JAKARTA (Pos Kota) — Incest atau hubungan sedarah umumnya dilakukan oleh ayah kandung terhadap anaknya. Beberapa faktor yang memicu terjadinya incest ini antara lain tidak memadainya rumah tinggal sebuah keluarga sehingga segala kegiatan berlangsung dalam satu ruangan.
“Beberapa anak perempuan korban incest yang saya jumpai ternyata memang pelakunya sang ayah. Sebagian besar sudah berlangsung bertahun-tahun dan berulang hingga si anak hamil dan melahirkan,” papar Menteri Sosial Khofifah saat menjadi pembicara kegiatan konsolidasi memperkuat kebijakan dan program yang sensitif gender yang dihadiri Kepala BKKBN Fasli Djalal, kemarin.
Kondisi tersebut menurut Mensos tak lepas dari kondisi hunian keluarga. Ketika segala sesuatunya dilakukan secara bersama dalam ruangan yang sempit, maka potensi ayah melakukan hubungan terlarang kepada anaknya menjadi sangat besar.
Khofifah mengatakan pada kasus-kasus incest, kehadiran agama hampir-hampir tidak ada. Ayah tidak lagi berfungsi sebagai pelindung, pengayom dan pengasuh bagi anaknya. Tetapi yang berlaku justru sebaliknya, keberadaan ayah menjadi neraka bagi anak perempuannya.
“Bisa dibayangkan bagaimana seorang anak justeru tidak nyaman dan aman berada di dekat ayahnya,” lanjut Khofifah.
Itu sebabnya menurut Khofifah agama perlu dihadirkan pada kelompok penduduk yang memiliki potensi menjadi pelaku incest. Selain itu tentu pemerintah harus menyelesaikan akar persoalannya seperti kemiskinan dan memberikan hunian yang memadai bagi penduduk miskin.
Kepala BKKBN Fasli Djalal mengatakan bahwa remaja perlu mendapatkan pemahaman terkait kesehatan reproduksi. Utamanya berkaitan dengan seks dan kehamilan. Sehingga remaja bisa paham bahwa berhubungan seks akan berisiko terhadap kehamilan. Tak terkecuali hubungan incest.
“Remaja harus diselamatkan dari pernikahan dini maupun seks yang tidak pada tempatnya,” jelas Fasli.
Upaya menekan kasus pernikahan dini, BKKBN sendiri dikatakan Fasli terus menggencarkan program GenRe (generasi berencana). Program yang menyasar sekolah dan kampus tersebut dilakukan setelah Program Bina Keluarga Remaja (BKR) tidak berjalan optimal.
“Kita menyadari betapa sulitnya menjangkau orangtua yang memiliki anak-anak remaja. Karena itu kami tempuh melalui teman sebaya untuk mensosialisasikan kesehatan reproduksi kepada remaja. Kami support kegiatan Genre,” kata Fasli.
Menurut Fasli saat ini ada 9,5 juta remajaa usia SMA dan 6 juta remaja usia mahasiswa. Mereka harus mendapatkan pemahaman yang lengkap terkait kesehatan reproduksi sehingga kasus-kasus seks bebas dan pernikahan dini bisa dicegah. (Inung)
*Sumber: Pos Kota | Ilustrasi Mensos/Sindonews.com