DANUREJAN, HARJO—Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY mendesak Pemerintah Daerah DIY segera melakukan kajian dan penetapan wilayah yang bisa dijadikan pemukiman khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Anggota Komisi C DPRD DIY, Suharwanta mengatakan, selama ini Pemda DIY terkesan masih belum berpihak kepada MBR. Sebab akses mereka untuk mempunyai rumah sangat terbatas. Faktor utama MBR sulit memiliki rumah yang layak, imbuhnya, adalah harga tanah di DIY yang cepat naik. Hal demikian membuat kalangan bawah tentu tak akan mampu membeli lahan untuk rumah maupun rumah yang sudah jadi.
“Program perumahan untuk MBR sebenarnya sudah ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan skema subsidi. Tapi kalau harga tanahnya cukup tinggi, program tidak akan berjalan karena subsidinya hanya fisik. Karena itulah kami segera meminta Pemda untuk mengkaji dan penetapan itu,” ucap Suharwanta, Senin (13/11).
Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan, ketika Pemda DIY telah mengkaji dan menetapkan wilayah yang memungkinkan untuk dibangun perumahan bersubsidi, hal tersebut bisa dijadikan referensi oleh para pengembang.
Namun, ia mewanti-wanti Pemda DIY untuk segera menetapkan konsep harga tanah ketika penetapan sudah selesai dilaksanakan. Pasalnya, jika lahan dilepas begitu saja ke swasta, nilai jual tanah akan mengikuti mekanisme pasar.
“Pemda harus berupaya untuk memiliki lahan-lahan tersebut supaya harganya terkendali. Kalau diserahkan ke swasta, harganya pasti naik. Minimal Pemda DIY bisa mengendalikan harga dan punya political will. Soalnya kalau swasta kan prinsipnya cari untung sebanyak-banyaknya,” ucapnya lagi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) M. Mansur menyatakan, kajian mengeai lahan perumahan untuk MBR sedang dilakukan. Kajian dilakukan di empat kabupaten dan ditargetkan selesai tahun ini juga.
Adapun, Wakil Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Pande Made Kutanegara menyebut Pemda DIY memang harus mengeluarkan anggaran untuk membangun rumah subsidi yang dalam hal ini adalah rusunawa. Skema yang bisa dilakukan di antaranya adalah dengan memanfaatkan tanah negara, Sultan Ground, atau bisa kerja sama dengan pihak lain untuk pengelolaan selama sekian tahun.
“Artinya mau tidak mau Pemda DIY harus menyediakan rusunawa dan kemudian memindahkan MBR ke sana. Model Gubernur Jakarta (Ahok) bisa ditempuh, tentu dengan penyesuaian. Kebijakan itu pasti akan membuat keributan, namun asal Pemda DIY dan Gubernur konsisten, pasti berhasil,” ucapnya.
Pande mengatakan, letak rusunawa tersebut haruslah berada di pusat kota atau minimal berada tidak jauh dari pusat perdagangan. Karena para pekerja perlu diberi akses yang baik ke tempat kerjanya. Hal tersebut, sesuai dengan model pertumbuhan kota-kota besar di dunia yang pusat kotanya identik dengan permukiman vertikal. (I Ketut Sawitra Mustika)
*Sumber: Harian Jogja (14/11) | Foto: Rusunawa/c20-library.net