SINDO Weekly Magz – PERSAINGAN semakin ketat, namun masalah dan pekerjaan rumah tak kunjung usai. Inovasi pun menjadi sebuah keharusan. Tidak hanya di dunia bisnis, terobosan pun diperlukan di bidang pemerintahan.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengungkapkan, inovasi dalam pemerintahan menjadi suatu keharusan. Hal itu harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar masyarakat merasakan kehadiran negara.
Menteri Asman mengatakan, Pemerintah telah membuka lebar bagi perkembangan budaya inovasi. Itu dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 386 ayat 1, disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahannya, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. “Karena itu, birokrasi daerah harus mandiri sehingga semakin kompetitif demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya,” ungkapnya di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Terkait hal itu, pihaknya mengapresiasi kinerja kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai inovasi di bidang pelayanan publik. Ini terbukti dari keikutsertaan K/L dan pemda di kompetisi inovasi pelayanan publik yang diselenggarakan Kemenpan RB tahun ini.
Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa mengungkapkan, tahun ini, ada 3.054 inovasi pelayanan publik yang terdaftar melalui aplikasi Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SiNovik). Setelah melalui hasil seleksi administrasi, 1.373 inovasi lolos ke tahap selanjutnya. Melalui penyaringan tim evaluasi—terdiri dari para dosen senior perguruan tinggi dan berpengalaman sebagai asesor—terpilih 150 proposal dengan nilai tertinggi.
Kemenpan RB pun telah menetapkan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2017. Para penerimanya terdiri atas 20 kementerian, 3 lembaga, 21 provinsi, 34 kabupaten, 15 kota, 2 BUMN, dan 4 BUMD. Nah, seluruh inovasi tersebut akan dipamerkan di International Public Service Exhibition (IPSE) 2017, di Jakarta, Juli–Agustus mendatang.
Asisten Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik Kemenpan RB, M. Imanuddin, mengatakan, kompetisi inovasi pelayanan publik merupakan wujud dari program One Agency, One Innovation yang mewajibkan K/L dan pemerintah daerah menciptakan minimal satu inovasi setiap tahunnya. “Ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,” cetusnya.
Sejak digelar 2014 lalu, animo keikutsertaan instansi dalam kompetisi tahunan ini semakin meningkat. Awalnya, tercatat 515 inovasi yang dikompetisikan, hingga menghasilkan Top 99 dan Top 9. Pada 2015, meningkat menjadi 1.184 inovasi, menghasilkan Top 99 dan Top 25. Tahun lalu, jumlah peserta meningkat menjadi 2.476 inovasi, menghasilkan Top 99 dan Top 35.
Asman mengatakan, pelayanan yang baik diukur dengan metode Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Begitu pula kinerja aparatur sipil negara (ASN) yang memberikan pelayanan harus terukur. Tak ketinggalan, pemda yang ikut harus menyertakan potensi masing-masing daerah dalam merumuskan inovasi. Termasuk bagaimana pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem e-government sehingga membantu kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan publik.
Dengan demikian, lanjut dia, inovasi yang dilakukan akan memberi perubahan yang lebih baik dalam melayani masyarakat. “Tentunya, kepala daerah terbaik ini nantinya bisa menjadi model pelayanan publik ke depan,” ujarnya.
Peningkatan Kualitas
Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Agus Heruanto Hadna, menilai, reformasi birokrasi, khususnya dalam aspek pelayanan publik, harus dilakukan. Tolak ukurnya bisa menggunakan tingkat partisipasi dan kepuasan masyarakat dalam program inovasi tersebut. Dengan demikian, pelayanan publik pun bisa terus diperbaiki dan ditingkatkan.
Menurutnya, hakikat otonomi daerah bukan sekadar pengalihan otoritas dan kewenangan dari pusat ke daerah, melainkan implikasi positif yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama terkait kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik. Reformasi politik yang tidak diikuti oleh reformasi birokrasi ternyata sulit menghasilkan pelayanan publik yang optimal.
Menurutnya, dalam penyelenggaraan pelayanan publik, setidaknya terdapat tiga komponen yang harus bersinergi, yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Pelayanan publik yang diberikan pada masyarakat harus berorientasi pada kemudahan, kecepatan, murah, dan berkualitas. Ini termasuk memprioritaskan pelayanan pada kelompok-kelompok marginal.
Pemerhati pelayanan publik dari Fisip Universitas Airlangga Surabaya, M. Rizki Pratama, mengatakan, sejak dimulainya era otonomi daerah—pascareformasi politik 1998 melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004—pemerintah daerah punya tanggung jawab besar dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Salah satunya, memperbaiki pelayanan publik dengan berbagai cara, termasuk melalui inovasi pelayanan publik. Hal itu memunculkan paradigma baru manajemen pelayanan publik, misalnya penambahan nilai (adding value) pelayanan yang bisa memberikan stimulus perubahan sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, salah satu parameter inovasi pelayanan publik adalah adanya kesinambungan. “Tiap daerah bisa merumuskan inovasi. Gagasannya bukan hanya dari kepala daerah, tetapi juga dari jajaran SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Jadi, sekarang rumusan kebijakan inovatif bukan lagi top down,” terangnya.
Lalu, terobosan seperti apa yang telah dihasilkan pemerintah daerah dalam SiNovik 2017. Sebagian besarnya menyangkut inovasi pelayanan kesehatan. [] Faorick S. Pakpahan dan Alif Setiawan
*Sumber: SINDO Weekly | Foto: Pelayanan publik atas Jamkesmas/menpan.go.id