Yogyakarta, PSKK UGM – Pemerintah Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah yang cukup banyak, terutama dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI). Mengapa tidak? Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilaksanakan pada Mei hingga Agustus 2012 lalu cukup mengejutkan. Tren penurunan sama sekali tidak terjadi, yang ada justru lonjakan.
Hasil SDKI 2012 yang baru dirilis beberapa bulan lalu itu menunjukkan, angka kematian ibu mecapai 359 per 100 ribu kelahiran. Angka ini naik hingga 57 persen dibanding dengan AKI pada 2007 yang sebesar 228. Selain terjadinya peningkatan kasus kematian ibu, AKI juga menunjukkan besarnya risiko kematian yang dihadapi oleh ibu selama masa kehamilan serta saat melahirkan.
Melonjaknya AKI jelas menjadi catatan sekaligus peringatan bagi pemerintah. Berbagai program yang dilaksanakan ternyata belum berhasil menekan angka kematian ibu. Salah satunya, program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang memberikan bantuan finansial kepada ibu dari rumah tangga miskin agar bisa bersalin dengan dibantu tenaga kesehatan (bidan atau dokter) di tempat pelayanan kesehatan.
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi diberitakan cukup gusar dengan laporan tingginya angka kematian ibu dalam SDKI 2012. Usai menghadiri press conference The Global Fund 31 Board Meeting di Jakarta, beberapa waktu lalu (5/3), Nafsiah mengungkapkan rasa pesimisnya atas pencapaian target MDGs 2015, khususnya menurunkan AKI sebanyak 158 per 100 ribu kelahiran.
“Sepertinya untuk indikator angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), kita belum bisa mencapai MDGs 2015 nanti. Perlu usaha lebih keras lagi, selain itu untuk persoalan keluarga berencana pun masih mengkhawatirkan,” ujar Nafsiah
Hal serupa juga disampaikan oleh Pakar Kependudukan, Dr. Sukamdi dalam kesempatan yang berbeda. Menurutnya, sebelum data SDKI 2012 maupun Sensus Penduduk (SP) 2010 keluar pun, orang sebenarnya sudah skeptis terhadap penurunan angka kematian ibu di Indonesia karena peningkatannya memang cukup tinggi.
Di Indonesia ada 10 provinsi yang memiliki angka kematian ibu melahirkan cukup tinggi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tingginya AKI tersebut ditengarai karena kurangnya akses terhadap fasilitas serta pelayanan kesehatan.
“Ini persoalan terbesar yang kita hadapi ya terutama di bidang kesehatan dan demografi. Kita memang tidak bisa menutup mata bahwa akses orang terutama perempuan terhadap pelayanan kesehatan masih belum merata. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) pun terhitung masih baru dan hanya mengatasi sebagian kecil dari persoalan akses tadi,” ujar Sukamdi.
Persoalan akses kesehatan tidak semata-mata dilihat dari aspek ekonomi, tentang mampu tidaknya seseorang membayar jasa kesehatan. Tapi juga ada aspek geografis, tentang jarak fisik tempat pelayanan kesehatan. Bisa saja seseorang sulit mengakses pelayanan kesehatan karena terlampau, beda pulau, dan lain sebagainya.
Sukamdi menambahkan, akses juga menyangkut aspek sosial, yakni tentang sikap, perilaku atau kebiasaan dalam menggunakan jasa serta layanan kesehatan. “Jadi mungkin saja secara ekonomi dia mampu, jarak tempuh tak terlalu jauh, tapi tidak biasa memanfaatkan fasilitas kesehatan.” [] Media Center PSKK UGM. | Sumber Foto: http://santhiserad.com/