JAKARTA, KOMPAS — Menurunnya daya dukung lingkungan di Pulau Jawa membuat jumlah penduduk, pertumbuhan industri, dan eksploitasi sumber daya alam harus dikendalikan secara ketat. Jika tidak, bencana alam akan semakin sering dengan dampak lebih masif.
Pengembangan wilayah di luar Pulau Jawa menjadi kunci untuk mengurangi tekanan di Jawa. ”Infrastruktur dan tenaga kerja di Jawa lebih memadai,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Franky Sibarani, Selasa (4/3).
Data Himpunan Kawasan Industri Indonesia menunjukkan, hampir 70 persen kawasan industri ada di Pulau Jawa. Terbanyak ada di Jawa Barat (45 persen), kemudian Banten (10 persen), Jawa Tengah (6 persen), Jawa Timur (5 persen), dan DKI Jakarta (3 persen).
Kawasan industri di luar Jawa hanya terpusat di sebagian kecil wilayah, seperti Riau, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur.
Menurut Franky, infrastruktur yang dibutuhkan industri tidak hanya jalan atau pelabuhan, tetapi juga jaringan energi dan pasokan listrik. Kenyataan di banyak kota dan kawasan industri di luar Jawa kini, listrik dan energi masih menjadi kendala.
Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memang merencanakan pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah. Namun, realisasi program itu masih sekitar 10 persen sehingga dampaknya belum dirasakan industri secara optimal.
Ketersediaan tenaga kerja berkualitas dengan jumlah memadai juga masih menjadi kendala. Belum meratanya kualitas pendidikan membuat sebagian besar tenaga terampil masih harus didatangkan dari Pulau Jawa.
Secara terpisah, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal mengatakan, Jawa masih jadi magnet besar bagi masyarakat di luar Jawa karena memiliki kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang lebih baik. Masih tertinggalnya pembangunan dan pertumbuhan industri di luar Pulau Jawa menyebabkan banyak pendatang yang menempuh pendidikan di Jawa enggan pulang ke daerah asalnya.
”Kita belum sungguh-sungguh menjadikan luar Jawa sebagai daerah yang menarik untuk didatangi,” katanya.
Bangun luar Jawa
Fasli mengusulkan mendorong pembangunan di luar Pulau Jawa secara terintegrasi antar-kementerian. Bersamaan dengan mendorong industri, pemerintah juga perlu membangun dan meningkatkan kualitas sekolah dan perguruan tinggi di luar Jawa agar kualitasnya sejajar dengan yang ada di Jawa.
Peningkatan kualitas layanan kesehatan perlu dilakukan, juga fasilitas pendukung lainnya. Dengan demikian, masyarakat yang sudah sukarela pindah ke luar Jawa memiliki ikatan dengan daerah barunya, tak hanya sekadar menumpang hidup atau mengeksploitasi sumber daya yang ada di daerah tersebut.
”Tidak tersedianya fasilitas pendukung itulah yang membuat banyak pekerja di luar Jawa meninggalkan keluarganya atau menyekolahkan anaknya di Jawa,” katanya. Bahkan, banyak pula yang setelah pensiun kembali menetap di Jawa.
Pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai itu secara serta-merta juga akan mengangkat kualitas masyarakat di luar Jawa. Kondisi ini akan meminimalkan kecemburuan dan konflik sosial antara masyarakat asli dan pendatang yang sering kali timpang.
Pemerintah juga perlu mendorong anak-anak muda berkualitas mau pindah ke luar Jawa secara mandiri dan mengabdikan hidupnya bagi masyarakat di tempat baru. Gerakan menyebar guru muda dan dokter ke luar Jawa juga perlu terus didorong. Sejumlah insentif pun bisa diberikan pemerintah sehingga migrasi mandiri dan berkualitas berlangsung secara berkelanjutan.[] (CAS/MZW)
*Sumber: Harian Kompas, 5 Maret 2014 | Sumber foto: Google Map