Yogyakarta, PSKK UGM – Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada kini menginjak usia 41 tahun. Keberadaan lembaga riset yang lahir pada 1 April 1973 ini memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sosok kepemimpinan Prof. Masri Singarimbun. Pak Masri, begitu beliau akrab disapa, dikenal sebagai sosok yang tegas serta disiplin. Namun, di balik pribadi yang dinilai keras tersebut, beliau sangat memerhatikan setiap staf dan karyawan di kantor.
Demikian testimoni yang disampaikan oleh Pande Made Kutanegara, Wakil Direktur PSKK UGM Bidang Administrasi Umum saat peringatan HUT 41 Tahun PSKK UGM, Selasa (1/4) lalu. Ada begitu banyak cerita, kesan, bahkan pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Masri Singarimbun, maupun pemimpin PSKK UGM terdahulu.
“Pak Masri adalah orang yang menanamkan betapa pentingnya kedisiplinan bagi pengembangan institusi maupun pengembangan kapasitas diri. Saya kira ini yang perlu kita tingkatkan kembali pada usia 41 tahun kantor kita,” ujar Made.
Ada satu kebiasaan Masri yang begitu membekas dalam ingatan staf maupun karyawan PSKK UGM. Dahulu Masri selalu datang ke kantor lebih pagi dan berdiri di depan pintu masuk. Setiap staf dan karyawan yang datang akan disapa dan ditanya kabarnya, kabar keluarga di rumah, bahkan perkembangan pendidikan anak-anak. Setelah itu beliau baru akan masuk ke ruangan dan mulai bekerja.
Beliau adalah orang sangat perhatian, Made menambahkan. Masri juga seorang yang selalu menanamkan perlunya kerja keras agar mampu mencapai hasil maksimal sekaligus positif bagi banyak pihak, terutama bagi masyarakat luas.
“Baik Pak Masri, Pak Sofyan, Pak Agus, Pak Muhadjir, Pak Sukamdi maupun peneliti-peneliti senior selalu menanamkan ketekunan. Ketekunan melihat tabel, grafik, ketekunan memproduksi berbagai hasil penelitian, ketekunan mencari tema-tema penelitian, ketekuanan dalam mengerjakan berbagai hal. Teladan inilah yang luar biasa menurut saya,” ujar Made lagi.
Selama karir penelitiannya, Masri dikenal sangat fokus terhadap masalah-masalah kependudukan, terutama tentang Keluarga Berencana (KB). Menurutnya, peran pemerintah di negara-negara berkembang sangatlah penting dalam menjalankan program KB. Tidak seperti di negara industri maju, program KB di negara-negara berkembang belum menjadi pilihan bagi setiap keluarga.
Prof. Muhadjir Darwin, Staf Peneliti Senior PSKK UGM dalam kesempatan yang sama mengatakan, Masri mempunyai orientasi yang luar biasa bahkan kerap berbeda, dan kontroversial. Beliau juga mempunyai keyakinan kuat terhadap berbagai program sosial terutama dalam hal perbaikan.
“Pak Masri sering disebut sebagai ‘bapak kondom’ karena kemana-mana selalu membawa kondom. Beliau merasa itu bukan hal yang buruk melainkan positif agar orang semakin akrab dengan kondom. Kondom adalah salah satu teknologi. Tidak ada soal halal dan haram di situ. Kondom untuk kontrasepsi, dan kondom untuk mencegah penularan penyakit seksual. Sejauh untuk tujuan yang baik maka perlu untuk digunakan. Nah, Pak Masri konsisten di situ sejak awal sampai akhir,” jelas Muhadjir.
Berangkat dari pengalamannya, Masri melihat banyak orang sesungguhnya membutuhkan kondom namun masih merasa malu. Beliau lalu memikirkan untuk mengampanyekan kondom secara terbuka. Hadir kemudian kondom melalui pos.
“Itu jelas kontroversial. Banyak yang menentang beliau terutama dari kaum ulama. Namun, dia tetap melakukan itu karena tujuannya positif. Saat ini relatif sudah tidak masalah lagi, kondom atau penggunaan kondom untuk tujuan KB. Itulah Pak Masri,” ujar muhadjir. [] Media Center PSKK UGM