JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga miskin pemegang Kartu Perlindungan Sosial gagal menukarkan kartu itu dengan Kartu Keluarga Sejahtera untuk memperoleh dana bantuan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Mereka juga bingung dengan banyaknya kartu jaminan sosial yang telah diberikan pemerintah selama ini dengan nama yang berbeda-beda.
Harapan Sri Sulastri dan sejumlah warga miskin lainnya memperoleh KIS dan KIP pupus karena ditolak oleh petugas Kantor Pos Jakarta Timur di Jalan Pemuda, Selasa (4/11). Menurut Sulastri, mestinya dia bisa memperoleh layanan KIS dan KIP. Hal itu karena keduanya memegang Kartu Perlindungan Sosial sebagai syarat utama untuk mengakses KIS dan KIP.
Bahkan, penerapan KIS dan KIP ini juga menuai pertanyaan dari ibu tiga anak ini. Untuk sekarang saja, menurut dia, ada lebih dari tiga kartu jaminan sosial yang dipegang, tetapi belum tentu semuanya bisa digunakan.
Sulastri, warga Cipinang ini, menyatakan memiliki tiga kartu jaminan sosial, yakni Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Namun, oleh guru di tempat anaknya sekolah di SD 03 Cipinang, dia diminta memilih jaminan sosial yang akan digunakan untuk biaya anaknya sekolah. ”Saya diminta memilih, mau menggunakan Bantuan Siswa Miskin dari KPS atau KJP,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun mengatakan, KIP dan KJP bisa saling melengkapi. ”KJP basis datanya kemiskinan faktual, menyesuaikan fakta di lapangan, bukan berdasarkan data kuantitatif dari BPS. KIP kemungkinan menggunakan data BPS,” katanya.
Harmonisasi
Lasro mengatakan memang perlu ada harmonisasi kedua kartu itu di lapangan untuk melihat adakah irisan yang tertinggal atau kurang tepat sasaran bagi penerima. Tetap akan ada pemisahan, mana yang menjadi sasaran KJP dan mana yang menjadi sasaran KIP. Namun, lanjut Lasro, keduanya saling mendukung.
Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati. Dia menuturkan, ada sejumlah kartu berbasis pelayanan kesehatan, seperti KIS, KJS, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan BPJS Kesehatan. Data penerima KJS juga berdasarkan survei faktual di lapangan, bukan dari BPS seperti yang digunakan di KIS.
”KIS dan KJS sama-sama untuk kalangan miskin. KIS bisa menutupi kekurangan KJS, yaitu warga miskin yang tidak punya KTP DKI Jakarta, tetapi tinggal di Jakarta. Misalnya para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Mereka tak bisa mendapatkan KJS karena tak memiliki KTP DKI Jakarta,” ujar Dien.
Pengelola sejumlah rumah sakit di Jakarta tidak melakukan persiapan khusus setelah peluncuran KIS. Rumah sakit akan melayani pemegang KIS dengan kualitas yang sama dengan pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional.
Kepala Satuan Pelaksana Pemasaran RSUD Cengkareng, Agung Rusyana mengatakan, pelayanan pemegang KIS sama dengan pemegang kartu JKN.
Aktivis sosial sekaligus Ketua RW 19 Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Ricardo Hutahaean, menyebutkan, sejumlah kekurangan yang selama ini dikeluhkan antara lain program tidak mengatur kepesertaan orang telantar dan tanpa identitas, bayi yang lahir dari peserta program, serta masalah pembayaran yang tidak sesuai dengan tarif.
Dalam sejumlah kasus di Jakarta Utara, pasien telantar di rumah sakit karena kesalahpahaman tafsir mengenai aturan. Pada satu kasus, pasien bisa melahirkan secara normal dan gratis di satu rumah sakit, tetapi pada kasus lain pasien harus membayar biaya perawatan bayi di rumah sakit lain.
Akhiri tumpang-tindih
Antropolog dari Universitas Gadjah Mada, M Pande Made Kuta Negara, dan Prof Heddy Shri Ahimsa Putra berpendapat, sebelum pemerintah pusat mengakhiri tumpang-tindih program jaminan kesehatan dan jaminan pendidikan di pusat, lebih baik program pusat tersebut jangan dipaksakan dulu ke pemerintah daerah. (FRO/MDN/MKN/WIN/DNA/JAL)
*Sumber: Harian KOMPAS, 5 November 2014 | Photo: Media Indonesia