Yogyakarta, PSKK UGM – Orang-orang dengan identitas gender, dan orientasi seksual yang berbeda kerap menghadapi beragam kesalahpahaman, prasangka, pengucilan, dan penganiayaan secara luas, misalnya sebagai target dari kejahatan dengan latar belakang kebencian atau SARA. Lalu, bagaimana perlakuan terhadap kelompok LGBT di dalam dunia kerja?
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM bekerjasama dengan ILO Jakarta melakukan penelitian tentang “Identitas Gender dan Orientasi Seksual (Mempromosikan Hak, Keberagaman, dan Kesetaraan di Tempat Kerja)”. Selain melakukan pendekatan kualitatif, penelitian ini juga menggunakan metode survey terhadap 408 responden yang merupakan anggota serikat pekerja dari berbagai sektor industri di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hasilnya, secara umum ada kecenderungan homophobia di dalam dunia kerja.
Ada sikap dan perasaan negatif terhadap homoseksualitas atau orang-orang yang dianggap sebagai lesbian, gay, biseksual, maupun transgender. Hasil survey menunjukkan, 70, 59 persen responden sangat setuju bahwa hubungan seks sesama jenis adalah tindakan yang salah. Kemudian, sebanyak 47,79 persen responden mengatakan sangat tidak setuju jika homoseksualitas dianggap sebagai ekspresi seksualitas seseorang yang itu netral.
“Ini yang kemudian kita garis bawahi di dalam penelitian, yakni ada stigma terhadap kelompok LGBT yang sangat kuat di kalangan pekerja. Di antara para pekerja, ada sikap-sikap penolakan terhadap LGBT,” ujar Sri Purwatiningsih, M.Kes., Peneliti PSKK UGM saat lokakarya nasional untuk melakukan validasi penelitian beberapa waktu lalu di Jakarta.
Berkaitan dengan relasi kerja, saat responden ditanya, apakah nyaman bekerja dengan atasan yang LGBT, jawabannya adalah tidak nyaman. Sebanyak 68,38 persen tidak nyaman jika atasannya lesbian, 71,81 persen jika atasannya gay, 72,55 persen jika atasannya biseksual, dan 69,12 persen jika atasannya transgender. Respon ketidaknyamanan juga dirasakan responden jika rekan kerja dekat mereka adalah LGBT (L: 66,67 persen – G: 71,57 persen – B: 71,81 persen – T: 67,65 persen).
Sri mengatakan, hasil penelitian kuantitatif ini mempertegas hasil penelitian kualitatif yang sebelumnya dilakukan di Yogyakarta, Kupang, Pontianak, dan Jakarta. Ada banyak stigma dan diskriminasi yang dialami para pekerja LGBT. Saat pertanyaan itu diajukan kepada pekerja yang aktif di serikat pekerja, hasilnya pun lebih kurang sama.
Kroscek kemudian dilakukan antara variabel penelitian kenyamanan bekerja bersama LGBT dengan variabel toleransi bekerja bersama LGBT. Hasilnya sangat menarik, menurut Sri. Sebanyak 49,02 persen responden mengatakan cukup bertoleransi jika rekan kerjanya LGBT. Sementara 42,16 persen mengatakan cukup bertoleransi jika perwakilan pekerja adalah LGBT, dan 37,99 persen jika itu pegawai atau level manager.
“Menarik ya, karena saat ditanya apakah nyaman jika rekan kerja atau atasan Anda LGBT, banyak yang mengatakan tidak nyaman. Namun, saat ditanya seberapa toleransi Anda terhadap LGBT, mereka mengatakan cukup bertoleransi baik terhadap rekan kerja, perwakilan pekerja, maupun manajer yang LGBT. Satu sisi tidak nyaman, tapi satu sisi lagi merasa cukup bertoleransi,” ujar Sri lagi.
Untuk variabel sikap secara keseluruhan terhadap LGBT, jumlah responden yang mengatakan ‘cukup menerima’ dan ‘cukup negatif’ hampir sama. Sebanyak 26,72 persen mengatakan ‘cukup menerima’ dan sebanyak 26,47 persen mengatakan ‘cukup negatif’. Sementara sebanyak 16,91 persen responden mengatakan LGBT ‘sangat negatif’. Jumlah ini masih cukup banyak dibandingkan responden yang ‘sangat menerima’ LGBT, yakni 3,92 persen.
Dede Oetomo, Aktivis LGBTQ yang juga merupakan Staf Pengajar Universitas Airlangga dalam kesempatan yang sama mengapresiasi hasil dari penelitian ini. Menurutnya, penelitian ini merupakan salah satu konfirmasi ilmiah terhadap dugaan-dugaan kelompok aktivis LGBT terhadap stigma dan diskriminasi yang dihadapi pekerja LGBT karena selama ini baru sebatas diskusi, dan berbagi pengalaman pribadi.
Sebagai pereviu penelitian ini, Dede mengatakan, unsur kelas juga penting untuk dilihat meskipun untuk itu tim penelitian juga perlu hati-hati mengkajinya. Dulu, dia sempat melakukan kesalahan dengan mengira tidak ada LGBT di kalangan kelas pekerja. Tapi, ternyata kompleksitas itu ada dimana-mana.
“Ada beberapa teman yang bekerja di industri periklanan maupun media, dan cukup terbuka mengatakan dirinya lesbian atau gay. Mereka tidak dikeluarkan dari tempat bekerja, hingga kini mereka juga nyaman bekerja di situ. Barangkali ini konteksnya saja. Saya setuju jika ada tambahan dimensi kelas di dalam penelitian ini,” ujar Dede.
Rekomendasi Lokakarya
Hasil penelitian yang disampaikan di dalam lokakarya ini menunjukkan, stigma dan diskriminasi terhadap LGBT di lingkungan kerja sangat kompleks dan luas. Untuk menghapus diskriminasi, dan mempromosikan keberagaman, dan kesetaraan di dunia kerja Indonesia tanpa memandang orientasi seksual, maka diperlukan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.
Bagi kelompok LGBT, advokasi tentang hak-hak LGBT perlu terus dilakukan karena belum semua LGBT memahami hak-hak mereka sebagai warga negara. Salah satu yang penting adalah advokasi perlindungan sosial, dan pelayanan bagi ODHA. Kelompok LGBT juga perlu melanjutkan upayanya dalam menjangkau pemimpin keagamaan. Mereka memiliki peran penting dalam memengaruhi wacana agama tentang SOGI.
Bagi pemerintah, perlu ada ketegasan dari pemerintah untuk membuat UU tentang hak pekerja LGBT sebagai payung hukum dari pusat sampai ke tingkat daerah. Selain itu, kapasitas pemerintah juga perlu untuk ditingkatkan karena memiliki peran penting dalam menyediakan berbagai layanan dan pendidikan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, advokasi terhadap hak-hak LGBT, serta pendampingan LGBT untuk mengakes layanan pemerintah.
Rekomendasi bagi ILO, antara lain memperluas kerjasama dengan asosiasi pemilik bisnis Indonesia, dan serikat-serikat pekerja. Ini untuk meningkatkan kesadaran akan stigma dan diskriminasi terhadap LGBT di tempat kerja. ILO juga bisa menjadi fasilitator pertemuan tripartit, mensosialisasikan tentang hak-hak pekerja LGBT di semua lembaga, hingga mengadakan penelitian berskala nasional lainnya. [] Media Center PSKK UGM