![](https://cpps.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/47/2017/07/mobil-pelayanan-ktp.jpg)
Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau yang biasa disebut dengan e-KTP merupakan satu dari sekian banyak data kependudukan yang ada di dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). E-KTP dengan menggunakan nomor induk kependudukan diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tentang pencatatan penduduk ganda. Penduduk tidak dapat tercatat di dalam dua atau lebih wilayah yang berbeda. Namun demikian, dalam perjalanannya sistem dan konten informasi kependudukan yang tertuang di dalamnya masih meninggalkan berbagai macam persoalan.
Pertama, informasi data registrasi berbasis yuridis, yaitu kepemilikan identitas kependudukan. Selama kesadaran penduduk akan pentingnya tertib administrasi kependudukan masih rendah, maka validitas data kependudukannya diragukan. Data jumlah penduduk yang telah tercatat belum mampu menggambarkan secara faktual jumlah penduduk yang benar-benar tinggal di suatu wilayah. Persoalan ini muncul ketika akan merumuskan kebijakan pemerintah yang berbasis pelayanan.
Kedua, informasi data registrasi masih sangat bergantung pada peran aktif masyarakat untuk melaporkan perubahan kondisi demografi yang dialaminya. Di saat masyarakat kurang berperan aktif, maka karakteristik penduduk yang tertuang di dalam Kartu Keluarga (KK) pun tidak terbaharui. Kita tidak bisa mendapatkan gambaran yang rinci serta jelas karena data karakteristik penduduk yang diberikan kurang valid. Sebagai contoh, informasi tentang tingkat pendidikan para anggota keluarga di dalam KK. Data ini sering tidak terbarui dan hanya merujuk pada informasi awal di saat KK dibuat. Berbeda halnya jika ada peristiwa kematian, kelahiran, dan perkawinan di dalam keluarga. Salah satu anggota keluarga mau tidak mau harus memperbarui KK karena akan banyak menyangkut keperluan administrasi lainnya. Namun, apabila tidak ada peristiwa-peristiwa tersebut, maka informasi karakteristik penduduk tidak berubah, tidak update. Pertanyaannya, apakah data ini tepat untuk melakukan perencanaan pembangunan atau selama ini perencanaan pembangunan masih belum sepenuhnya berbasis pada data kependudukan?
Ketiga, sinkronisasi data antarlembaga yang terkait dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (dindukcapil). Sinkronisasi bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan persoalan validasi data kependudukan mengingat masih rendahnya peran aktif masyarakat untuk tertib administrasi kependudukan. Di saat para mitra kerja dindukcapil telah siap untuk ikut menggunakan sistem berbasis NIK, maka data kependudukan di dindukcapil juga akan secara otomatis terbarui. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kesiapa sumber daya manusia serta sarana prasarana pendukungnya? Apabila syarat tersebut belum bisa terpenuhi, maka target untuk dapat melakukan sinkronisasi data kependudukan hanyalah mimpi yang tidak kunjung terwujud.
Kesadaran akan pentingnya data kependudukan yang bersifat dinamis harus ada terlebih dahulu baik pada masyarakat maupun lembaga-lembaga. Dindukcapil sebagai institusi yang bertanggung jawab atas data kependudukan pun harus dapat memberikan garansi bahwa data yang disajikan valid serta mampu mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Program-program yang mengarah pada terbangunnya sistem data kependudukan perlu menjadi prioritas. Ada beberapa langkah yang kemudian bisa dilakukan, antara lain:
- Sosialisasi kepada masyarakat guna meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya melaporkan setiap perubahan demografi yang dialaminya.
- Sinkronisasi data kependudukan antarlembaga yang diturunkan dalam bentuk kontrak kerjasama serta didukung oleh ketersediaan SDM maupun teknologi yang memadai.
- Political will atau kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan, khususnya bupati/walikota atas perbaikan dan peningkatan sistem informasi data kependudukan.
*Sumber foto: jpp.go.id