Perlu Komitmen Baru Dalam Penanganan Kemiskinan

03 Desember 2012 | admin
Berita PSKK, Kegiatan, Media, Seminar

Forum dialog dihadiri oleh Prof. Dr. H. Haryono Suyono, mantan Kepala BKKBN di masa era kepemimpinan Presiden Soeharto, tepatnya pada 1983. Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Negara Kependudukan pada Kabinet Pembangunan V. Di Kabinet Pembangunan VII, beliau kembali dipercaya menduduki jabatan strategis di pemerintahan, yakni sebagai Menko Kesra dan Taskin.

“Topik yang kita angkat hari ini tentang program penanggulangan kemiskinan di Provinsi DIY, yang sesungguhnya juga tidak lepas dari isu-isu kependudukan secara keseluruhan. Saya prihatin dengan masalah kemiskinan di Yogyakarta. Angka kemiskinannya lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Oleh karena itu, hari ini kita bisa langsung berdiskusi dengan Prof. Suyono yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang kependudukan,” ujar Agus Heruanto Hadna, Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi DIY saat membuka forum dialog.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY, angka tingkat kemiskinan di Provinsi DIY, Maret 2012 mencapai 16.05 persen. Angka ini dinilai masih relatif tinggi meski jika dibandingkan dengan angka Maret 2011, ada penurunan sebesar 0,03 persen.

“Inilah yang kemudian menjadi keprihatinan kita bersama. Meski sebenarnya angka indeks pembangunan manusia atau IPM Provinsi Yogyakarta termasuk baik. Karena itu, Koalisi Kependudukan mendukung dan mendialogkan bersama apa langkah-langkah ke depan terkait isu kemiskinan ini. Harapannya, dalam forum kali ini kita menyepakati program yang telah terintegrasi untuk kemudian dibawa serta didiskusikan bersama teman-teman di pemerintah maupun sektor lainnya yang terkait. Ya, harapannya Jogja ini bisa lebih baik tentunya,” ujar Agus Heruanto lagi.

Menurut Prof. Haryono, gerakan pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, membuka peluang-peluang wirausaha, memelihara peserta KB serta lingkungan yang bermanfaat.

“Untuk Yogyakarta, angka harapan hidupnya cukup tinggi. Kenapa tinggi? Ini karena tingkat pendidikannya tinggi meskipun tingkat pendapatannya rendah dan mengakibatkan angka kemiskinan relatif tinggi. Jadi persoalan di Yogyakarta bukan lagi persoalan KB, bukan lagi persoalan pendidikan melainkan persoalan bagaimana meningkatkan pendapatan penduduk-penduduk miskin,” jelas Prof. Haryono.

Ada beberapa tantangan kependudukan yang sedari dulu hingga kini masih terus dihadapi. Di antaranya, tingginya angka kematian ibu, angka kematian akibat HIV dan AIDS, persoalan sumber daya manusia serta jaringan dan pelayanan yang masih rendah, migrasi, kelaparan, kekerasan, kenaikan angka penduduk dewasa dan lanjut usia, dan lain sebagainya.

Belakangan ini, tantangan terhadap isu kependudukan pun semakin berkembang terutama angka pengangguran. Adanya modernisasi di dunia lapangan kerja. Muncul kantor maupun pabrik-pabrik yang lebih padat modal serta padat mesin. “Tuntutan atas profesional dalam bekerja, kini meski seseorang mempunyai pendidikan namun jika spesialisasi bidangnya tidak tepat, dia tentu tidak bisa masuk.”

Ia kembali mengingatkan, penduduk merupakan modal dasar dan faktor dominan yang harus menjadi titik sentral pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, ia berharap kalangan intelektual terutama mereka yang terlibat dalam isu-isu kependudukan untuk membangun komitmen baru. Ia melihat perlu adanya infrastruktur baru. Program-program yang tadinya kurang berhasil, perlu untuk dibenahi. Begitu pula dengan jejaringnya yang perlu dikembangkan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kota hingga ke tingkat pedesaan. []