
YOGYA (KRjogja.com) – Melambungnya harga cabai rawit merah hingga menyentuh angka Rp 140.000/kg belum tentu juga dinikmati petani cabai sebagai produsen. Tingginya harga cabai tersebut malahan membuat banyak petani dag-dig-dug karena bukan tidak mungkin akan tiba-tiba terjun bebas yang dampaknya memberi kerugian besar.
“Apakah dengan tingginya harga tersebut petani untung? Masyarakat jelas dirugikan. Persoalannya bagaimana membat harga yang membumbung ke langit itu turun ke bumi karena cabai sudah seperti kebutuhan pokok bagi masyarakat,” ucap Humas Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (Aspekindo) Auf pada Seminar ‘Harga Cabai Semau Gue’ kerja sama Aspekindo dan PWI Yogyakarta di Gedung PWI Yogyakarta, Rabu (22/02/2017).
Kepala Biro Perekonomian dan Sumberdaya Alam Setda DIY Sugeng Purwanto mengungkapkan, khusus untuk harga cabai beberapa bulan ini hukum ekonomi tidak berlaku. Sebab stok cukup melimpah di pasar dan tidak ada kelangkaan, tapi harga terus meninggi.
“Padahal jika dilihat dari produksi cabai di DIY mencapai 8 ton. Sementara kebutuhannya hanya 2 ton. Berarti kan ada surplus. Tapi ternyata harga masih tidak terkendali. Pemda sendiri cukup kesulitan menentukan harga karena skalanya nasional,” ucapnya.
Pada seminar yang dipandu Drs Hudono SH ini, Pakar Kebijakan Pangan UGM dan Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Dr Evita Hanie Pangaribowo MIDEC menuturkan, untuk wilayah dengan penduduk mencapai 1 juta jiwa dibutuhkan cabai 800.000 ton per tahun atau 66.000 ton per bulan. Jumlah tersebut akan meningkat ketika banyak hajatan atau perayaan hari besar keagamaan sebesar 10-20 persen.
“Banyak hal sebenarnya yang bisa mempengaruhi harga cabai ini. Cuaca hingga perhitungan biaya transportasi bisa mempengaruhi. Sebab cabai sudah menjadi pelengkap kebutuhan pokok. Kenaikan harga juga tidak begitu mempengaruhi permintaan. Hanya saja ada penurunan di keluarga berkisar 13-14 persen. Untuk itu gerakan menanam cabai di lingkungan keluarga perlu didukung dan digalakkan,” sebut Evita.
Sedang Pembina Petani Cabai Magelang/Ketua Gapoktan Giri Makmur Tunov Mondro Atmojo menjelaskan, pihaknya sudah membuat pola strategi untuk memotong rantai distribusi dari petani atau produsen ke konsumen untuk menghindari bandar yang diindikasikan sedang memainkan harga cabai di pasaran. Ketika nantinya harga tidak terkendali dan pemerintah angkat tangan, pintu impor akan jebol dan itulah Yang diinginkan pemain besar di lingkaran bisnis cabai ini.
“Kami terapkan sistem satu pintu. Ketika petani sudah mandiri dengan manguasai volume tinggi tata niaga cabai, mereka memiliki posisi tawar yang menguntungkan. Tidak bisa lagi tergantung tengkulak atau bandar. Sebaliknya mereka yang harus ikut petani,” jelasnya.
Tingginya harga cabai juga membuat Owner Waroeng SS yang juga menjadi pembicara dalam seminar, Yoyok Hery Wahyono bertekad memerangi pemain harga cabai yang sudah menyentuh emosinya. Menurutnya selama 15 tahun di kuliner berbasis sambal pedas, baru kali ini harga cabai termahal dan terlama.
“Kami harus bersikap. Pada mata rantai sirkulasi, kami sebagai konsumen dan merasa dirugikan. Terlebih cabai juga tidak langka di pasaran. Kami siap menggerakkan aksi memerangi harga cabai ini,” tegasnya. (R-7)
*Sumber: Harian Kedaulatan Rakyat (23/2) | Photo Seminar Harga Cabe Naik Semau Gue/pskk.doc