Andil Negara Membangun Kesadaran Ayah Ditunggu | Kompas

27 Februari 2018 | admin
Arsip Media, Berita PSKK, Main Slide, Media

JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan ayah mengasuh anak masih rendah. Karena itu, negara perlu segera berperan. Absennya negara tak hanya mengancam kualitas manusia, tetapi juga bisa mengganggu kestabilan sosial ekonomi dan ketahanan bangsa. ”Jika negara tetap kurang peduli, berbagai masalah yang dipicu ketimpangan jender akan tetap berlangsung,” kata Ketua Program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada Muhadjir Darwin, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/11).

Anak akan tumbuh optimal jika ada keseimbangan pengasuhan ayah-ibu. Kurangnya keterlibatan ayah akan meningkatkan risiko kematian bayi, kekerasan seksual, kenakalan remaja, perilaku menyimpang, obesitas, hingga kemiskinan. Dalam budaya patriarki, berbagai masalah itu akan sulit diatasi jika tidak mengubah perilaku lelaki.

Nur Hasyim, salah satu pendiri Aliansi Laki-laki Baru dan dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, menilai, kurangnya peran negara untuk meningkatkan peran ayah dalam keluarga terjadi karena norma utama masih menempatkan pengasuhan jadi tanggung jawab ibu.

Karena itu, negara perlu segera merevisi perundangan dan kebijakan yang melestarikan norma jender yang menempatkan suami jadi kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga, seperti yang ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Norma itu jadi dasar keyakinan laki-laki bahwa suami berperan di publik dan mencari nafkah, sedang ibu berperan mengurus rumah, termasuk mengasuh anak. Laki-laki akan menganggap mengasuh anak bukan tanggung jawabnya. Kalaupun ikut mengasuh anak, itu dianggap sekadar membantu istri.

”Norma itu membuat lelaki yang terlibat pengasuhan anak malah merasa malu karena dinilai negatif,” ujarnya.

Kondisi itu, ucap Muhadjir, diperparah kebijakan pemberdayaan keluarga pemerintah yang cenderung bias dalam mengoptimalkan peran ibu. Alhasil, program Keluarga Berencana, posyandu, dan sebagian besar pendidikan anak dibebankan ke ibu.

Lembaga pranikah

Bersamaan pembenahan norma, pemerintah perlu aktif mempromosikan pelibatan ayah dalam pengasuhan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membangun lembaga edukasi pranikah agar calon suami-istri cakap menjadi ayah-ibu.

Selama ini, nasihat pernikahan umumnya diberikan secara singkat hingga kurang efektif. Padahal, bekal mereka untuk menjalani rumah tangga umumnya sangat sedikit karena masyarakat pun kurang menyadarinya.

”Sebagai ayah, suami perlu diajarkan ikut menjaga kehamilan istri, merawat bayi, hingga mengasuh anak sesuai tahap perkembangannya,” kata Hasyim.

Muhadjir menilai pemberian cuti mengasuh anak atau paternity leave yang sudah diterapkan sejumlah negara maju bisa jadi pertimbangan meski belum cocok dilaksanakan di Indonesia saat ini. Persoalan dasar di Indonesia adalahnya rendahnya kesadaran suami terlibat dalam pengasuhan anak. Jika kesadaran itu tak dibangun, pemberian cuti pengasuhan anak diyakini tak akan memberikan hasil optimal. Karena itu, membangun kesadaran pentingnya peran ayah dalam pengasuhan mendesak dilakukan.

”Namun, jangan menunggu dan bergantung kepada pemerintah semata,” ucap Muhadjir. Lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama perlu terlibat langsung. []

*Sumber: Harian Kompas, 15 November 2017 | Photo: Peran Ayah/mommiesdaily.com