Yogyakarta Message
Seminar Sehari
“Pergeseran dari MDGs ke SDGs: Tantangan dan Masalah yang Dihadapi”
Kerjasama antara: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, UGM, BKKBN, IPADI, dan Koalisi Kependudukan, DIY
Di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta
Selasa, 18 Juni 2013
1. Indonesia tengah menyambut sebuah perubahan besar, yaitu bergantinya model pembangunan global dari MDGs (2000-2015) ke SDGs (2015-2030). Perubahan ini berlangsung karena di satu sisi, bangsa-bangsa di dunia telah mampu meraih kemajuan yang signifikan dalam pencapaian MDGs, meskipun dengan sejumlah catatan.
2. Sementara itu, karena karena ledakan penduduk dunia yang diikuti dengan peningkatan konsumsi, dan diperparah oleh masalah pemanasan global dengan seluruh implikasinya, seperti badai, banjir, dan kekekeringan, dunia akan dihadapkan pada persoalan kelangkaan risorsis (energi, air, dan pangan). Jika kecenderungan ini tadi tidak dikendalikan dengan baik, maka capaian MDGs selama ini akan menjadi sirna, dan hal demikian pada gilirannya akan mengancam keselamatan generasi setelah kita. Karena itu pergeseran dari MDGs ke SDGs adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
3. Saat itu Indonesia masih mengalami beberapa masalah terkait dengan pencapaian MDGs:
a. Dalam beberapa hal, Indonesia sudah mencapai target MDG, misalnya dalam pengentasan kemiskinan, atau penanggulangan HIV/AIDS (khususnya dalam hal pengetahuan tentang HIV/AIDS yang mengalami peningkatan). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa masalah kemiskisnan, kelaparan, atau penganggulangan HIV/AIDS sudah teratasi. Sehingga masih diperlukan langkah-langkah lebih jauh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
b. Indonesia juga belum mencapai target MDGs yang lain, yaitu pada angka kematian ibu, dan lingkungan. Ini berarti, masalah keadilan gender masih relevan.
c. Dalam hal pencapaian target MDGs, Indonesia menghadapi masalah disparitas regional. Masalah ini sebenarnya juga terjadi pada tataran global (misalnya pencapaian Asia berbeda dibanding pencapaian Afrika, atau antar negara di Asiapun—misalnya Cina dan Myanmar, atau Bangladesh—juga terdapat disparitas). Untuk konteks Indonesia, disparitas terjadi antar propinsi dan antar kabupaten.
4. Dengan tujuan dan sasaran SDGs yang lebih luas dibanding MDGs serta besarnya masalah yang masih dihadapi Indonesia, maka diperlukan usaha yang lebih serius dan dituntut pula adanya hubungan sinergis antar seluruh pihak: negara, sektor bisnis, dan masyarakat sipil.
5. Beberapa hal sebagai arahan untuk mencapai target SDGs adalah sebagai berikut:
a. Menuntaskan pencapaian MDGs yang tinggal dua tahun lagi, terutama pada bidang-bidang yang masih belum mencapai target-target global.
b. Tetap mempertahankan dan berupaya meningkatkan efektivitas pelaksanaan keluarga berencana, dengan menyediakan alat kontrasepsi yang aman bagi semua berdasarkan prinsip-prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan Indonesia.
c. Meneruskan usaha-usaha yang telah dilaksanakan selama ini untuk menyelesaikan persoalan-persoalan meskipun target MDGs sudah tercapai.
d. Mengembangkan model-model pembangunan yang berkeadilan untuk mengatasi masalah disparitas regional. Untuk itu peran dari pemerintah daerah, bisnis di daerah, dan masyarakat sipil di daerah menjadi sangat penting, dan hubungan sinergis antar tingkat pemerintahan, pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.
e. Untuk dapat memonitor perkembangan pelaksanaan SDGs dibutuhkan adanya instrument yang akurat serta ketersediaan data yang memadai. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan kualitas instrument monitoring dan kualitas data yang relevan dengan SDGs.
f. Melakukan langkah-langkah konkrit untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan, antara lain:
i) Melindungi hutan dari kerusakan yang diakibatkan oleh pembalakan liar, dan ekskpotasi hutan oleh pelaku bisnis yang tidak bertanggungjawab;
ii) Melindungi tanah dari erosi dengan penghijauan, melindungi dan memulihkan kesuburan tanah dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik, dan mengatasi penyebaran hama dengan cara-cara organik pula.
iii) Menjaga ketersediaan air bersih, dan ketersediaan pangan, baik bagi penduduk kota, penduduk perdesaan, penduduk di daerah terpencil.
iv) Memberikan perhatian khusus kepada kelompok minoritas dan kelompok marginal, termasuk kepentingan lembaga adat dalam penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan.
PENUTUP
Menggutip ungkapan Sekjen PBB, Ban Ki-moon, “We need a practical twenty-first century development model that connects the dots between the key issues of our time: poverty reduction; job generation; inequality; climate change; environmental stress; water, energy and food security”.
Pembangunan yang berkelanjutan adalah suatu upaya untuk menghubungkan sejumlah titik isu global—ketidakadilan, pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, stress lingkungan, air, energi, dan keamanan pangan. Pengabaian terhadap satu titik akan menggagalkan pembuatan garis. Dua tahun lagi dunia akan menutup buku MDGs dengan cerita sukses, tentu dengan sejumlah catatan, dan akan mulai membuka buku baru, sebuah penyempurnaan dari MDGs, yang bernama SDGs, yang nantinya harus juga berisi cerita sukses. Sebuah garis lurus akan segera ditoreh ke depan, paling tidak sampai 2030. Indonesia harus menjadi bagian dari upaya mempertegas garis masa depan tersebut, bukan justru yang membelokkannya, atau memangkasnya di tengah jalan.
——
Deklarasi dibacakan oleh Prof. Dr. Muhadjir Darwin (Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM, dan Peneliti Senior PSKK UGM) saat sesi penutup Seminar Nasional 40 Tahun PSKK UGM.