Memahami Kebutuhan Aktor Dan Pengguna Narkotika Suntik

25 Juli 2012 - 08:45:00 | admin

Dalam suatu survei sederhana di dua kelurahan di Jakarta Pusat, didapatkan sekitar 60-70 persen remaja laki-laki usia 15-25 tahun menggunakan narkoba. Sekitar 60 persen menggunakannya dengan cara suntik. Angka kematian di kalangan rukun tetangga (50-60 rumah) sekitar 2-5 orang anak. Sementara itu, angka kejadian kasus HIV/AIDS semakin bertambah dengan cepat sepanjang tahun 1999-2000. Peningkatan yang terjadi mencapai 12,5 kali lipat, dari 19 kasus (November 1999) menjadi 238 kasus (November 2000).

Penelitian ini dilakukan di Jakarta Barat, dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Cara pengambilan sampel untuk pendekatan kuantitatif ialah dengan cara stratified random sampling, berdasarkan status sosial ekonomi tempat mangkal/kumpul para injecting drug users (IDU), baik kelompok menengah atas maupun kelompok menengah bawah, dengan jumlah sampel sebanyak 80 IDU. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam kepada para IDU dan para aktor: aparat BKNN, anggota DPRD, aparat kelurahan, pendidik, peserta rehabilitasi, anggota LSM, dan aparat Kepolisian).

Hasil studi menemukan bahwa kegiatan para aktor cenderung sesuai dengan bidang kerjanya dan mereka memisahkan antara penanganan narkotika dan HIV/AIDS, tetapi tingkat pengetahuan-nya masih ada yang belum memadai. Pandangan tentang aparat penegak hukum masih sangat memprihatinkan. Hampir seluruh aktor menentang diterapkannya Needle Exchange Program.

Para pengguna narkotika suntik telah mengenal narkoba ketika masih duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau ketika berumur 13-15 tahun. Rata-rata pemakaian dengan cara suntik telah berlangsung selama 3,8 tahun. Lebih dari separo responden belum pernah menjalani rehabilitasi. Para IDU menerapkan perilaku berisiko yang sangat tinggi, baik dengan alat suntik maupun cara berhubungan seksualnya. Dalam hal alat suntik, sebanyak 75 persen IDU pernah memakai alat suntik bekas dipakai orang lain dalam satu bulan terakhir, yang lebih separo responden melakukannya dalam 2 sampai 3 kali per minggu. Jumlah orang yang terlibat dalam pertukaran alat suntik tercatat antara 1-10 orang, dengan rata-rata 2 orang.

Dalam hal perilaku seksualnya, sekitar 75 persen responden pernah melakukan hubungan seksual. Dilihat dari faktor risiko, sekitar 34 persen IDU berperilaku seksual risiko tinggi dalam setahun terakhir. Pengertian perilaku seksual risiko tinggi adalah apabila responden pernah melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan, dengan pekerja seks, atau dengan pasangan tidak tetap. Tingkat penggunaan kondom relatif rendah, hanya 41 persen yang pernah memakai kondom dari jumlah responden yang pernah melakukan hubungan seksual. Yang selalu menggunakan kondom sewaktu berhubungan seks tercatat jauh lebih kecil (kurang dari 20 persen). Tingkat pengetahuan PMS dan HIV/AIDS telah cukup baik, tetapi hal ini tidak menjamin mereka menerapkan perilaku seksual yang sehat.