MOOP merupakan konsorsium program penelitian enam tahun yang dibiayai oleh Pemerintah Inggris bagian Departemen Pembangunan Internasional (the British Government’s Department for International Development). Konsorsium ini berlokasi di lima daerah global di Asia dan Afrika serta fokus pada hubungan antara migrasi dengan kemiskinan. MOOP dikoordinasi oleh Universitas Sussex, Inggris dan menggandeng empat partner utama, di antaranya the Centre for Migration Studies di Ghana, the African Migration and Development Policy Centre (AMADPOC) di Kenya, the African Centre for Migration and Society di Afrika Selatan, the Refugee and Migratory Movements Research Unit di Bangladesh, dan the Asia Research Institute, National University of Singapore (NUS).
“Pada dasarnya ini merupakan studi komparatif yang dilakukan di lima negara, salah satunya adalah Indonesia. Kami dari NUS, Singapura kemudian menggandeng CPPS atau Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM untuk membantu, melakukan survei di Indonesia. Sebagai in-country collaborator, CPPS sudah memiliki pengalaman panjang dalam melakukan survei-survei kependudukan. Berdasarkan informasi serta rekomendasi CPPS pula, survei akan dilakukan di Ponorogo, Jawa Timur,” ujar Silvia Mila Arlini, Ph.D., Co-Principal Investigator II, the Asia Research Institute, National University of Singapore (NUS).
Ponorogo merupakan sampel daerah yang baik untuk diteliti. Daerah ini memiliki tingkat trans-nasional migrasi keluar yang tinggi. Mila menambahkan, berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, Ponorogo juga memiliki komposisi yang relatif lengkap jika dibandingkan daerah lainnya. Di sana cukup bervariasi, tidak hanya ada migran perempuan tetapi juga ada migran laki-laki serta mantan migran. Dari jangkauan wilayah, mereka ada yang bermigrasi ke daerah lain di Indonesia (migran internal), ke wilayah ASEAN (migran regional), ke wilayah luar ASEAN (migran internasional), bahkan ada pula migran musiman yang bermigrasi pada waktu tertentu.
Penelitian MOOP di Indonesia akan melibatkan 1.200 rumah tangga atau household untuk disurvei. Sebelumnya, akan dilakukan seleksi untuk mengidentifikasi rumah tangga yang memenuhi syarat, berdasarkan informasi dari pemimpin masyarakat (kepala desa, lurah, atau camat) atau pemerintah daerah setempat. Jika informasi tidak mencukupi, maka para asisten lapangan akan melakukan seleksi sistematis dengan berkunjung dari rumah ke rumah. Tahap ini dimulai Mei hingga Juni 2013.
“Melalu penelitian ini pula, kita hendak melihat bagaimana pengaruh dari migrasi perempuan muda dan gadis remaja. Jadi, fokusnya juga pada migran perempuan,” ujar Mila. Topik ini sering kali terlewatkan. Banyak analisis yang fokus pada aspek negatifnya, seperti perdagangan manusia (human trafficking). Selain itu, topik lainnya adalah tentang pengaruh migrasi pedesaan-perkotaan terhadap kemiskinan, khususnya migrasi di daerah perkotaan kumuh.
“Pada akhirnya nanti, diharapkan hasilnya dapat digunakan untuk pemikiran-pemikiran kebijakan; dapat menjadi input atau masukan bagi para pengambil kebijakan. Melihat kebijakan apa saja yang telah berjalan baik maupun yang belum,” jelas Mila lagi. []