Pentingnya Mencegah dan Mengurangi Pernikahan Usia Anak – Paparan Hasil Penelitian

25 Oktober 2022 | media_cpps
Arsip Media, Berita PSKK, Main Slide

Yogyakarta  – Banyaknya angka pernikahan usia anak akhir-akhir ini di DIY menjadi isu yang harus segera ditangani. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, khususnya Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana menekankan pentingnya program pendewasaan perkawinan. Dengan program pendewasaan pernikahan dalam bentuk yang lebih riil di lapangan diharapkan dapat mencegah dan mengurangi pernikahan usia anak. Isu inilah yang melatarbelakangi penelitian Kajian Studi Pernikahan Usia Anak oleh DP3AP2 DIY.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Zuli Marpuji Astuti, S.S, M.Si saat memberikan sambutan. Adapun hasil penelitian terhadap kajian tersebut, telah dipaparkan di hadapan rekan-rekan media, pada Jumat (16/09) di Ruang Nyi Ageng Serang, Kantor DP3AP2 DIY, Jalan Tentara Rakyat Mataram, Yogyakarta. Paparan hasil penilitian ini dipresentasikan oleh Tenaga Ahli Madya Kesehatan Kajian Studi Pernikahan Usia Anak, Dr. dr. Warih Andan Puspitasari, M.Sc., SpKj(K).

Dalam pemaparan ini hadir pula Dr. Umi Listyaningsih, M.Si., peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK UGM), dan Dwi Endah Kurniasih, SKM, MPH, Tenaga Ahli Muda Kespro.

Warih Andan menjelaskan tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan terjadinya pernikahan usia anak di DIY dan merumuskan implikasi kebijakan, strategi, serta program yang dapat dilakukan dari hasil penelitian ini. Disampaikan oleh dr. Warih, pernikahan usia anak adalah pernikahan yang terjadi sebelum anak berusia 18 tahun. Pernikahan usia anak menimbulkan dampak, baik dalam masalah kesehatan fisik maupun mental.

Ia menyebutkan, regulasi atau perundangan yang mengatur pernikahan usia anak sudah ada yakni UU RI Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria dan wanita mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Adapun pernikahan usia anak dapat dilaksanakan apabila mendapatkan persetujuan dispensasi dari Pengadilan.

Di DIY, terdapat 394 angka pernikahan anak selama tahun 2019. Angka tersebut naik pada tahun 2020 dengan angka 948, dan pada tahun 2021 turun dengan angka 757. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pendapat responden dan pelaku tentang faktor penyebab terjadinya pernikahan usia anak adalah 90,1% karena ketidaktahuan mereka tentang adanya peraturan atau UU No 16 tahun 2019, pasal 7 ayat (1). Selain itu, faktor lainnya adalah faktor ekonomi, budaya/agama, kurangnya pemahaman di bidang kesehatan, faktor sosial atau pergaulan bebas, dan pengaruh pemanfaatan teknologi informasi.

Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan usia anak di antaranya; dampak psikologis, fisik, ekonomi, dan sosial. Pernikahan usia anak rentan melahirkan keluarga miskin karena rendahnya pendidikan sehingga rendah pula akses pekerjaan yang didapat. Ketidaksiapan finansial rentan membuat keluarga baru menjadi keluarga miskin.

Belum banyak masyarakat yang mengetahui dan memahami tentang undang-undang atau kebijakan  pemerintah tentang Batas Usia Perkawinan seperti yang tercantum dalam UU No 16 tahun 2019. Namun bagi masyarakat yang sudah mengetahui kebijakan tersebut,  banyak kasus tetap melakukan pernikahan usia anak karena alasan kondisi sosial maupun ekonomi.

Lebih lanjut, dr. Warih menjelaskan, harapan responden tentang program untuk mencegah  pernikahan dini oleh aparat keamanan atau kepolisian antara lain patroli kegiatan remaja di waktu malam, razia jam malam bagi anak, program edukasi dan pencegahan perbuatan maksiat, serta pemberikan sanksi supaya tidak terjadi pernikahan dini. “Selama ini, alasan pengajuan dispensasi, mayoritas alasannya adalah KTD (Kehamilan Tidak Dikehendaki),” ungkap dr. Warih.

Sumber: https://jogjaprov.go.id/berita/cegah-dan-kurangi-pernikahan-usia-anak