Mendorong Sinergitas 5K dalam Mensikapi Perubahan Sosial Yogyakarta

16 Mei 2017 | admin
Kegiatan, Main Slide, Media, Seminar, Siaran Pers

Yogyakarta, PSKK UGM – Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tercatat sebagai yang tertinggi di Jawa, meski trennya cenderung menurun dan lamban. Persoalan lain yang tidak kalah pelik adalah angka ketimpangan Yogyakarta yang paling tinggi di Indonesia. Terlepas dari kritik terhadap definisi, parameter, dan indikator dalam mengukur kemiskinan, persoalan ini perlu menjadi otokritik bagi semua pihak, tak terkecuali bagi kampus-kampus di Yogyakarta.

Menurut data Badan Pusat Statistik yang dirilis Januari 2017 lalu, jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2016 mencapai 488,83 ribu jiwa. Angka ini masih dinilai meningkat apabila dibandingkan dengan kondisi setahun yang lalu, yakni 485,56 ribu jiwa pada September 2015. Sementara Gini Rasio DIY pada 2016 tercatat sebesar 0,425, naik dari posisi 0,42 pada Maret 2016 dan September 2015.

Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna, M.Si. menyampaikan, Yogyakarta masih menjadi favorit sebagai daerah tujuan pendidikan. Sedikitnya ada 150 perguruan tinggi di Yogyakarta. Namun, selama ini kontribusinya khususnya bagi Yogyakarta, belum benar-benar terlihat. Peran kampus masih perlu untuk ditingkatkan. Untuk itu, sinergitas di antara berbagai pihak, masih perlu didorong

“Kami menyebutnya 5K (kantor, kampung, kampus, kraton, dan konglomerasi). Kita berharap, dengan bersinerginya kelima unsur ini, persoalan-persoalan yang sedang dihadapi bisa diatasi terutama saat ini, dimana Yogyakarta sedang mengalami perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang sangat cepat,” kata Hadna.

Perubahan & permasalahan sosial

Perubahan sebagai akibat dari dinamika sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan informasi adalah suatu hal yang lumrah. Hadna menyampaikan, masyarakat Yogyakarta saat ini sedang berada pada proses transisi untuk mencari titik keseimbangannya (equilibrium). Karakteristik masyarakat yang sebelumnya sangat agraris, kini semakin beragam. Bagaimana agar proses pencarian keseimbangan tersebut berjalan dengan baik, tentu membutuhkan upaya serius dari pemerintah serta peran dari dunia pendidikan.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Program Studi Magister dan Doktor Studi Kebijakan UGM Prof. Dr. Muhadjir Darwin, M.P.A. yang menilai, bahwa permasalahan sosial dan ekonomi berkembang seiring dengan perubahan arah pembangunan di DIY.

Keberadaan destinasi-destinasi wisata baru baik di Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo misalnya, telah mendorong peningkatan peluang kerja dan pendapatan masyarakatnya. Wilayah-wilayah perdesaan dan pelosok yang semula sama sekali tidak memiliki efek ekonomi menggeliat dan menjadi daerah wisata unggulan di daerah ini. Sementara itu, di daerah perkotaan juga banyak dibangun hotel-hotel, penginapan, dan apartemen sebagai respons atas meningkatnya kunjungan wistawaan.

“Namun demikian, muncul juga persoalan-persoalan sosial lainnya, seperti kemacetan lalu lintas, konflik sosial antarkelompok kepentingan, ketegangan antara investor dengan warga masyarakat, serta berbagai persoalan lain yang muncul sebagai penanda bahwa masyarakat kita sedang berubah,” kata Muhadjir.

Seminar “Ayo mBangun Jogja”

Menanggapi beragam isu perubahan maupun persoalan yang sedang dihadapi DIY, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan seminar setengah hari yang bertajuk “Ayo mBangun Jogja” pada Selasa (16/5). Seminar ini dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menjadi pembicara utama (keynote speech). Dalam pidatonya, Sri Sultan HB X menyampaikan pemaparan tentang arah, gambaran, dan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan guna mensikapi beragam perubahan di DIY. Hadir pula Wakil Gubernur DIY, Sri Paduka Paku Alam X yang merinci isu-isu tersebut ke dalam pemaparan yang lebih teknis, yakni soal langkah-langkah kebijakan pemerintah. Narasumber lainnya yang hadir adalah Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., selaku Rektor UGM yang terpilih dan Drs. H.A. Hafid Asrom, M.M., seorang pengusaha yang juga anggota DPD RI.

“Melalui seminar ini, harapannya akan memunculkan rencana aksi (action plan) dari sinergitas antara perguruan tinggi, pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk secara serius membangun Yogyakarta,” kata Hadna.

Hadna menambahkan, idiom “Menara Gading” nampaknya masih melekat pada dunia kampus. Kemampuan perguruan-perguruan tinggi dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran praktis guna mengatasi permasalahan di masyarakat pun masih lemah. Maka, secara internal, sinergi antara tujuan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dari perguruan tinggi perlu terus diupayakan. Tri Darma Perguruan Tinggi harus dijalankan secara utuh.

Selain seminar, ada pula acara peresmian Videotron Population Clock oleh Sri Sultan HB X, Panut Mulyono, dan Agus Hadna di halaman depan Gedung Masri Singarimbun, PSKK UGM. Fasilitas videotronik ini menampilkan data tentang jumlah penduduk baik di tingkat global, nasional, maupun di tingkat lokal, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk tingkat global, data jumlah penduduk bersumber dari data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedangkan untuk tingkat nasional dan DIY bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan adanya proyeksi kependudukan pada tahun tertentu, perubahan jumlah penduduk ditransfer oleh sistem videotron ke dalam frekuensi waktu yang lebih pendek, detik, menit, dan jam.

Videotron Population Clock merupakan bagian dari edukasi bagi masyarakat (public education). Dengan adanya fasilitas informasi kependudukan ini, diharapkan akan muncul perhatian sekaligus kesadaran akan pentingnya isu-isu kependudukan. [] Media Center PSKK UGM.

*Silakan klik untuk mengunduh siaran pers versi pdf: Siaran Pers Seminar HUT ke-44 PSKK UGM “Ayo mBangun Jogja”