YOGYAKARTA, KOMPAS – Angka harapan hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Indeks jumlah pengeluaran uang sebagai indikasi kesejahteraan ekonomi juga termasuk tinggi, tetapi persentase penduduk miskin paling besar dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa.
"Jumlah penduduk miskin di DIY juga bertambah cukup besar. Jika Maret 2014 dengan angka kemiskinan 544.870 jiwa, pada Maret 2015 menjadi 550.230 jiwa," kata Kepala Badan Pusat Statistik DIY Bambang Kristianto, dalam acara Sosialisasi Indeks Pembangunan Manusia di Yogyakarta, Selasa (22/9).
Secara konsisten, angka harapan hidup di DIY selalu paling tinggi. Pada 2010, angka harapan hidup (AHH) 74,2 tahun, pada 2013 menjadi 74,45 tahun, dan pada 2014 naik sedikit menjadi 74,50 tahun. Apabila diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM), indeks AHH mencapai 83,84, disusul Jawa Tengah 82,88 dan Kalimantan Timur 82,49. Indeks AHH ini juga merupakan angka tertinggi sehingga secara keseluruhan IPM DIY nomor dua setelah DKI Jakarta.
Ada tiga unsur dalam pembentukan jumlah IPM. Selain angka harapan hidup, juga indeks pendidikan serta indeks pengeluaran.
Akan tetapi, persentase penduduk miskin di DIY ternyata paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa. Penduduk miskin di DIY tahun 2013 sebesar 15,03, Jateng 14,44; Jabar 9,61; Jatim 12,73, Banten 5,89, dan DKI Jakarta 3,72 persen. Demikian pula ketimpangan antara kaya dan miskin di DIY (0,43) lebih besar daripada rata-rata ketimpangan nasional (0,414).
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada Agus Heruanto Hadna mengatakan, DIY dari dulu selalu nomor satu dalam pencapaian AHH, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
"Faktor utama AHH adalah kesehatan. Kesadaran penduduk Yogyakarta akan pentingnya kesehatan sangat tinggi. Sejak dulu, puskesmas selalu dipenuhi warga yang hendak memeriksakan kesehatan," kata Agus.
Anggota DPRD DIY dari Komisi C yang membidangi pembangunan, Totok Hedi Santosa, juga berpendapat, angka harapan hidup yang tinggi dikarenakan faktor semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan kesadaran masyarakat. Namun, ia tidak setuju soal Yogyakarta lebih nyaman untuk tempat tinggal. (sig)
*Sumber: Harian Kompas, 23 September 2015 | Ilustrasi pemeriksaan kesehatan pada lansia/Lensa Yogya