Sleman, KOMPAS – Luas lahan pertanian di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, berkurang lebih dari 100 hektar per tahun. Sekalipun belum berdampak terhadap penyediaan kebutuhan pangan, kondisi ini dipastikan telah menyebabkan produksi beras setiap tahun berkurang.
“Jika penyusutan lahan pertanian ini terus dibiarkan, kami khawatir target produksi beras tidak akan tercapai lagi,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman Suwandi Aziz, Jumat (2/6), di Sleman.
Saat ini rata-rata produktivitas tanaman padi di Kabupaten Sleman mencapai 6,2 ton gabah kering giling (GKG) per hektar. Dengan penyusutan lahan pertanian lebih dari 100 hektar per tahun, setiap tahun penurunan produksi gabah mencapai 6.200 ton GKG.
Berkurangnya luas lahan pertanian, menurut dia, terjadi akibat banyaknya alih fungsi lahan dari sebelumnya lahan pertanian menjadi kawasan permukiman, mal, dan rumah toko (ruko).
“Pengalihfungsian relatif mudah dilakukan karena kebanyakan lahan pertanian milik petani memang tidak bersertifikat,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Azis mengatakan, pihaknya melakukan berbahai upaya untuk menggenjot produksi gabah dan beras lebih banyak, lagi demi menggantikan produksi gabah yang hilang karena penyusutan lahan. Upaya yang sudah dilakukan, antara lain, dengan mengintensifkan penggunaan jenis padi hibrida, mengembangkan sistem pertanian mina padi, dan mengembangkan cara tanam dengan sistem jajar legowo, yaitu sistem bertani dengan mengatur jarak tanam.
“Dengan menerapkan berbagai upaya tersebut, produktivitas tanaman padi diharapkan bisa digenjot hingga mencapai 9-10 ton GKG per hektar,” ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sleman juga sudah berupaya menjaga dan mempertahankan keberadaan lahan pertanian dengan menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Sleman seluas 12.200 hektar. Luas LP2B ini telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, tahun 2011-2031.
Sekalipun sudah ditetapkan, Azis mengatakan, saat ini Pemerintah Kabupaten Sleman juga masih terus melakukan pembahasan menyangkut bentuk kompensasi yang akan diberikan kepada petani pemilik lahan.
“Di tengah maraknya iming-iming investor dan ramainya pengalihfungsian lahan tanpa izin, kita tidak mungkin memaksakan petani untuk mempertahankan lahan pertanian miliknya tanpa memberikan kompensasi apapun,” ujarnya.
Tidak hanya di Kabupaten Sleman, pembangunan fisik juga marak di sejumlah daerah di DIY, terutama di Kota Yogyakarta. Namun, pembangunan yang demikian pesat tersebut ternyata juga tidak berdampak positif terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Dalam penelitian kami, pembangunan mal dan apartemen hanya memberikan kontribusi pada PDRB (produk domestik regional bruto) di setiap kecamatan di Yogyakarta kurang dari satu persen,” ujar Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Agus Heruanto Hadna.
Penelitian tentang sumbangan dari keberadaan mal dan apartemen terhadap PDRB dilakukan PSKK UGM pada tahun 2016. [] (EGI)
*Sumber: Harian Kompas (3/6) | Foto: pengalihfungsian lahan pertanian ANTARA FOTO/Aktual.com