Economic growth growth in the middle-income countries of Southeast Asia over the last few decades is rightly hailed for reducing poverty, understood in both absolute and relative terms. Indonesia is a prime example. But while poverty has declined in Indonesia, one of its worst impacts—nutritional insecurity—remains high, particularly in rural areas. Patterns of food poverty persist across Indonesia, despite a fall in poverty rates. What explains this troubling paradox? How does it relate to Indonesia’s enthusiastic embrace of the “entitlements revolution”, the use of direct cash transfers as a tool for reducing poverty and building social inclusion? This book analyses the nature and social consequences of economic development and agrarian change processes in rural Indonesia in relation to the scope and effectiveness of Indonesia’s social protection programs.
Buku Migrasi Internasional dan Pembangunan di Indonesia ini disusun atas dasar dua hal pokok. Pertama, isu migrasi internal dengan menurunnya program transmigrasi di Indonesia. Kedua, adalah alasan banyakanya data dan pengalaman PSKK dalam isu migrasi.
Salah satu hak warga negara yang harus dipenuhi adalah mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Sebagai suatu hak warga negara, maka negara mengatur pelaksanaannya melalui regulasi. Salah satunya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Di dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang tersebut, pelayanan publik dijelaskan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Untuk melaksanakan pelayanan publik, di dalam Pasal 4 regulasi yang sama diatur bahwa penyelenggaraannya harus berasaskan 1). kepentingan umum, 2). kepastian hukum, 3). kesamaan hak, 4). keseimbangan hak dan kewajiban, 5). keprofesionalan, 6). partisipatif, 7). persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, 8). keterbukaan, 9). akuntabilitas, 10). fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, 11). ketepatan waktu, dan 12). kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.
The Sustainable Development Goals (SDGs) are the global commitments that are important to be considered in any development agenda of the local (city) government. There are at least two things that underly it. First, the shared intentions and goals to achieve the targets and indicators therein. There are 16 goals, 169 targets, and 222 indicators that must be followed up by the local government’s policies, programs, and actions. All targets and indicators must be adapted to the local context, social development, and urban economic. The political dynamics greatly affect program and budget commitments at the same time so that the targets and indicators achievement may increase or decrease. Second, the SDGs has an interrelated broad scope, multi- purpose, and complex issues. Any policy responses related to the achievements must involve and obtain support across actors and sectors, while the SDGs is a new item in development. This can hinder the involvement of multi-actor in achieving the SDGs.
PSKK UGM mengadakan penelitian bertema, “Akses dan Pengaruh Program Perlindungan Sosial terhadap Pekerja Sektor Perekonomian Formal dan Informal dengan HIV/AIDS beserta Rumah Tangganya,” untuk mengetahui apakah kebijakan dan program perlindungan sosial yang ada menjangkau pekerja laki-laki dan perempuan yang terkena HIV dan AIDS.
Secara khusus, penelitian ini akan melihat jenis perlindungan sosial apa yang tersedia untuk ODHA (misalnya, asuransi kesehatan, dukungan mata pencaharian/pendapatan, bantuan tunai, dll.), perluasan cakupan, dan kesenjangan serta tantangan utama dalam meningkatkan cakupan perlindungan sosial bagi ODHA (Orang dengan HIV).
Kampung KB merupakan program inovasi kependudukan berbasis wilayah, keluarga, dan pemberdayaan yang bertujuan untuk mengendalikan kuantitas dan meningkatkan kualitas penduduk. Inovasi ini muncul setelah adanya kesadaran publik bahwa setiap daerah memiliki persoalan kependudukan yang kompleks dan unik.
Masalah ketenagakerjaan meliputi besarnya pengangguran terbuka, jumlah setengah penganggur, rendahnya kualitas angkatan kerja, rendahnya produktivitas kerja, rendahnya kesejahteraan pekerja, keterbatasan informasi pasar kerja, dan rendahnya permasalahan pengupahan pekerja.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan P2GP sebagai semua prosedur yang meliputi pemotongan sebagian atau semua bagian luar alat kelamin perempuan, atau pelukaan organ kelamin perempuan untuk alasan nonmedis (WHO, 2012).
Permasalahan gizi di Indonesia memiliki variabel multifaktorial, maka implementasinya pun juga membutuhkan keterlibatan lintas sektor.
The policy development for protection of children rights has been actually identified in the National Long-Term and Mid-Term Development Plans (RPJP and RPJMN). The RPJPN determines directions to develop human resources capacity through improvement of various programs in health, education, women’s empowerment and child protection. The empowerment of children and women is directed to improve the quality of women and children’ life, roles, and welfare, as well as to reduce violence, exploitation, and discrimination. Along with the direction of the RPJPN, the development of adopted child becomes a priority in the National Mid-Term Development Plan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN (2004-2009).