Yogyakarta, PSKK UGM — Pernah sukses di dalam perencanaan dan pelaksanaannya di masa lalu, program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia kini mengalami stagnansi. Program KB seharusnya bisa tetap menjadi isu serta perhatian bersama baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Program KB sesungguhnya merupakan gerakan revolusioner yang cakupannya tidak hanya nasional, melainkan juga global. Gerakan ini sudah sejak lama ada dan dalam perkembangannya, isu untuk menekan tingginya laju pertumbuhan penduduk semakin masif dibicarakan. Penduduk terus bertambah, sementara daya dukung lingkungan semakin rendah. Tak terkecuali Indonesia, juga sudah sejak lama menjadi bagian dari gerakan global tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Muhadjir Darwin saat Dialog Khusus bertema “Revolusi Mental Melatih Keluarga dalam Pelaksanaan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga” yang disiarkan oleh ADi TV, Selasa (16/6). Hadir pula Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. Surya Chandra Surapatty, MPH., Ph.D., dan Bupati Kulonprogo, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) sebagai narasumber.
Indonesia adalah salah satu contoh negara berkembang yang berhasil menerapkan program KB. Selama lebih kurang 30 tahun atau sejak tahun 1970-an, ada catatan kemajuan yang luar biasa. Indonesia mampu menurunkan angka fertilitas total dari 5,6 menjadi 2,6 saat ini.
Muhadjir menceritakan, Prof. Widjojo Nitisastro, pakar demografi dan menteri Bappenas di era Soeharto pernah meramalkan, jika angka fertilitas Indonesia masih 5,6 maka jumlah penduduk pada tahun 2000 akan mencapai 400 juta. Saat ini jumlah penduduk Indonesia 250 juta. Angka ini jauh lebih kecil dari yang diramalkan oleh Nitisastro.
“Persoalannya sekarang, bagaimana agar membuat keberhasilan KB tetap berlanjut. Angka fertilitas 2,6 bukan angka yang maksimal karena seharusnya bisa turun lagi menjadi 2,1. Artinya, revolusi belumlah selesai. Ini tanggung jawab bersama agar tren penurunan fertilitas berlanjut,” kata Muhadjir.
Meski berhasil menampilkan perubahan, program KB dinilai belum cukup menyeluruh. Salah satu indikasinya, yaitu masih banyak keluarga atau pasangan yang menginginkan anak banyak. Bagi Muhadjir, hal ini tidak lepas dari interpretasi agama. Bagaimanapun juga, keberhasilan program KB di Indonesia itu karena mendapatkan dukungan dari para pemuka agama. Mereka memberikan interprestasi keagamaan yang positif tentang manfaat dari KB.
“Tapi sekarang, muncul kembali interprestasi keagamaan yang berbeda khususnya dari kelompok-kelompok agama yang radikal. Ada yang mengatakan, KB itu haram, pasangan suami istri tidak perlu takut miskin karena punya banyak anak, dan sebagainya. Ini seperti balik ke era sebelum tahun 1970-an. Bagaimana kita akan menghadapi ini? Ini bagian dari revolusi mental yang belum selesai,” kata Muhadjir lagi.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Surya mengatakan, terkait dengan Nawa Cita atau Sembilan Agenda Prioritas Jokowi-JK, BKKBN berada dalam fungsinya untuk ikut meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. BKKBN memiliki porsi di dalam kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga.
“Terutama sekali adalah melaksanakan revolusi mental yang dimulai dari basis keluarga. Ini penting karena bagaimanapun mental dan karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh kehidupan di sekitarnya, terutama keluarga,” kata Surya.
Sedari awal, BKKBN pun telah menggunakan konsep tentang norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (NKKBS). Harapannya, dengan keluarga kecil maka kebahagiaan dan kesejahteraan bisa tercapai sepenuhnya. Orang tua bisa memberikan cukup waktu, perhatian, dan kasih sayang di dalam mendidik anak-anaknya. Bukan hanya fisik dan kecerdasan intelektualnya yang berkembang, anak-anak juga perlu dibimbing agar memiliki kecerdasan mental yang baik.
“Maka kita akan menggiatkan kembali delapan fungsi keluarga, antara lain fungsi keagamaan, pendidikan, ekonomi, perlindungan, sosial budaya, cinta kasih, reproduksi, dan pembinaan lingkungan. Fungsi-fungsi ini yang kadang dilupakan begitu saja. Padahal, keluarga adalah unit terkecil masyarakat kita,” jelas Surya. [] Media Center PSKK UGM | Ilustrasi bayi/huffington