bencana dan belum merespons masalah perubahan iklim, misalnya respons atas masalah konservasi lingkungan.
Hal ini berbeda dari kebijakan PSA negara-negara di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin yang sebagian dari kebijakan tersebut telah dijalankan sejak awal dekade 2000.
Pemerintah di beberapa negara di kawasan tersebut telah menggunakan PSA bukan hanya untuk merespons kesulitan sosial-ekonomi akibat bencana alam, tetapi juga untuk menangani masalah perubahan iklim, termasuk konservasi hutan.
PSA di Brazil termasuk salah satu kebijakan PSA yang cukup komprehensif. PSA di negara ini telah diimplementasikan sebagai upaya untuk mereduksi risiko sosial-ekonomi korban bencana alam. Pada saat yang sama, Brazil juga telah mengembangkan jenis PSA yang secara khusus meminimalisasi deforestasi dan mendukung konservasi alam.
Pemerintah Indonesia secara resmi mencanangkan implementasi kebijakan PSA pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam RPJMN tersebut, Pemerintah Indonesia menyatakan ingin mengembangkan sistem PSA melalui pengembangan sistem kelembagaan dan sistem pembiayaan kebijakan PSA.
Selain itu, pemerintah telah membuat beberapa target yang ingin dicapai, sehingga pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar.
Salah satu target penting yang ingin dicapai pada 2024 adalah 30 persen dari lembaga pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah mengadopsi sistem kebijakan PSA.
(Pembicara sesi 2 seminar online PSKK UGM/doc.PSKK UGM)
Menyatukan Misi Membentuk Kebijakan PSA Ideal di Indonesia
Saat menjadi pembicara di seminar PSKK UGM, Dinar D. Kharisma, Ph.D, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bappenas, menyampaikan bahwa setidaknya ada lima langkah yang diperlukan untuk memperkuat PSA di Indonesia, yaitu penyusunan regulasi dan agenda pengembangan ASP, ownership pengembangan koordinasi antarpemangku kepentingan, analisis risiko dan kerentanan berdasarkan data yang valid dan pemetaan risiko, adaptasi program perlindungan sosial sesuai risiko dan kerentanan serta pengembangan pembiayaan berkelanjutan untuk pelaksanaan program.
Pada kesempatan yang sama, Mulyadi Sumarto, PhD., peneliti PSKK UGM menyampaikan konsep PSA dan bagaimana program PSA dijalankan di sejumlah negara, seperti Afrika, Brazil, dan Filipina.
Mulyadi juga memaparkan bagaimana konsep PSA dan perkembangan kebijakan PSA di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa bila belajar di Filipina, kebijakan PSA telah dilakukan sejak pertangahan 1990-an.
“Jika kita (Indonesia) baru akan memulai tahun ini, Bapak dan Ibu bisa hitung. Dibandingkan Filipina, kita (Indonesia) bukan ketinggalan ya, tapi istilahnya ada gap waktu 25 tahun lebih,” ujar Mulyadi.
Saat ini aturan hukum di Indonesia terkait PSA masih belum ada, namun pelaksanaan PSA mengacu pada RPJMN, dan sejumlah praktik PSA juga sudah dijalankan. “Ini unik ini,” kata Mulyadi Sumarto.
Selengkapnya mengenai Seminar PSKK UGM “Sinergi Kebijakan Perlindungan Sosial, Perubahan Iklim, dan Bencana – Rancangan, Tantangan, dan Implementasi Kebijakannya” bisa Anda simak di YouTube CPPS UGM atau klik link berikut:
Link seminar PSA PSKK UGM Sesi 1: YouTube CPPS UGM
Link seminar PSA PSKK UGM Sesi 2: YouTube CPPS UGM
————————————————————–
Penulis: Nuraini Ika
Editor Bahasa: Rinta Alvionita