Indikator Pembangunan | Pertumbuhan Hanya Dinikmati Orang Kaya
KORAN JAKARTA – Ketimpangan pendapatan di Indonesia dinilai bakal menjadi ancaman serius bagi perekenomian bangsa selama strategi pembangunan nasional masih mengandalkan pertumbuhan sebagai target utama pengukuran kinerja pemerintah. Meski pemerintah mengklaim ketimpangan pendapatan tahun ini menurun, namun hal itu tidak menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat lapisan bawah.
Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Yogyakarta, Agus Heruanto Hadna mengatakan, kesalahan mendasar pemerintahan Indonesia secara historis adalah memeras sektor pertanian menjadi andalan produk domestik regional bruto (PDRB), namun upah tenaga kerja di sektor pertanian dianggap sebagai sektor informal sehingga sangat murah. Inilah sebab, sektor pertanian yang sebenarnya merupakan basis pertumbuhan ekonomi ternyata tidak memberikan andil bagi kesejahteraan petani.
“Yang menikmati pertumbuhan ekonomi justru orang-orang kaya itu-itu saja. Ini terjadi karena kebijakan di pertanian ini prakteknya minim tapi padat jargon. Jawabannya kan sebenarnya kepemilikan tanah, intensifikasi, dan ektensifikasi diiringi dengan industrialisasi dengan basis kepemilikan di dalam pengeloaan mulai dari input, proses, output, oleh masyarakat petani,” kata Hadna saat dihubungi, Minggu (13/12).
Agus menambahkan masyarakat petani yang diperas dan dibiarkan miskin makin parah karena kebijakan kependudukan tidak menekankan upaya serius memangkas jumlah anak petani miskin. Hari ini, dari sisi demografi, keluarga miskin memiliki jumlah anak yang lebih banyak daripada keluarga yang tidak miskin sehingga kemiskinan yang diwariskan makin membesar dari tahun ke tahun.
“Dua kesalahan mendasar terkait sektor pertanian dan pedesaan di atas kemudian membuat konsentrasi kekayaan pada sekelompok orang kaya luar biasa hebatnya. Satu persen rumah tangga terkaya di Indonesia menguasai 50 persen asetekonomi nasional,” katanya.
Agus menilai ketimpangan pendapatan di daerah cenderung meningkat, contohnya di Yogyakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut terjadi kesenjangan ekonomi yang tinggi di daerah ini. Rasio Gini atau indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan di Yogyakarta tahun 2014 tercatat tidak banyak bergeser dari tahun 2013. Rasio Gini pada 2013 mencapai 0,44 dan 0,42 pada 2014. Rasio Gini yang makin besar, mengindikasikan meningkatnya ketimpangan pendapatan.
Meningkatnya raio gini di DIY disebabkan pertumbuhan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelas menengah ke atas yang berjumlah 20 persen atau 720 ribu dari total penduduk Yogyakarta pada 2014 sebanyak 3,6 juta orang. Sisanya merupakan penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian.
Klaim Pemerintah
Sedangkan Bank Dunia mencatat periode 2003-2010, sebanyak 10 persen orang terkaya di Indonesia mempertambah konsumsi mereka sebesar 6 persen per tahun, setelah disesuaikan dengan inflasi. Akan tetapi, bagi 40 persen masyarakat termiskin, tingkat konsumsi mereka hanya tumbuh kurang dari 2 persen per tahun. Hal ini mengakibatkan koefisien Gini naik pesat dalam 15 tahun, yaitu naik dari 0,30 pada tahun 2000 menjadi 0,41 pada tahun 2013.
Sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas, hingga Desember 2015 rasio sudah turun ke 0,408 dari 0,413 sejak data terakhir di 2014. Namun, perkembangan Rasio Gini Indonesia belum menggambarkan perbaikan di kalangan masyarakat terbawah. Hal ini didasarkan pada indikator konsumsi rumah tangga yang cenderung masih melemah.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, memperingatkan Rasio Gini di atas 0,4 masih tinggi dan rawan. Menurut dia, Rasio Gini berada di level aman apabila di bawah 0,3 persen atau bahkan nol, seperti di negara-negara Skandinavia.
“Tingkat konsumsi rumah tangga di bawah lima persen mengindikasikan adanya pelambatan (pendapatan) di tingkat teratas, bukan terjadi perbaikan di level terbawah. Padahal, jika adanya perbaikan di tingkat terbawah, konsumsi rumah tangga seharusnya di atas lima persen,” ujar Enny. [] YK/SB/Ant/WP
*Sumber: Koran Jakarta (14/12) | Ilustrasi ketimpangan ekonomi/blog news yahoo