Jakarta, Koran SINDO — Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof A Chaniago memandang bonus demografi ibarat pedang bermata dua. “Bonus ini bisa menjadi keuntungan besar bagi bangsa dan negara ini. Tapi bisa juga menjadi beban,” katanya. Kenapa?
Andrinof menjelaskan, apabila kualitas SDM kita benar benar tinggi terutama di saat puncak bonus demografi pada 2028-2032, maka perekonomian nasional akan mengalami kemajuan signifikan. Otomatis, berbagai sektor lainnya pun akan mengalami peningkatan. Kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan pun akan jauh lebih baik dibanding saat ini.
“Apalagi kalau sebagian besar penduduk usia produktif memilih berwirausaha. Bayangkan besarnya pengaruh bagi perekonomian nasional di masa mendatang karena wirausaha merupakan salah satu roda pembangunan,” kata Andrinof. Sebaliknya, jika aset utama berupa SDM ini tidak disiapkan dan dimanfaatkan dengan baik, dampaknya pun akan langsung terasa.
Misalnya, anak-anak sekarang yang pada puncak bonus demografi nanti masuk usia produktif, masih ada yang mendapat pelayanan kesehatan buruk, masih banyak anak-anak yang tidak sekolah, atau banyak yang tinggal di lingkungan sosial yang buruk. “Kalau kondisi seperti itu masih terjadi, kualitas SDM pada puncak bonus demografi nanti tidak sebaik yang diharapkan.
Sebanyak 10% saja dari penduduk usia produktif ini kecanduan narkoba, negara akan mengalami kerugian besar karena mereka bakal menjadi beban perekonomian nasional,” jelas salah satu anggota tim pemikir pembangunan, Visi Indonesia 2033, ini. Andrinof mengungkapkan, beberapa strategi sedang dan akan dilaksanakan untuk memaksimalkan pemanfaatan bonus demografi.
Semua membutuhkan sinergitas lintaskementerian dan pusat-daerah. Lingkungan strategis bonus demografi harus menjadi acuan strategis bagi kementerian dan lembaga dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan di masing-masing sektor yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional.
”Intinya, peningkatan kualitas SDM. Bagaimana anak-anak sekarang menjadi aset sangat bernilai, sangat produktif, dan punya daya saing tinggi nanti. Pembekalannya tak sekadar teknologi, kesehatan, atau pendidikan formal tapi juga keterampilan dan mental. Ini adalah salah satu agenda prioritas nasional,” tandasnya.
Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah telah memproyeksikan beberapa tantangan yang akan dihadapi Indonesia menyongsong perubahan iklim ekonomi dunia, yakni arah investasi langsung dunia dan tantangan bonus demografi. Karena itu, kata mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, pembangunan SDM merupakan agenda yang sangat krusial dan strategis saat ini.
“Kita perlu memaksimalkan investasi di bidang SDM mulai bayi baru lahir hingga usia sekolah. Pendidikan dan kesehatan paling krusial,” kata guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini. Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Bappenas Nina Sardjunani menyebutkan, ada lima agenda kunci untuk memaksimalkan bonus demografi.
Pertama, meningkatkan kualitas SDM melalui pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan, pelatihan dan pembentukan karakter. Kedua, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang mampu menyerap angkatan kerja sebanyak-banyaknya. Ketiga, memperbaiki penghasilan dan pola pengeluaran rumah tangga sehingga terjadi peningkatan kemampuan menabung.
Keempat, kesempatan yang lebih besar bagi perempuan untuk bekerja demi peningkatan pendapatan rumah tangga. Dan kelima, sinergitas kebijakan dari keempat faktor tadi. Kelima agenda kunci tersebut harus didukung penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana perkotaan yang memadai, penyediaan kebutuhan energi dan pangan, pengelolaan tata ruang dan wilayah, perlindungan penduduk migran, serta pemerataan pembangunan antarwilayah.
“Upaya-upaya ini diterjemahkan dalam berbagai kebijakan strategis rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019,” kata Nina. Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto mengingatkan, secara umum, tantangan yang dihadapi menyongsong bonus demografi ini terkait pendidikan dan ketenagakerjaan, kesehatan, serta ekonomi,” ujar Wendy.
Ketika SDM sudah baik, maka perlu perluasan lapangan pekerjaan. Jangan sampai generasi produktif yang jumlahnya besar dan berkualitas ini justru menganggur karena minimnya penyerapan tenaga kerja. Untuk memperbanyak penyerapan tenaga kerja, diperlukan kebijakan ekonomi dan good governance kondusif.
Hal ini terkait kemudahan birokrasi dan perizinan sehingga diharapkan bisa meningkatkan iklim investasi termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah, industri padat karya, serta industri kreatif. Dari sisi kesehatan, persiapan generasi produktif harus dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupan.
“Karena asupan nutrisi pada 1000 hari pertama kehidupan berdampak pada perkembangan otak, pertumbuhan massa tubuh dan komposisi badan, serta metabolisme di kehidupan selanjutnya,” jelas Wendy. Dia mengingatkan, jika generasi produktif ini tidak dikelola dengan baik justru akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Jumlah tenaga kerja yang besar, tidak berpendidikan, tidak terampil, tidak sehat, dan setengah menganggur akan menjadi beban bagi masyarakat dan mengancam stabilitas negara. “Benar-benar perlu kerja sama dan koordinasi baik dari seluruh pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan, baik di daerah maupun di pusat,” pungkasnya. [] Herman sahputra/Ema malini
*Sumber: Koran SINDO | Ilustrasi anak sekolah/Istimewa