Workshop Desk Review Sunat Perempuan Bersama Komnas Perempuan & UNFPA Indonesia

02 Februari 2017 | admin
Galeri, Main Slide

Jakarta, PSKK UGM – Praktik sirkumsisi atau sunat pada perempuan (female genital mutilation/cutting) berdampak panjang dan belum terbukti membawa manfaat bagi kesehatan, tidak seperti sunat pada laki-laki. Oleh sebagian orang, sunat perempuan dipahami sebagai kewajiban menjalankan perintah agama (Islam) ditambah lagi anggapan bahwa perempuan merupakan penjaga “kesucian” bagi dirinya, seluruh keluarga bahkan kampungnya, sehingga praktik sunat perempuan menjadi tradisi turun-temurun yang sulit dicegah.

Dari sisi regulasi, ada beberapa daerah kabupaten/kota yang telah menerapkan peraturan tentang retribusi pelayanan kesehatan untuk praktik sunat perempuan. Sedikitnya ada 10 provinsi sepanjang tahun 2002 hingga 2012 yang menerapkan hal tersebut.

Berangkat dari persoalan itu, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada bersama dengan Komnas Perempuan dan atas dukungan penuh dari Dana Kependudukan PBB (UNFPA Indonesia) menyelenggarakan Workshop Desk Review, Pengembangan Sampling dan Kuesioner Praktik-Praktik Membahayakan FGM/C sebagai bagian dari rangkaian Studi Praktik Medikalisasi Sunat Perempuan di Indonesia. Workshop berlangsung pada 26-27 Januari 2017. Kedua lembaga ini terpilih karena PSKK UGM pernah melakukan kajian FGM/C pada 2005, sedangkan Komnas Perempuan pada 2010-2012 pernah mengkaji kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya dimana isu FGM/C adalah salah satu di antaranya. [] Media Center PSKK UGM.

*Artikel terkait isu sunat perempuan (FGM/C):
SUNAT PEREMPUAN: Masih Dilakukan Karena Alasan Agama dan Tradisi
Tenaga Medis Harus Ikut Hentikan Praktik Sunat Perempuan