Tag: MEA

PSKK UGM Adakan Riset Kemiskinan Ekstrem Daerah Berkebutuhan Khusus dan Sub Urban di Kampar

Pusdiklat Teknis Kirim Tim Belajar MEP di PSKK UGM

Seminar PSKK UGM Bahas Eksistensi Pengobatan Tradisional Pasca Covid-19 Bersama Profesor Universitas Freidburg

BKKBN Bersama PSKK UGM Gelar Workshop Pembangunan Berwawasan Kependudukan

Yogyakarta, PSKK UGM – Selama empat hari, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada menggelar Workshop Pembangunan Berwawasan Kependudukan. Adapun para pesertanya terdiri dari para Kepala Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN serta para Ketua Pusat Studi Kependudukan dari seluruh Indonesia.

Rangkaian kegiatan workshop dibuka oleh Kepala BKKBN. Dr. Surya Chandra Surapatty, MPH., Ph.D. Dalam arahannya, Surya menyampaikan tentang rencana program “Kampung KB” yang telah mendapat restu dari Presiden RI, Joko Widodo. Program ini khusus ditujukan bagi wilayah-wilayah yang kumuh, miskin, dan padat penduduknya seperti di kampung-kampung nelayan. Melalui program ini, BKKBN hadir untuk menyampaikan dan menggerakkan KKBPK atau Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga.

Untuk menunjang itu, diperlukanlah data-data mengenai keluarga dan BKKBN telah memulainya. Terhitung akhir Mei 2015, BKKBN telah selesai melakukan Pendataan Keluarga (PK) 2015 di seluruh wilayah Indonesia. Data yang dihasilkan tersebut diharapkan valid dan terpercaya karena akan menjadi basis bagi pengambilan keputusan (evidence based) maupun kebijakan yang pro rakyat. Terlebih lagi untuk bisa memberi solusi guna mencapai peluang bonus demografi yang diidam-idamkan oleh Indonesia.

“Pendataan Keluarga ini sejalan dengan salah satu tugas BKKBN untuk mengembangkan sistem informasi keluarga. Tidak berhenti di tahun ini saja, kita akan menugaskan lagi para petugas KB, penyuluh KB untuk melakukan pemutakhiran data kependudukan. Data ini bisa menjadi pembanding data-data lain yang dikeluarkan oleh BPS,” kata Surya, Rabu (7/10) malam lalu.

Selain tantangan bonus demografi, Indonesia juga menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan mulai 2016. Surya mengingatkan, bukan hanya barang dan jasa yang bisa keluar serta masuk ke Indonesia, namun juga tenaga kerja.

Setidaknya ada delapan sektor pekerjaan yang telah disepakati dalam penerapan MEA 2015, yakni engineering services, nurshing services, architectural services, surveying qualification, tourism, accountancy services, medical practitioners, dan dental practitioners. Para tenaga kerja professional yang memiliki keahlian di bidang ini bisa bebas masuk dan bekerja di negara-negara anggota ASEAN lainnya.

“Para bidan, dokter maupun perawat dari Bangladesh, Filipina, maupun negara-negara ASEAN lainnya bisa bekerja di sini. Dunia kerja akan semakin kompetitif dan sebetulnya kita patut khawatir karena rata-rata lama sekolah di Indonesia dilaporkan hanya 7,5 tahun. Artinya, sebagian besar hanya tamatan sekolah dasar,” kata Surya lagi.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS pada 2013 lalu yang menunjukkan, angkatan kerja Indonesia memang sebagian besar berpendidikan rendah. Ada lebih dari 118 juta angkatan kerja di Indonesia. Sebanyak 33 juta lebih merupakan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), kemudian 22 juta berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sekitar 19 juta berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna menyampaikan, masalah kependudukan merupakan hal yang penting sehingga harus ditempatkan kembali sebagai “arus utama” pembangunan. Untuk itulah rangkaian workshop ini dilakukan.

Beberapa sesi workshop, antara lain penjelasan tentang Pembangunan Berwawasan Kependudukan (PBK), latihan analisis hasil Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK), konsep analisis kebijakan, latihan merumuskan masalah kebijakan kependudukan, teknik pengembangan alternatif dan kriteria kebijakan kependudukan, penyusunan rekomendasi kebijakan kependudukan, sampai policy dialog tentang kebijakan kependudukan. [] Media Center PSKK UGM | Photo. dok PSKK UGM

TAJUK RENCANA KOMPAS: Penduduk Harus Jadi Berkah

JAKARTA, KOMPAS – BONUS demografi akan membawa kemakmuran hanya apabila tenaga kerja berusia produktif tersebut berkualitas dan berada di sektor formal.

Indonesia diproyeksikan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2028-2031. Itu berarti tersisa 14 tahun untuk memetik manfaat dari besarnya jumlah penduduk usia produktif.

Bonus demografi adalah situasi ketika penduduk usia produktif lebih banyak daripada yang tidak produktif. Hal itu hanya satu kali menghampiri suatu bangsa. Pada puncak bonus demografi, Indonesia diperkirakan akan berpenduduk 300 juta jiwa, 200 juta di antaranya berusia produktif 15-64 tahun.

Hanya negara yang mampu membangun sumber daya manusia yang akan melompat menjadi negara maju, seperti terjadi di negara Eropa Barat dan Jepang.

Adalah masuk akal pernyataan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal bahwa untuk mendapat manfaat bonus demografi, sumber daya manusia harus berkualitas. Manusia yang berkualitas dimulai dari kesehatan fisiknya, termasuk pertumbuhan otak, diikuti pendidikan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan serta keunggulan kompetitif dan komparatif bangsa.

Membangun fisik dimulai dengan mempersiapkan calon ibu. Artinya, bukan hanya fisik remaja putri harus sehat, tetapi perempuan juga harus mendapat pendidikan yang baik. Kita mengetahui gejala tubuh pendek menghinggapi anak-anak Indonesia. Hal ini menandakan kekurangan gizi yang tidak selalu disebabkan kemiskinan, tetapi dapat karena ketidaktahuan orangtua mengenai gizi.

Kualitas sumber daya manusia kita saat ini masih rendah di kawasan ASEAN. Meskipun ada wajib belajar sembilan tahun dan anggaran pendidikan ditetapkan 20 persen dari anggaran belanja negara, angka partisipasi sekolah untuk perguruan tinggi kurang dari 20 persen. Sementara angka partisipasi sekolah tingkat SMA 60,38 persen pada tahun 2013, di dalamnya termasuk pendidikan nonformal.

Angkatan kerja yang sudah ada di pasar kerja harus mendapat pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas mereka. Ini tugas segera pemerintah, terutama dengan semakin terbukanya Indonesia melalui perjanjian regional ataupun antarnegara, termasuk terbuka terhadap aliran tenaga kerja seperti dalam kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlaku akhir 2015. Menyediakan lapangan kerja formal menuntut pertumbuhan ekonomi tinggi—6 persen saja tidak memadai—dan berkualitas untuk menampung tambahan lima juta angkatan kerja baru setiap tahun.

Dengan waktu tersisa 14 tahun, pemerintahan lima tahun ke depan menjadi penentu apakah Indonesia dapat meraih manfaat bonus demografi. Apabila gagal, kita tetap tinggal sebagai negara berpenghasilan menengah dan kesenjangan kemakmuran akan semakin menjadi masalah. []

*Sumber: Harian KOMPAS, 27 Agustus 2014 | Foto: Istimewa

Unggul Jumlah Penduduk Jadi Andalan RI Hadapi Pasar Bebas

JAKARTA, Okezone – Menghadapi agenda pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia memiliki beberapa potensi untuk bersaing. Salah satunya, jumlah penduduk yang lebih banyak dibanding beberapa negara anggota ASEAN lain. 

Menurut Menteri Pembangunan Perencanaan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Armida Alisjahbana, penduduk Indonesia diproyeksikan pada 2015 mencapai 255,5 juta jiwa atau 43 persen dari total penduduk ASEAN.

Selain itu, 38 persen dari 100 usia produktif di ASEAN adalah penduduk Indonesia. Seperti diketahui, usia produktif adalah penduduk yang berumur 15–64 tahun sedangkan usia nonproduktif adalah di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. 

"Artinya, Indonesia mempunyai potensi pemasok tenaga kerja, terutama di negara-negara yang usia produktif kecil seperti Singapura dan Thailand," tutur Armida dalam Seminar Tantangan Kependudukan, Ketenagakerjaan, dan SDM Indonesia Menghadapi Globalisasi Khususnya MEA 2015 di kantornya, Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Berdasarkan data perhitungan ILO, pada 2013 ada sekira 300 juta kesempatan kerja di ASEAN dan Pasifik. Indonesia sejak era ‘90-an menikmati bonus demografi.

Armida menyatakan berdasarkan studi Bank Dunia bahwa bonus demografi berkontribusi sekira 30 persen dari pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia Timur, termasuk Indonesia. "Dalam jangka 10 sampai 15 tahun akan meningkat," imbuhnya. 

Dia juga menambahkan, tantangan dari sisi ketenagakerjaan, kependudukan, dan SDM yakni menjaga momentum demografi. "Harus menjaga momentum demografi apabila dari sisi tenaga kerja menurunkan tingkat fertilitas 2,1 persen," jelasnya. [] (mrt) Petrus Paulus Lelyemin

*Sumber artikel: Portal Okezone.com Rabu, 26 Maret 2014 | Sumber foto: Gressnews.com